Kecerdasan Buatan Kini Dimanfaatkan untuk Belajar Mengaji, Begini Kisah di Balik Pembuatannya
Dengan AI, kegiatan belajar mengaji yang umumnya mewajibkan pendampingan guru secara langsung atau tatap muka, kini bisa dilakukan di mana pun dan kapan pun.
Di Indonesia, metode yang sama mulai diterapkan juga untuk pembelajaran mengaji. Meski tak umum, belajar mengaji memanfaatkan AI bisa jadi lebih efektif dan efisien.
Kecerdasan Buatan Kini Dimanfaatkan untuk Belajar Mengaji, Begini Kisah di Balik Pembuatannya
Kecerdasan Buatan Kini Dimanfaatkan untuk Belajar Mengaji, Begini Kisah di Balik Pembuatannya
- Guru Ini Pakai Baju Buatan Muridnya saat Mengajar di Kelas, Penampilannya Unik Tuai Pujian
- Pentingnya Pendidikan Budi Pekerti dalam Keseharian Anak Remaja untuk Mencegah Terjadinya Tindakan Kekerasan
- Pemerintah Bakal Manfaatkan Kecerdasan Buatan dalam Proses Pembelajaran
- Kenali 4 Gaya Belajar Anak, Orangtua Perlu Tahu untuk Bantu Maksimalkan Perkembangannya
Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) saat ini berlangsung secara masif. AI kerap dimanfaatkan sebagai metode pembelajaran efektif, teknologi ini salah satunya dipakai untuk belajar bahasa.
Di Indonesia, metode yang sama mulai diterapkan juga untuk pembelajaran mengaji. Meski tak umum, belajar mengaji memanfaatkan AI bisa jadi lebih efektif dan efisien.
Dengan AI, kegiatan belajar mengaji yang umumnya mewajibkan pendampingan guru secara langsung atau tatap muka, kini bisa dilakukan di mana pun dan kapan pun.
Untuk mengaji dengan tepat dan baik, para pemula harus memahami sejumlah hal, mulai dari pengenalan huruf hijaiyah, tanda baca, hingga tajwid. Mereka juga perlu berlatih secara rutin didampingi guru agar bacaan mengaji menjadi lancar.
Sayangnya, tak semua orang memiliki kesempatan belajar mengaji dengan guru. Inilah alasan, meski beragama Islam, tak semua muslim bisa mengaji secara baik dan benar.
Bahkan, fakta yang dikemukakan Ketua Yayasan Indonesia Mengaji Komjen Pol Syafruddin pada 2021 cukup mengejutkan. Dia menyebut, 65 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang beragama Islam tidak bisa membaca Al-Qur'an.
Dalam lingkup yang lebih kecil, data serupa juga ditemukan mantan Rektor Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Sutarto Hadi yang kini menjadi Co-founder ngaji.ai,
Dia berkisah, pada 2021, dosen agama pada kampus yang dinaunginya itu mendapati bahwa lebih dari 60 persen mahasiswa baru tak bisa mengaji.
Atas dasar keprihatinan sekaligus kepedulian terhadap pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang terus menjadi isu krusial di tanah air, Sutarto pun menginisiasi ngaji.ai.
Sebelum akhirnya diluncurkan, ide membangun aplikasi dilakukan Sutarto dengan rencana yang matang.
“Hal terpenting, pembelajaran mengaji meski tanpa guru harus tetap berkualitas dan akurat,” ujar Sutarto mengenang awal rencana membangun aplikasi.
Adapun ide mengembangkan aplikasi, dipilih Sutarto, sebagai cara paling efektif karena mudah diakses lewat gadget. Dia menilai, gadget saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia.
“Melalui aplikasi, kami berharap agar pengguna dapat belajar mengaji kapan saja dan di mana saja. Bahkan, mereka bisa menyesuaikan waktunya sendiri,” tambahnya.
Untuk mewujudkan ide tersebut, Sutarto mulai mencari mitra yang dapat bersama-sama membangun aplikasi.
Karena sebelumnya dia sempat menginisiasi program peningkatan bahasa Inggris bagi mahasiswa ULM bekerja sama dengan PT Novo Indonesia Belajar (Vokal.ai), hal yang sama terpikirkan saat ia ingin mewujudkan aplikasi belajar mengaji.
“Saya percaya bahwa Vokal.ai merupakan mitra ideal untuk membangun aplikasi ini. Mereka memiliki teknologi unik dan teruji”, terang Sutarto.
CEO Vokal.ai Martijn Enter mengaku antusias saat Sutarto menemuinya dan menyampaikan keinginan untuk membangun aplikasi belajar mengaji bersama perusahaan yang dipimpinnya.
“Saya dibesarkan oleh keluarga Indonesia di Belanda, dan saya juga mendalami Pencak Silat (yang merupakan salah satu warisan budaya milik Indonesia). Bahkan, saya memiliki sekolah Pencak Silat di Belanda. Pengalaman-pengalaman tersebut membentuk kedekatan emosional saya dengan Indonesia dan mendorong saya untuk ingin membangun sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat Indonesia,” ujar Martijn, yang juga adalah wirausahawan teknologi yang berpengalaman .