Konsumsi tinggi, target lifting gas bumi 2016 naik jadi 1300 BOEPD
Peningkatan tersebut seiring dengan bertambahnya permintaan akan gas bumi di sektor industri dan konsumsi rumah tangga.
Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui target lifting gas bumi yang diajukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam RAPBN 2016 mendatang sebesar 1.100-1.300 Barrel Oil Equivalent Per Day (BOEPD). Angka tersebut meningkat 6,47 persen dibanding target lifting dalam APBN-P 2015 sebesar 1.221 BOEPD.
Menteri ESDM Sudirman Said mengungkapkan peningkatan tersebut seiring dengan bertambahnya permintaan akan gas bumi di sektor industri dan konsumsi rumah tangga.
"Target lifting gas kita naik karena tahun depan penyerapannya juga diperkirakan meningkat," ujar Sudirman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (22/6).
Seiring dengan meningkatnya target lifting gas bumi, lanjut Sudirman, pihaknya juga masih menunggu diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) pembentukan agregator gas bumi.
"Kita juga berharap, dengan adanya Perpres mengenai agregator gas yang sedang disusun juga bisa meningkatkan penyerapan gas bagi industri tahun depan," tuturnya.
Menteri Sudirman menambahkan, nantinya agregator atau badan penyangga gas tersebut bakal menekan disparitas harga gas industri yang kerap terjadi di berbagai daerah. Caranya, dengan menyampurkan harga (mix pricing) gas dari sumber gas yang berbeda-beda.
Sebelumnya, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati lifting minyak nasional pada tahun depan dipatok rata-rata 800.000 hingga 830.000 barel per hari. Angka tersebut dinilai realistis lantaran terjadinya laju penurunan produksi setiap tahun yang mencapai 30 persen.
"Kami sepakat untuk menetapkan lifting minyak nasional sebesar 800.000 hingga 830.000 per barel sesuai dengan keputusan fraksi-fraksi," ujar Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika dalam RDP di Gedung DPR.
Sementara itu, Wakil Kepala SKK Migas Zikrullah mengatakan keputusan tersebut disesuaikan dengan target produksi tahun ini yang mencapai 825.000 barel per hari. Selain itu, laju penurunan produksi setiap tahun yang mencapai 30 persen juga menyebabkan produksi tahun depan tidak mengalami peningkatan yang signifikan sehingga angka 830.000 barel sangat realistis.
"Itu karena adanya penurunan pemboran sumur. Lalu work over penurunan. Ini kan bukan hanya terjadi 2015 tetapi 2016 juga," pungkas dia.