Target Produksi 600.000 Mobil Listrik, Luhut Yakin Bakal Pangkas Impor dan Subsidi BBM
Luhut percaya, itu menjadi titik tolak bagi misi pemerintah mengurangi emisi CO2 sekitar 160.000 ton per tahun. Sekaligus menekan angka impor dan subsidi BBM.
Target itu telah ditapaki lewat peresmian ekosistem baterai dan kendaraan listrik Korea Selatan di Karawang New Industry City oleh PT Hyundai LG Industry (HLI) Green Power.
Target Produksi 600.000 Mobil Listrik, Luhut Yakin Bakal Pangkas Impor dan Subsidi BBM
Pemerintah menargetkan bisa memproduksi kendaraan listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV) 600.000 unit pada 2030. Produksi mobil listrik dalam negeri tersebut dipercaya dapat menghemat impor dan subsidi BBM yang selama ini dilakukan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa target itu telah ditapaki lewat peresmian ekosistem baterai dan kendaraan listrik Korea Selatan di Karawang New Industry City oleh PT Hyundai LG Industry (HLI) Green Power.
Mobil listrik pertama yang akan menggunakan baterai produksi lokal ini adalah Hyundai Kona Electric, dengan jarak tempuh pemakaian 600 Km.
"Produksi Kona Electric akan 50.000 unit per tahun ini akan menambah kapasitas produksi Indonesia secara signifikan," ujar Luhut di Karawang New Industry City, Rabu (3/7).
Luhut percaya, itu menjadi titik tolak bagi misi pemerintah mengurangi emisi CO2 sekitar 160.000 ton per tahun. Sekaligus menekan angka impor dan subsidi BBM yang dikeluarkan pemerintah tiap tahunnya.
merdeka.com
"Juga akan mengurangi import BBM 45 juta liter per tahun serta penghematan subsidi BBM yang mencapai Rp 131 miliar per tahun dan akan bertambah seiring jumlah kendaraan yang beredar," imbuh Luhut.
Meskipun diproduksi oleh konsorsium Korea Selatan, Luhut mengatakan ekosistem produksi mobil listrik ini tetap mengedepankan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
"Dengan penggunaan baterai produksi dalam negeri pada Kona Electric, nilai TKDN Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) yang awalnya 40 persen naik jauh lebih tinggi menjadi 80 persen. Ini merupakan langkah awal untuk mendorong nilai tambah dari industri dalam negeri," tuturnya.