'Mbah' Google Mulai Tak Laku, 40 Persen GenZ Pilih Platform Ini untuk Pencarian
Google menjadi pilihan masyarakat untuk melakukan pencarian. Tetapi, peminat Google belakangan ini mengalami tanda-tanda penurunan.
Teknologi kian canggih, internet menjadi sebuah pilihan seluruh manusia di muka bumi ini.
'Mbah' Google Mulai Tak Laku, 40 Persen GenZ Pilih Platform Ini untuk Pencarian
Anda pasti tak asing lagi untuk mencari sesuatu yang baru menggunakan Google.
Google adalah sebuah pilihan bagi banyak orang jika ingin mencari hal yang ingin mereka ketahui.
Google menjadi sangat terkait dengan pencarian sehingga namanya identik dengan tindakan mencari informasi secara online.
Tetapi, belakangan ini ada tanda-tanda perubahan minat dari masyarakat, terutama GenZ.
Melansir dari Washington Post, seorang Pemasar berusia 26 tahun dari London, Clint Choi menyatakan awalnya Google menjadi prioritas bagi mereka yang ingin mendapatkan informasi.
Namun seiring berjalannya waktu, konsumen kini sudah beralih untuk jarang menggunakan pencarian Google.
"Perasaan saya tentang merek tersebut telah berubah cukup besar. Ketika saya baru mulai mengakses internet, Google adalah otoritas, tetapi perusahaan induk yang memiliki Google telah salah menempatkan kepercayaan konsumen. Kami tidak lagi melihat Google sebagai pusat otoritas pencarian," ujar Clint, dikutip dari Washington Post, Minggu (30/7).
Kendati begitu, menurut SimilarWeb, Google masih menjadi kekuatan dominan dalam pencarian.
Platform tersebut masih memegang 90 persen pasar mesin pencari. Namun semakin banyak pengguna, terutama Gen Z mengeluh, dan tanda-tanda banyak penurunan.
Clint menyebut, menurut Cloudflare pada tahun 2021, TikTok secara singkat mencopot Google sebagai domain paling populer di dunia.
Sekitar 40 persen Gen Z mereka yang lahir antara tahun 1997 dan 2012 lebih suka menemukan informasi di platform selain Google.
Lanjut Clint, pangsa pendapatan Google dari iklan pencarian di Amerika Serikat diperkirakan turun menjadi 54 persen tahun ini, turun dari 67 persen pada 2016.
Di sisi lain, Seorang Penghubung Publik Google untuk Penelusuran, Danny Sullivan mengatakan pengguna mengeluhkan penurunan utilitas produk dalam tweet viral dan TikTok dan memperdagangkan informasi tentang metode yang lebih andal untuk memburu informasi. Google sendiri menyadari masalah ini dan baru-baru ini mengumumkan banyak pembaruan untuk layanan tersebut, termasuk hasil pencarian baru yang dihasilkan AI pada konferensi tahunannya."Google berhasil membantu orang-orang dengan miliaran penelusuran yang mereka lakukan setiap hari, tetapi kami selalu berupaya membuatnya lebih baik. Kami terus menerapkan teknologi seperti AI untuk memungkinkan cara baru bagi orang untuk mencari dan memahami apa yang ada di luar sana," ucap Danny.
Pihaknya akan terus memprioritaskan dengan mengupayakan menghadirkan konten yang lebih bermanfaat.
"Proses evaluasi kami yang ketat memastikan bahwa perubahan ini benar-benar menjadikan penelusuran lebih baik bagi orang-orang, dan kami terus berinovasi dan memperkenalkan kemampuan baru," terang dia.
Namun perubahan ini mungkin tidak mengatasi masalah mendasar di balik penurunan Google. Kata Danny, para ahli menyatakan Google tidak mencapai posisinya dalam semalam. Saat perusahaan meningkatkan opsi iklannya, hasil pencarian yang berguna diturunkan dari halaman demi iklan. Perusahaan juga telah diganggu oleh spam SEO, yang mengeluarkan hasil pencarian yang relevan, seringkali dihasilkan oleh AI atau penuh dengan informasi berkualitas buruk, yang dirancang untuk mendapat peringkat tinggi pada algoritma Google.
Kombinasi masalah ini telah melemahkan sistem peringkat Google sendiri ke titik di mana keberadaan tautan di antara hasil teratas pencarian Google berkorelasi dengan penipuan, bukan relevansi. "Ini adalah lingkaran setan. Semakin buruk hasil penelusuran Google, semakin mereka bergantung pada penelusuran default," tutupnya.