Melambat, pertumbuhan industri ritel 2017 diprediksi sekitar 7 persen
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, mengatakan industri ritel saat ini memang tengah melemah. Pada semester I-2017 hanya tumbuh 3,7 persen, angka ini menurun dari periode yang sama di tahun sebelumnya yang bisa mencapai 5-6 persen.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, mengatakan industri ritel saat ini memang tengah melemah. Pada semester I-2017 hanya tumbuh 3,7 persen, angka ini menurun dari periode yang sama di tahun sebelumnya yang bisa mencapai 5-6 persen.
Dengan angka pertumbuhan tersebut, dia memperkirakan pertumbuhan industri ritel hingga akhir 2017 hanya mencapai sekitar 7 persen. Dengan catatan, pertumbuhan industri pada semester II-2017 bisa tumbuh dengan angka yang sama dengan semester I.
"Dengan semester I tumbuh 3,7 persen, tahun ini kita tutup dengan angka 7 persen, lebih rendah dari tahun lalu. Mudah-mudahan saja bisa 7,5 persen karena semester I hanya 3,7 persen, berarti kalau semester II sama 3,7 persen maka baru 7,4 persen pertumbuhan ritel. Ini tentu menggambarkan ritel masih bertumbuh tapi melambat," kata Roy di Hotel Ibis, Jakarta, Rabu (1/11).
Dia menambahkan, industri ritel di tahun 2016 bisa berkontribusi sebesar Rp 200 triliun dengan pertumbuhan mencapai 9 persen terhadap seluruh anggota Aprindo. Namun dengan pertumbuhan yang hanya 7 persen tersebut, maka kontribusi hanya sebesar Rp 210 triliun untuk seluruh industri ritel.
"Angka ini lebih rendah dibanding 3-4 tahun lalu," imbuhnya.
Menurutnya, kelesuan industri ritel ini sudah dirasakan sejak tahun 2015, di mana perubahan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang terjadi di bulan Juli, lebih lama dari tahun sebelumnya. Sehingga, penyaluran dana produktivitas di masyarakat itu agak terlambat.
Hal itu lah yang menggerus konsumsi di kalangan menengah ke bawah, di tengah pendapatan per kapita kalangan menengah ke atas sudah meningkat sudah meningkat mencapai USD 3.000. Terlebih lagi, perubahan pola belanja masyarakat juga menjadi penyebab lemahnya industri ritel.
"Seperti customer behavior, shifting untuk menengah ke atas yang terjadi di Indonesia sehingga ritel ikut terkena akibat perubahan shitfing itu. Bukan ke online, tapi mereka shifting kepada hal yang bukan belanja, tetapi kepada leisure, kuliner, travel, lebih menyimpan dana ke deposit atau DPK, itu yang membuat 2-3 tahun terakhir ini," tandas Roy.
-
Kapan Ririn Ekawati merayakan bisnis barunya? Bisnis baru ini adalah hadiah terbaik untuk Ririn yang baru saja berulang tahun.
-
Kenapa Hari Koperasi Indonesia diperingati? Tujuan peringatan ini guna mengingatkan pemerintah dan masyarakat untuk senantiasa menghidupkan koperasi sebagai jalan demi mewujudkan kesejahteraan bersama.
-
Apa yang dirayakan Ririn Ekawati dalam acara peluncuran bisnis barunya? Bisnis baru ini adalah hadiah terbaik untuk Ririn yang baru saja berulang tahun.
-
Di mana Widodo merintis usaha kerajinan limbah kayu jati? Setelah pensiun tahun 1994, ia pindah ke Desa Tempurejo, Kabupaten Boyolali. Saat pensiun itulah Widodo merintis usaha kerajinan yang diolah dari limbah kayu jati.
-
Kenapa bisnis baju bekas impor dilarang di Indonesia? Presiden Jokowi mengungkapkan bisnis baju bekas impor ilegal sangat mengganggu industri tekstil dalam negeri.
-
Mengapa daun katel sangat membantu perekonomian warga Majalengka? Daun katel sendiri amat membantu perekonomian masyarakat, terutama kalangan ibu rumah tangga. Mereka bisa mendapatkan cuan mulai dari Rp20 ribu sampai Rp30 ribu per hari.
Baca juga:
Pelemahan industri ritel tak berpengaruh signifikan pada bisnis distributor
Pengusaha ritel dorong pemerintah perlakukan setara bisnis online dan offline
Anggota DPR duga ada pengusaha ritel sengaja bangkrut untuk hindari bayar utang
Penjelasan lengkap Mendag Enggar soal pengusaha ritel ramai-ramai tutup gerai
Mendag Enggar beberkan alasan kalahnya warung tradisional dengan toko ritel modern
Mendag dukung kerja sama Indogrosir dengan perbankan dalam memberdayakan warung
Di tengah isu penurunan daya beli, kredit ritel malah tumbuh 7,6 persen