Membongkar Rencana Pembatasan Pertalite dan Ambisi Jokowi Hapus Subsidi Energi
Kabar mengenai pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite kembali menguat dalam beberapa waktu terakhir. Sontak masyarakat dibuat gusar atas wacana tersebut. Mengingat, Pertalite merupakan jenis BBM yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia.
Kabar mengenai pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite kembali menguat dalam beberapa waktu terakhir. Sontak masyarakat dibuat gusar atas wacana tersebut. Mengingat, Pertalite merupakan jenis BBM yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, porsi konsumsi Pertalite hampir 80 persen diantara BBM jenis Bensin lainnya seperti Pertamax, Pertamax Turbo dan Premium hingga akhir 2021.
-
Mengapa Pertamina mengkaji peningkatan kadar oktan BBM Subsidi? “Kalau misalnya dengan harga yang sama, tapi masyarakat mendapatkan yang lebih baik, dengan octan number lebih baik." Nicke menegaskan, Program Langit Biru Tahap 2 ini merupakan kajian internal di Pertamina dan untuk implementasinya nantinya akan diusulkan kepada pemerintah, dan nantinya akan jadi kewenangan pemerintah untuk memutuskan.
-
Kapan Pertamina berhasil mengurangi penyalahgunaan BBM bersubsidi? Sejak implementasi exception signal ini pada tanggal 1 Agustus 2022 hingga 31 Desember 2023, Pertamina telah berhasil mengurangi risiko penyalahgunaan BBM bersubsidi senilai US$ 200 juta atau sekitar Rp 3,04 trilliun.
-
Mengapa Pertamina ingin meningkatkan kualitas BBM Subsidi? Pertamina pernah menjalankan Program Langit Biru dengan menaikkan (kadar oktan) BBM Subsidi dari RON 88 ke RON 90.
-
Di mana Pertamina menyalurkan Pertalite? Hingga saat ini kami masih menyalurkan Pertalite di semua wilayah sesuai dengan penugasan yang diberikan Pemerintah.
-
Apa yang sedang dilakukan Pertamina untuk menghemat anggaran di BBM dan LPG Subsidi? Bekerjasama dengan lintas instansi, upaya tersebut berhasil membantu Pertamina dapat melakukan penghematan sebesar 1,3 Juta kilo liter (KL) untuk Solar Subsidi dan 1,7 Juta KL untuk Pertalite.
-
Bagaimana cara Pertamina memastikan penyaluran BBM subsidi tepat sasaran? ia menambahkan, Pertamina Patra Niaga terus mendukung upaya pemerintah agar penyaluran BBM subsidi tepat sasaran. Dengan cara melakukan pendataan pengguna BBM Subsidi melalui pendaftaran QR Code pada laman www.subsiditepat.mypertamina.id.
"Kondisi tersebut telah terjadi sejak tahun lalu. Saat ini, Pertalite telah menjadi BBM andalan bagi mayoritas masyarakat Indonesia," tulis Kementerian ESDM dikutip, Selasa (21/6).
Masyarakat khawatir pembatasan ini menjadi langkah awal untuk penghilangan. Mengingat penghapusan subsidi BBM menjadi janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat kampanye di 2014.
"Saya kira empat tahun lah, subsidi BBM tadi empat tahun tapi berjenjang. Kurang kurang lalu hilang," ujarnya di sela-sela Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional, di Hotel Bidakara, Jakarta.
Presiden Jokowi menjelaskan kebijakan menghapus subsidi BBM, khususnya Premium, ini merupakan bentuk upaya pemerintah memperbaiki kesalahan masa lalu dengan mengalihkan subsidi BBM yang nilainya mencapai Rp 300 triliun per tahun.
Jokowi menyadari, pengalihan dana subsidi menimbulkan pertanyaan di masyarakat, apalagi hasil pengalihan subsidi tidak bisa dilihat secara instan. Masyarakat bertanya tanya dan ingin tahu ke mana uang ratusan triliun Rupiah ini dialihkan.
"Kita membuat keputusan yang sulit, memang pahit, ini pahit di depan tapi memang tidak boleh lama-lama. Kalau lama-lama, rakyat juga jadi berpikir duitnya ke mana?," kata Presiden Jokowi seperti dilansir dari situs resmi setkab di Jakarta.
Jokowi menyebut, kalau infrastruktur yang dibangun dengan anggaran pengalihan subsidi BBM sudah jadi, akan terbangun berbagai infrastruktur. Seperti rel kereta api, tol, pelabuhan, bandara, maka rakyat juga akan merasakan betapa perubahan itu akan kelihatan. "Nanti kalau barangnya nanti jadi, saya yakini kepercayaan kepada pemerintah akan jauh lebih dari hari ini. Saya yakini itu," tegas Jokowi.
Adapun, wacana pembatasan pembelian Pertalite kali ini lebih disebabkan oleh melonjaknya harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian crude price (ICP) yang bertahan di atas USD 100 per barel imbas perang Rusia dan Ukraina. Padahal dalam asumsi APBN 2022 harga ICP dipatok USD 63 per barel.
Presiden Jokowi mengatakan, saat ini, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tengah menganggung beban berat akibat melonjaknya anggaran subsidi untuk sektor energi di tengah tekanan geopolitik global yang tak kunjung menemui titik terang.
"Tapi subsidi dari APBN ini gede sekali, masalahnya adalah tahan kita sampai kapan kalau perangnya (Rusia-Ukraina) tidak rampung rampung," ujarnya di Rakernas V Projo.
Presiden Jokowi pun membandingkan harga BBM jenis pertalite di Indonesia dengan sejumlah negara lain. Dia mengklaim harga di Indonesia paling murah. "Pertalite ini kita tahan betul, agar tidak naik dan harganya di angka 7.650," kata Jokowi.
Presiden Jokowi melanjutkan, harga BBM di Jerman sudah Rp31.000, Singapura Rp32.000, Thailand Rp20.800, dan Amerika kurang lebih Rp18.000. Sedangkan Indonesia masih Rp7.650. "Ini yang harus kita syukuri, kita masih tahan dengan harga pertalite masih Rp7.650," ucapnya.
Pemerintah Dapati Banyak Mobil Mewah Konsumsi Pertalite
Selain lonjakan harga ICP, rencana pembatasan pembelian Pertalite disebabkan oleh banyaknya mobil mewah yang masih mengonsumsi BBM bersubsidi tersebut. Hal ini sebagaimana diungkapkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir.
Menteri Erick mengaku geram saat mengetahui masih adanya pelanggaran dalam penyaluran program Subsidi BBM. Di antaranya banyak mobil mewah yang masih mengonsumsi BBM jenis Pertalite atau RON 90.
Padahal, lanjut Menteri Erick, Pertalite merupakan jenis BBM yang disubsidi pemerintah untuk dipakai oleh masyarakat kelas bawah. Sementara, bagi masyarakat kelompok ekonomi mampu tersedia BBM jenis Pertamax yang tidak disubsidi oleh pemerintah.
"Itu pun di lapangan masih banyak mobil yang mestinya tidak boleh dengan Pertalite masih mengisi," kata Menteri Erick saat mengisi Kuliah Umum di Universitas Surabaya (Ubaya), Jawa Timur.
Pembelian Pertalite Akan Gunakan Aplikasi MyPertamina
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mendorong penggunaan aplikasi MyPertamina untuk pembelian BBM jenis Pertalite, dan Solar subsidi yang kabarnya bakal segera dibatasi.
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman menjelaskan, ke depan yang berhak mengisi solar subsidi dan Pertalite harus melakukan registrasi di aplikasi MyPertamina, yang selanjutnya akan diverifikasi oleh BPH Migas.
"Ya solar kan JBT (jenis BBM tertentu), pertalite Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) kemudian kuotanya sudah ditentukan masing-masing 15,1 juta kl dan 23,05 juta kl, sementara kita proyeksikan kebutuhan lebih dari itu," kata Saleh kepada Liputan6.com.
Sehingga penyaluran JBT dan JBKP harus tepat sasaran. Oleh sebab itu konsumen solar ini mesti tercatat atau registrasi dulu di MyPertamina, kemudian diverifikasi. Jika berhak maka bisa mendapatkan Solar.
Apabila telah disetujui, maka konsumen memiliki akses dan dapat membeli solar subsidi. Tentunya, agar petugas Pertamina tahu maka pembeli diimbau untuk menunjukkan bukti sudah akses MyPertamina dengan bukti seperti QR Code.
Namun, PT Pertamina (Persero) memastikan penerapan kebijakan pembelian BBM bersubsidi jenis Pertalite maupun Solar melalui aplikasi MyPertamina masih menunggu revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
"Yang saat ini kita tunggu adalah finalisasi terkait revisi Perpres 191/2014," kata Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting kepada Merdeka.com di Jakarta, Selasa (21/6).
Pun, apabila revisi Perpres itu telah terbit Pertamina tidak akan menerapkan secara langsung kebijakan pembelian BBM bersubsidi lewat aplikasi MyPertamina. Mengingat, diperlukannya waktu untuk kegiatan sosialisasi kepada masyarakat dan uji coba.
"Secara paralel, kita tetap akan lakukan sosialisasi dan uji coba," tandasnya.
(mdk/bim)