Menengok nasib pedagang di tengah ketidakpastian ekonomi & Rupiah terperosok
Terlepas dari itu semua, sejumlah pedagang ritel di Tanah Air mengeluhkan kondisi perekonomian saat ini. Mulai dari bahan baku yang sulit hingga Rupiah yang melemah hingga membuat mereka terpaksa menurunkan margin keuntungan.
Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) beberapa hari ini menjadi sorotan masyarakat. Sebab, nilai tukar sempat menyentuh level terburuk sejak 1998, yaitu di Rp 15.0000an per USD.
Namun demikian, pemerintah Jokowi-JK menegaskan bahwa fundamental ekonomi Indonesia sangat kuat dan kondisi saat ini berbeda dibanding saat krisis ekonomi 1998 silam. Cadangan devisa cukup tinggi, ekonomi tetap tumbuh dan inflasi sangat terjaga. Setidaknya itulah indikatornya.
-
Bagaimana Pejuang Rupiah bisa menghadapi tantangan ekonomi? "Tidak masalah jika kamu bekerja sampai punggungmu retak selama itu sepadan! Kerja keras terbayar dan selalu meninggalkan kesan abadi."
-
Bagaimana redenominasi rupiah dilakukan di Indonesia? Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.
-
Mengapa Redenominasi Rupiah sangat penting untuk Indonesia? Rupiah (IDR) termasuk dalam golongan mata uang dengan daya beli terendah. Hal ini semakin menunjukan urgensi pelaksanaan redenominasi rupiah di Indonesia.
-
Apa manfaat utama dari Redenominasi Rupiah untuk mata uang Indonesia? Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menyatakan manfaat utama dari redenominasi rupiah adalah untuk mempertahankan harkat dan martabat rupiah di antara mata uang negara lain.
-
Apa yang membuat Pejuang Rupiah istimewa? "Makin keras kamu bekerja untuk sesuatu, makin besar perasaanmu ketika kamu mencapainya."
-
Apa yang dijelaskan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengenai redenominasi rupiah? Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, implementasi redenominasi rupiah ini masih menunggu persetujuan dan pertimbangan berbagai hal.
Terlepas dari itu semua, sejumlah pedagang ritel di Tanah Air mengeluhkan kondisi perekonomian saat ini. Mulai dari bahan baku yang sulit hingga Rupiah yang melemah hingga membuat mereka terpaksa menurunkan margin keuntungan.
Merdeka.com mencoba merangkum nasib beberapa pedagang di tengah ketidakpastian ekonomi dan Rupiah terperosok saat ini.
Omzet anjlok
Pedagang pasar Tanah Abang sekaligus pemilik usaha garmen, Arnold mengeluhkan kelangkaan bahan baku untuk usahanya. Dia mengatakan, kelangkaan bahan baku sudah berjalan dua tahun ini. Jika bahan baku tersedia, harganya pun mahal.
"Sudah mau dua tahun ini. Kita kesulitan bahan baku. Mahal terus bahan bakunya tidak banyak. Kita juga kan gak bisa monopoli. Kalau dapat kita harus bagi-bagi dengan teman-teman (pengusaha garmen) yang lain," kata dia kepada Merdeka.com, di Jakarta, Selasa (11/9).
Dia mengakui kelangkaan bahan baku ini berdampak pada turunnya produksi dan kenaikan harga barang yang dijual di pasaran. Meski demikian, dia enggan merinci seberapa besar penurunan produksi dan kenaikan harga yang terjadi.
"Kan sudah hukumnya ya. Kalau barang itu berkurang, pasti harganya akan naik," jelas dia.
Hal inilah yang membuat omzet yang dia dapat tergerus secara signifikan. Saat ini, dia hanya bisa berharap agar kelangkaan bahan baku dapat segera teratasi.
"Kalau normal, bahan baku tersedia dan kita tidak susah untuk dapat bahan baku, sehari itu bisa dapat sekitar Rp 20 juta sampai Rp 30 juta," ujarnya.
"Sekarang sehari Rp 3 juta. Itu hari biasa ya. Kalau hari Senin dan Kamis, dari daerah banyak datang belanja, kita bisa dapat dua sampai tiga kali lipat," tandasnya.
Keuntungan tak naik di hari libur
Kompleks Pasar Tanah Abang tampak ramai pada hari libur peringatan Tahun Islam 1440 Hijriah hari ini, Selasa (11/9). Pantauan merdeka.com, cukup banyak pengunjung yang memadati sudut-sudut pasar.
Meskipun demikian, keramaian tersebut tidak berdampak signifikan pada pendapatan para pedagang yang berjualan di pasar yang terletak di wilayah Jakarta Pusat tersebut.
Salah seorang pedagang, Arnold, mengatakan sejak pagi jumlah pengunjung yang datang tidak jauh berbeda dengan hari-hari biasa.
"Kalau ramai atau tidak, hampir sama saja ya. Sekarang nggak bisa diprediksi," kata dia ketika ditemui Merdeka.com, di Blok A pasar Tanah Abang.
Hal ini berdampak pada jumlah pendapatan yang dia raup. Dia mengatakan tidak ada peningkatan pendapatan di hari libur Tahun Baru Islam ini. "Seperti hari-hari biasa saja. Sehari itu bisa Rp 3 juta," katanya.
Pedagang Pasar, kata dia, pada umumnya bisa mendapatkan pendapatan lebih di hari Senin dan Kamis. Sebab pada saat itu, banyak pedagang dari daerah yang datang membeli barang untuk dijual di daerah masing-masing.
"Hari pasar itu, yang ramai itu, hari Senin Kamis, umumnya mayoritas dua hari itu ramai. Hari Minggu dia dari sana, Senin dia belanja. Atau Rabu dia dari daerah, Kamis belanja supaya bisa kejar dijual pada hari Sabtu," tandas dia.
Naikkan harga jualan
Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat masih terus terjadi dalam beberapa hari belakangan. Pada perdagangan kemarin, Rupiah ditutup di angka Rp 14,857 per USD. Kondisi ini membuat harga barang elektronik menjadi mahal.
Salah satu pedagang elektronik di Pasar Glodok City, Londo Supardi mengatakan, pihaknya menaikkan harga laptop sampai Rp 300.000 per unit sebulan belakangan. Kenaikan ini karena Rupiah telah menyentuh batas yang ditoleransi yaitu Rp 14.500 per USD.
"Kami naikkan, karena tadinya kami bikin prediksi Dolar cuma sampai Rp 14.500. Itu masih bisa kami toleransi dengan untung sedikit yang penting barang laku," ujar Londo di Pasar Glodok, Jakarta Pusat, Selasa (11/9).
Londo mengatakan, sejak awal tahun pedagang sebenarnya telah memprediksi kenaikan nilai tukar Dolar terhadap Rupiah. Untuk itu, pedagang menaikkan harga jual Rp 150.000 per unit.
"Jadi awal tahun kalau misalnya mba sering ke sini, kita udah naikkan itu harganya. Kenapa? Karena kita tahu bakalan naik terus, kita buat batas sampai Rp 14.500 dengan harga naik Rp 150.000. Tapi beberapa minggu naik terus, baca berita bahkan sampai sentuh Rp 15.000, kan bisa lagi. Jadi harus naik lagi," katanya.
Kenaikan ini, kata Londo, mendapat respon negatif dari masyarakat. Tak jarang masyarakat yang tadinya sudah membuat kesepakatan untuk membeli kemudian mengurungkan niatnya sambil menunggu gejolak Rupiah berhenti.
"Ada tuh beberapa yang sudah deal mau beli. Cuma belum bayar dan belum ambil. Kita terangkan harga naik, dia malah membatalkan. Ada yang begitu tiga sampai empat pelanggan," katanya.
Pedagang elektronik lainnya khusus speaker sedang dan besar, Jhosua juga merasakan hal yang sama. Barang dagangannya yang mayoritas impor juga terdampak dari pelemahan Rupiah.
"Naik jelas, tapi kan ini kebutuhan ya. Karena pasar kita untuk acara-acara tertentu. Mereka tetap beli. Tadinya sebelum Dolar Rp 14.800 kita korbanin untung untuk mempertahankan pelanggan. Sekarang sudah susah," kata Jhosua.
Jhosua mengatakan, untuk speaker sedang pihaknya menaikkan harga hingga 5 persen. "Mau tidak mau kita naikkan 5 persen untuk yang sedang. Kalau besar yaitu naik Rp 300.000 sampai Rp 400.000 tergantung spesifikasinya," paparnya.
Margin keuntungan anjok
Pedagang elektronik Pasar Glodok, Kevin mengatakan, kenaikan Dolar hingga Rp 14.800 per USD memang diluar prediksi. Pihaknya pun melakukan segala cara agar tetap dapat menjalankan usaha.
"Sempat heran ya, kok bisa sampai Rp 14.800 an. Bingung saja gitu, kita kan jualan barang banyak dari luar ya. Sempat mikir saja, harus gimana," ujarnya di Pasar Glodok, Jakarta, Selasa (11/9).
Salah satu cara yang dilakukan pedagang agar tidak gulung tikar adalah menurunkan margin keuntungan dari penjualan. Keuntungan yang diturunkan berkisar antara Rp 50.000 sampai Rp 100.000 per unit.
"Ada beberapa yang kita turunkan keuntungannya. Ada yang Rp 50.000 ada yang Rp 100.000. Jadi kalau ditawar terlalu dalam, kita jelaskan kita cuma ambil untung sedikit," jelasnya.
Selain mengurangi margin keuntungan, pedagang juga mengurangi barang yang dibeli dari distributor. Untuk sementara, penjualan hanya mengandalkan barang yang masih ada.
"Kita tahan ambil barang dari distributor. Karena sudah pasti ambil sekarang mahal, dia pasti pakai kurs sekarang. Paling kalau ada yang pesan, mau barang type ini ya kita ambil. Tapi harganya kita kasih tau dulu. Biar kita nggak rugi," kata Kevin.
Kevin berharap pelemahan Rupiah bisa segera diatasi oleh pemerintah. Hal ini demi menjaga kelangsungan bisnis para pedagang. "Harapannya Rupiah kuat lagi. Biar kita jualan enak. Kita juga enggak punya modal besar kalau harus beli barang posisi kursnya mahal," tandasnya.
(mdk/idr)