Mengukur Dampak Ekonomi dari Pelarangan Mudik di Lebaran 2021
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan menilai, keputusan pemerintah untuk melarang mudik Lebaran tahun ini sudah tepat. Menyusul masih berlangsungnya pandemi Covid-19 di Tanah Air.
Pemerintah Jokowi akhirnya melarang masyarakat untuk melakukan mudik di Lebaran tahun 2021 ini. Langkah ini diambil untuk memutus mata rantai penularan virus corona yang masih menggerogoti Indonesia.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan menilai, keputusan pemerintah untuk melarang mudik Lebaran tahun ini sudah tepat. Menyusul masih berlangsungnya pandemi Covid-19 di Tanah Air.
-
Kapan puncak arus mudik diperkirakan terjadi? "Kemudian dari data yang kami dapatkan sampai sejauh ini puncak arus mudik diperkirakan akan terjadi pada H-4 Lebaran, ada sekitar 125 ribu penumpang kereta api saat ini yang sudah membeli di H-4 tersebut," katanya seperti dilansir dari Antara.
-
Kapan Gunawan tertinggal rombongan mudik? Di tengah perjalanan, Senin (8/4) sekira pukul 02.00 WIB saat sopir istirahat, ia pergi ke toilet. Namun saat kembali, mobil yang ditumpanginya sudah pergi.
-
Mengapa arus mudik di Pelabuhan Merak mengalami peningkatan? Lisye menyebut pemudik yang meninggalkan Jabodetabek mengarah ke Merak telah mengalami peningkatan sebesar 2,35% dari lalin normal.
-
Kenapa Gunawan tertinggal rombongan saat mudik? Gunawan (55) itu hendak mudik ke Tangerang dari Ciamis bersama keluarganya menggunakan mobil. Di tengah perjalanan, Senin (8/4) sekira pukul 02.00 WIB saat sopir istirahat, ia pergi ke toilet. Namun saat kembali, mobil yang ditumpanginya sudah pergi.
-
Kapan biasanya orang-orang mudik? Mudik merupakan tradisi pulang kampung yang biasa dilakukan masyarakat Indonesia menjelang Hari Lebaran.
"Memang kita tidak punya pilihan banyak mengenai libur (Lebaran) ini," ungkap dia dalam acara Virtual Press Conference Investment Forum Rethingking and Reinventing Bali Post Covid-19, Jumat (26/3).
Menko Luhut mengungkapkan, pelaksanaan libur termasuk perayaan momen keagamaan sendiri kerap menyumbang kenaikan angka positif Covid-19. Bahkan, tren ini pula jamak terjadi di sejumlah negara.
"Kita lihat pengalaman di Eropa, India begitu dibuka langsung naik (angka positif) 30 persen," bebernya.
Pengamat Transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata (UNIKA) Semarang, Djoko Setijowarno menyarankan pemerintah untuk menerbitkan aturan setingkat Peraturan Presiden (Perpres) dalam pelarangan mudik Lebaran 2021. Aturan setingkat Perpres dibutuhkan agar pelarangan berjalan efektif.
"Supaya berjalan efektif kebijakan pelarangan mudik Lebaran tahun 2021, sebaiknya pemerintah dapat menerbitkan Peraturan Presiden. Harapannya semua instansi kementerian dan lembaga yang terkait dapat bekerja maksimal," kata Djoko kepada Liputan6.com, Minggu (28/3).
Djoko menyoroti penyelenggaraan larangan mudik Lebaran tahun 2020 secara nasional yang hanya berdasar Peraturan Menteri Perhubungan dan untuk lingkup DKI Jakarta ada Peraturan Gubernur.
Kata Djoko, Polri jelas tidak mau dipaksa kerja keras, apalagi tidak ada dukungan dana tambahan dari instansi terkait.
"Oleh sebab itu, terbitkan Peraturan Presiden tentang Pelarangan Mudik Lebaran Tahun 2021. Supaya ada anggaran khusus bagi Polri dalam melaksanakan pelarangan Mudik Lebaran 2021 dapat bekerja maksimal,” ujarnya.
Dia menekankan, hal tersebut sangat strategis karena dampaknya terkait kepercayaan dan keberhasilan program penanganan covid.
"Semestinya presiden dapat turun langsung ikut menangani dan memantau. Kalau tidak ada perintah presiden langsung disangsikan, apakah Polri mau bekerja maksimal di lapangan. Pemerintah harus lebih cerdas dan bijak dalam implementasi larangan mudik lebaran," tegasnya.
Terlepas bagaimana nanti mekanisme pelarangan mudik, kali ini merdeka.com mencoba merangkum dampak pelarangan mudik ke sektor ekonomi. Berikut rangkumannya:
Penurunan Uang Beredar
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Econimc and Finance (Indef) menilai larangan mudik pada momentum Idul Fitri 2021 tidak akan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Terjadi penurunan terhadap uang yang beredar iya, tapi seberapa besar pengaruhnya ke ekonomi mungkin relatif kecil karena putaran uang tetap ada,” kata Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad dikutip dari Antara, Senin (29/3).
Indef mencatat tambahan uang yang beredar selama 2 minggu masa Lebaran 2020 mencapai Rp114 triliun. Perputaran uang tersebut diprediksinya masih akan terjadi pada momentum Lebaran 2021, meski jumlahnya tak sebesar tahun lalu jika implementasi larangan mudik lebih diperketat.
"Ada mudik yang level lokal, bersilaturahmi di kota terdekat antarkota di Jabodetabek, itu yang membuat uang berputar. Meskipun tidak ke tempat pariwisata, melainkan terjadi pada transfer sosial dari anak ke orang tua maupun ke kerabat," ungkapnya.
Kendati demikian, dia menyebutkan ada empat sektor yang akan terdampak dari larangan mudik Lebaran 2021, yakni sektor transportasi, hotel dan restoran, makanan dan minuman, dan sektor sandang.
"Kalau kita lihat grafik indeks penjualan riil BI (Bank Indonesia) yang paling rendah itu sandang, otomatis kalau mudik dilarang penurunannya akan lebih rendah lagi," ujar dia.
Konsumsi Tetap Tumbuh
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet memperkirakan konsumsi rumah tangga kuartal II tahun ini akan tetap tumbuh meskipun Mudik Lebaran 2021 dilarang.
Yusuf menyatakan konsumsi akan tetap tumbuh karena stimulus pemerintah melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun ini memiliki anggaran lebih besar dari 2020 yaitu Rp695,2 triliun menjadi Rp699,43 triliun.
"Peluang konsumsi rumah tangga untuk tumbuh dan menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup besar karena anggaran PEN tahun ini meningkat lebih besar dibandingkan tahun lalu," katanya.
Yusuf menjelaskan program-program dalam PEN tahun ini yang lebih beragam juga semakin mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga sehingga tetap berkontribusi besar terhadap ekonomi nasional.
"Di tahun ini dalam PEN juga sudah lebih beragam dan terbukti sudah lebih efektif dalam mendorong konsumsi rumah tangga," ujarnya.
Dia menuturkan konsumsi rumah tangga triwulan II tahun lalu anjlok karena masa-masa Lebaran berada saat pandemi Covid-19 masih berada di periode awal sehingga program PEN juga belum tersalurkan dengan baik.
Sementara itu, Yusuf mengatakan Lebaran Idul Fitri tahun ini sedang berada dalam fase angka kasus Covid-19 yang cenderung pada tren perlambatan sehingga akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan konsumsi.
"Jika tren ini bisa dijaga saya kira akan berdampak pada aktifitas konsumsi masyarakat khususnya kelas menengah atas," katanya.
Menurutnya, penurunan angka kasus Covid-19 akan mendorong masyarakat kelas menengah dan atas untuk lebih leluasa melakukan aktifitas konsumsi sehingga perekonomian mampu tumbuh lebih baik.
"Kelas ini penting dalam mendorong konsumsi rumah tangga karena proporsi dalam konsumsi rumah tangga mencapai sekitar 80 persen terhadap total konsumsi rumah tangga," jelas Yusuf.
Rugikan Pengusaha
Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani menyebut, kebijakan pemerintah melarang mudik Lebaran 2021 akan sangat merugikan. Terlebih, tidak ada kepastian jelas dari pemerintah mengenai kebijakan tersebut.
"Dari sisi ekonomi, kebijakan ini cenderung merugikan dan tidak memberikan kepastian aturan dari pemerintah," kata dia saat dihubungi merdeka.com Jumat (26/3).
Dari sisi pengusaha, tentunya Ajib menginginkan agar ada kelonggaran kebijakan dari pemerintah terkait mudik Lebaran 2021. Sebab, Lebaran menjadi momentum yang pas, terlebih perputaran uang di daerah semakin deras.
"Agar terjadi perputaran orang dan uang, mudik menjadi salah satu momentum yang bagus," kata dia.
Meski demikian, dirinya memaklumi, ketika pemerintah sedang melakukan percepatan untuk vaksinasi dan pembentukan herd immunity, harus ada pola yang terkontrol agar laju pandemi terus turun. Namun pengusaha juga tetap berharap ada jalan tengah. Misalnya mudik tetap diperbolehkan dengan protokol kesehatan yang diperketat dan wajib swab antigen.
"Sehingga masyarakat bisa memilih untuk menjalankan aktivitas mudik, di sisi lain, ada kontrol terhadap sisi kesehatan," tandasnya.
(mdk/idr)