Mengungkap Tujuan Pemerintah Berani Beri Subsidi Kendaraan Listrik
Djoko menuturkan, program insentif kendaraan listrik ini memang tidak memiliki aturan atau kewajiban bagi pembeli melepas kepemilikan kendaraan berbahan bakar minyak yang mereka miliki. Sehingga dikhawatirkan program ini memicu memperparah kemacetan yang ada di kota-kota besar.
Pemerintah telah memberikan insentif atau subsidi kendaraan listrik yang berlaku mulai 20 Maret 2023. Kebijakan ini diambil untuk mendorong percepatan penjualan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) di Indonesia.
Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menilai tujuan pemerintah memberikan insentif sepertinya lebih untuk menolong industri sepeda motor dan mobil listrik yang sudah telanjur berinvestasi dan berproduksi. Namun sayangnya pangsa pasarnya masih sangat kecil, sehingga perlu diberikan insentif.
-
Apa yang memengaruhi penggunaan energi mobil listrik? Namun, ada beberapa faktor yang memengaruhi konsumsi energi mobil listrik yang perlu dipahami agar jangkauan dan kinerjanya dapat dioptimalkan.
-
Apa yang dimaksud dengan energi listrik? Energi listrik adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh pergerakan partikel bermuatan, khususnya elektron, melalui suatu penghantar atau rangkaian tertutup.
-
Apa yang memengaruhi jarak tempuh mobil listrik? Menurut informasi resmi dari Hyundai Gowa, ada beberapa faktor yang memengaruhi jarak tempuh kendaraan listrik. Faktor-faktor tersebut mencakup kebiasaan berkendara, penggunaan daya tambahan, kondisi saat berkendara, serta status energi pada baterai.
-
Apa itu motor listrik? Motor listrik, yang sering disebut sebagai "molis", adalah jenis kendaraan bermotor yang menggunakan energi listrik untuk menggerakkan komponennya.
-
Bagaimana motor listrik bekerja? Cara kerja motor listrik terbilang sederhana, di mana ia mengkonversi energi listrik menjadi energi mekanik, memungkinkan motor untuk bergerak seperti motor berbahan bakar konvensional.
-
Kenapa pemerintah mendorong penggunaan kendaraan listrik? Hal tersebut guna menekan penggunaan bahan bakar fosil, mengurangi emisi karbon, dan mendorong transformasi industri serta mendorong ketahanan energi nasional.
"Sepertinya lebih untuk menolong industri sepeda motor dan mobil listrik yang sudah telanjur berinvestasi dan berproduksi, tetapi pangsa pasarnya masih sangat kecil, sehingga perlu diberikan insentif," kata Djoko di Jakarta, Minggu (28/5).
Djoko menuturkan, program insentif kendaraan listrik ini memang tidak memiliki aturan atau kewajiban bagi pembeli melepas kepemilikan kendaraan berbahan bakar minyak yang mereka miliki. Sehingga dikhawatirkan program ini memicu memperparah kemacetan yang ada di kota-kota besar.
"Insentif itu jangan sampai akhirnya justru dinikmati orang yang tidak berhak atau orang kaya serta memicu kemacetan di perkotaan," kata dia.
Selain akan menambah kemacetan, insentif dan subsidi pembelian kendaraan listrik memicu kesemrawutan lalu lintas. Termasuk menyumbang jumlah kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat.
"Yang dikhawatirkan terjadi adalah makin bertambahnya kendaraan pribadi yang berjejal di jalan, sedangkan pihak yang akan diuntungkan dari program ini hanya kalangan produsen kendaraan listrik," kata dia.
Sehingga harapan program ini bisa mengurangi konsumsi BBM dan menekan emisi karbon berpotensi jauh panggang dari api. Sebaliknya, yang justru terjadi malah penambahan konsumsi energi dan makin bertambahnya kendaraan pribadi yang berjejal di jalan. Sedangkan pihak yang akan diuntungkan dari program ini hanya kalangan produsen kendaraan listrik.
Seharusnya, kata Djoko Pemerintah Pusat harus belajar dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Asmar, Papua Selatan. Sejak tahun 2007 masyarakat Kota Agats, sudah menggunakan kendaraan listrik.
"Kesulitan mendapatkan BBM menjadikan masyarakatnya mayoritas memakai sepeda motor listrik. Ojek listrik sudah lebih dulu ada di Asmat daripada di Jakarta," tuturnya.
Maka dari itu, Djoko menilai insentif sepeda motor listrik diprioritaskan untuk daerah terluar, tertinggal, terdepan dan pedalaman (3TP) yang kebanyakan berada di luar Jawa. Di daerah 3TP umumnya jumlah sepeda motor masih sedikit, pasokan BBM juga masih sulit dan minim sehingga harga BBM cenderung mahal.
"Sementara energi listrik masih bisa didapatkan dengan lebih murah dan diupayakan dari energi baru," kata dia.
(mdk/idr)