Meski Surplus, Neraca Perdagangan di Mei Belum Optimal
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, meski neraca perdagangan pada Mei mengalami surplus dan memberi sinyal positif terhadap kondisi perekonomian dalam negeri, namun ini belum cukup optimal. Sebab, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, kinerja ekspor Indonesia cenderung masih lebih rendah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2019 mengalami surplus sebesar USD 0,21 miliar. Realisasi ini membaik dari posisi neraca perdagangan April 2019 yang defisit sebesar USD 2,5 miliar atau terparah sepanjang sejarah.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, meski neraca perdagangan pada Mei mengalami surplus dan memberi sinyal positif terhadap kondisi perekonomian dalam negeri, namun ini belum cukup optimal. Sebab, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, kinerja ekspor Indonesia cenderung masih lebih rendah.
-
Kapan BPS dibentuk? Sejarah BPS dimulai pada tahun 1960, ketika Biro Pusat Statistik didirikan.
-
Apa yang dihapus dari BPJS? Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menjawab pertanyaan publik terkait naiknya iuran ketika Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) berlaku.
-
Apa tugas utama dari BPS? Tugas BPS adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang statistik sesuai peraturan perundang-undangan.
-
Kenapa ekspor telur ke Singapura bisa menjadi bukti keberhasilan Indonesia di pasar dunia? Singapura menjadi salah satu negara dengan standar mutu dan keamanan pangan yang tinggi, sehingga ekspor ini menjadi salah satu keberhasilan Indonesia di pasar dunia.
-
Bagaimana BRI membantu Gravfarm dalam memperluas pasar ekspor? BRI terus memberikan dukungan bagi UMKM binaannya untuk dapat “go ekspor”. Dukungan nyata tersebut diberikan melalui partisipasi UMKM binaan BRI dalam tradefair ataupun eksibisi yang dapat membantu perluasan pasar ekspor untuk pelaku usaha.
"Surplus ini harusnya dibicarakan posisi ideal bahwa untuk memperbaiki neraca perdagangan harus meningkatan ekspor dan mengendalikan impor. Harusnya kalau ideal ekspor naik impor turun," ujar Suhariyanto di Kantornya, Jakarta, Senin (24/6).
Berdasarkan data BPS menunjukkan sepanjang Januari hingga Mei 2019 nilai ekspor Indonesia sebesar USD 68,46 miliar atau menurun 8,61 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sementara untuk impor, secara kumulatif dari Januari hingga Mei 2019 tercatat sebesar USD 70,60 juta atau turun 9,23 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dia menambahkan upaya pemerintah untuk menggenjot ekspor sendiri masih terganjal beberapa faktor eksternal seperti perang dagang serta harga komoditas yang fluktuatif dan cenderung menurun.
"Tadi seperti saya bilang upaya menggenjot ekspor tantangannya luar biasa. Jika negara-negara utama seperti China dan Singapura permintaan mereka lemah tentu berpengaruh (terhadap total nilai ekspor)," ujar Suhariyanto.
Sementara di satu sisi harga komoditas ekspor utama Indonesia seperti minyak kelapa sawit (crude palm oil) dan batu bara mengalami penurunan harga meski volume barang yang diekspor meningkat. Untuk minyak kelapa sawit, nilai total ekspor mengalami penurunan sebesar 17,87 persen selama periode Januari hingga Mei 2019.
Hal serupa terjadi juga untuk batu bara dengan volume ekspor yang meningkat namun harganya anjlok 21 persen sejak awal tahun. "Berbeda situasi dengan karet yang mengalami penurunan volume ekspor 11,17 persen sementara harganya naik 4,12 persen," katanya.
"Dengan adanya pergerakan ekspor dari 10 komoditas utama diharapkan bisa mendeteksi lebih baik barang atau komoditas utama mana yang perlu mendapat perhatian," Tutup Suhariyanto.
Baca juga:
Menko Darmin Soal Neraca Perdagangan Mei Surplus: Perkembangan yang Baik
Neraca Perdagangan Mei 2019 Surplus USD 0,21 Miliar
Jokowi Bertemu Pengurus Kadin-Hipmi: Saya Minta Masukan, Tapi Jangan Banyak-banyak
Neraca Dagang Mei Diprediksi Defisit, Ini Penyebabnya
Langkah Pemerintah Jokowi Perbaiki Defisit Neraca Perdagangan Migas
Kata Jokowi soal Defisit Neraca Perdagangan RI Terparah Sepanjang Sejarah