Nilai Tukar Rupiah Kembali Jatuh ke Level Rp16.337 per USD
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim, mengatakan pelemahan nilai tukar hari ini disebabkan oleh pernyataan IMF pada pekan lalu. Di mana, IMF menyatakan pandemi Virus Corona berubah menjadi krisis ekonomi global.
Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) kembali melemah di perdagangan hari ini, Senin (30/3). Sore ini, Rupiah tercatat ditutup di level Rp16.337 per USD atau melemah dibanding penutupan perdagangan sebelumnya yang berada di Rp16.170 per USD.
Mengutip data Bloomberg, tadi pagi Rupiah padahal sempat menguat di level Rp16.155 per USD. Namun, mulai siang hari Rupiah terus bergerak melemah.
-
Bagaimana Pejuang Rupiah bisa menghadapi tantangan ekonomi? "Tidak masalah jika kamu bekerja sampai punggungmu retak selama itu sepadan! Kerja keras terbayar dan selalu meninggalkan kesan abadi."
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Bagaimana virus Covid-19 pertama kali masuk ke Indonesia? Kasus ini terungkap setelah NT melakukan kontak dekat dengan warga negara Jepang yang juga positif Covid-19 saat diperiksa di Malaysia pada malam Valentine, 14 Februari 2020.
-
Bagaimana redenominasi rupiah dilakukan di Indonesia? Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.
-
Mengapa Redenominasi Rupiah sangat penting untuk Indonesia? Rupiah (IDR) termasuk dalam golongan mata uang dengan daya beli terendah. Hal ini semakin menunjukan urgensi pelaksanaan redenominasi rupiah di Indonesia.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim, mengatakan pelemahan nilai tukar hari ini disebabkan oleh pernyataan IMF pada pekan lalu. Di mana, IMF menyatakan pandemi Virus Corona berubah menjadi krisis ekonomi global.
"Soal Rupiah yang melemah, wajar sekali karena hampir semua negara secara global baik investor setelah mendapat informasi dari IMF bahwa Covid-19 akan menyebabkan krisis ekonomi global," ujarnya kepada merdeka.com, Jakarta, Senin (30/3).
Ibrahim mengatakan, pernyataan tersebut telah memunculkan kepanikan bagi pasar keuangan. Terlebih lagi pasar mengamati bahwa dampak penyebaran pandemi saat ini masih akan berlangsung untuk jangka yang cukup lama.
"Pelaku pasar kembali panik dan menganggap Virus Corona adalah periode ketidakpastian yang kemungkinan besar akan terus berkembang. Jadi ketidakpastian yang berkepanjangan," jelasnya.
Pernyataan IMF
Ketua Komite Moneter dan Keuangan Internasional Lesetja Kganyago dan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva menyatakan ekonomi dan keuangan global saat ini mengalami krisis karena pandemi Virus Corona (Covid-19). Virus yang berasal dari Wuhan, China tersebut telah mewabah hampir ke seluruh negara.
"Kita berada dalam situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya di mana pandemi kesehatan global telah berubah menjadi krisis ekonomi dan keuangan," demikian dikutip dari siaran pers IMF, Jakarta, ditulis Sabtu (28/3).
Dengan adanya penghentian mendadak dalam kegiatan ekonomi, output global akan berkontraksi pada 2020. Negara-negara anggota telah mengambil tindakan luar biasa untuk menyelamatkan nyawa dan melindungi kegiatan ekonomi.
"Tetapi dibutuhkan lebih banyak. Prioritas harus diberikan pada dukungan fiskal yang ditargetkan untuk rumah tangga dan bisnis yang rentan untuk mempercepat dan memperkuat pemulihan pada tahun 2021," lanjutnya.
Meskipun dampak kesehatan terbesar adalah di negara maju, pasar negara berkembang dan negara berkembang, terutama negara berpenghasilan rendah, akan sangat terpukul oleh kombinasi dari krisis kesehatan, pembalikan tiba-tiba aliran modal dan bagi sebagian orang, penurunan tajam dalam harga komoditas.
Banyak dari negara-negara ini membutuhkan bantuan untuk memperkuat respons krisis mereka dan memulihkan pekerjaan dan pertumbuhan, mengingat kekurangan likuiditas valuta asing di ekonomi pasar berkembang dan beban utang yang tinggi di banyak negara berpenghasilan rendah.
(mdk/idr)