OJK tarik iuran, perbankan pilih pengawasan kembali ke BI
OJK resmi memberlakukan pungutan sebesar 0,03 persen sampai 0,06 persen dari aset.
Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) resmi memberlakukan pungutan sebesar 0,03 persen sampai 0,06 persen bagi industri jasa keuangan baik pasar modal, perbankan dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB). Besaran pungutan ini diambil dari aset. Nantinya pungutan ini dimulai diberlakukan pada 1 Maret 2014.
Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit Pramono berpendapat lebih baik industri keuangan kembali diawasi oleh Bank Indonesia (BI). Sebab, saat masih diawasi BI, industri tidak dipungut iuran apapun.
"Memang beberapa menyatakan keberatan, kalau disuruh memilih mengatakan saat diatur dan diawasi dengan tidak membayar (zaman BI). Dengan diatur dan diawasi dengan membayar (zaman OJK) ini tentu kami pilih yang BI kan," ujarnya saat acara 'Bagaimana Indonesia Mampu Selamat Dari Krisis Ekonomi 2008', di Ibis Budget Hotel, Jakarta, Jumat (21/2).
Menurutnya, pungutan tersebut secara tidak langsung membebani nasabah dari bank itu sendiri. Pasalnya, perbankan mau tidak mau akan meningkatkan biaya dana sehingga ikut menyeret suku bunga kredit.
"Tapi bank ini adalah usaha bisnis, dia pasti akan mentransformasi beban ini menjadi beban konsumen atau nasabah, yang akhirnya beban pada masyarakat," jelas dia.
Lebih lanjut, pihaknya pernah menyampaikan beberapa alternatifnya pungutan terhadap industri perbankan. Namun, kebijakan OJK tersebut sudah peraturan presiden.
"Tapikan ini UU dan kita harus patuh, tapi kita akan ikuti cuma kami mengingatkan saja, pada akhirnya memang yang pertama kali kita dipungut itu menjadi beban," ungkapnya.