Optimalkan Bonus Demografi, Jokowi Tak Ingin Pemuda Jadi Beban Negara
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyoroti struktur demografi Indonesia ke depan yang akan didominasi generasi muda. RI 1 menyebut, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai sekitar 280 juta jiwa pada 2023, di mana jumlah pemuda untuk usia 15-30 tahun di atas 66,3 juta jiwa.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menyoroti struktur demografi Indonesia ke depan yang akan didominasi generasi muda. RI 1 menyebut, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai sekitar 280 juta jiwa pada 2023, di mana jumlah pemuda untuk usia 15-30 tahun di atas 66,3 juta jiwa.
Jokowi ingin bonus demografi tersebut bisa dimanfaatkan Indonesia untuk jadi negara maju. Bukan sebaliknya, di mana generasi muda justru jadi beban negara.
-
Apa itu ageotype? Ilmuwan menyebutnya 'ageotype'. Mengetahui ageotype seseorang dapat memberikan informasi berharga untuk menjalani kehidupan yang lebih panjang dan sehat.
-
Apa yang membuat orang tua milenial lebih menghargai pengasuhan positif? Gerson menjelaskan bahwa orang tua saat ini lebih cenderung memperkuat perilaku positif daripada menghukum perilaku negatif.
-
Kenapa bayi lebih rentan terhadap kedinginan dibanding orang dewasa? Menurut Mayo Clinic, bayi bisa kehilangan panas tubuh dari sejumlah bagian yang tidak terlindungi seperti kepala, tangan, atau kaki.
-
Siapa yang terlihat semakin dewasa dan matang lewat hubungan dengan pacarnya? Lewat hubungan ini, Awkarin terlihat semakin dewasa dan matang.
-
Berapa usia fosil bayi manusia purba yang ditemukan? Fosil Bayi Manusia Purba Berusia 45.000 Tahun Ditemukan dalam Gua
-
Siapa yang terlihat dewasa dalam pemotretan ini? Sorotan tertuju pada Mikhayla, putri Nia Ramadhani, yang tampil begitu dewasa. Makeup dan gamis yang dikenakannya membuatnya terlihat layaknya seorang wanita dewasa, mencerminkan kecantikan yang diwarisi dari ibunya.
"Oleh sebab itu, ke depan yang namanya pemuda ini sangat-sangat penting sekali bagi negara kita. Karena bonus demografi yang kita dapatkan jangan sampai menjadi beban, tetapi mestinya jadi modal kita untuk melompat maju," ujarnya dalam Muktamar Pemuda Muhammadiyah yang disiarkan virtual, Rabu (22/2).
"Kalau bonus demografi betul-betul tidak kita garap secara baik, ini akan menjadi beban kita semua. Oleh sebab itu, pembangunan SDM menjadi sesuatu yang sangat penting," tegas Jokowi.
Jokowi tak ingin Indonesia seperti kebanyakan negara Amerika Latin, yang terjebak sebagai negara berkembang sejak berpuluh-puluh tahun lalu. "Ada negara lain di Amerika Latin dari tahun 50-an, tahun 60an sudah jadi negara berkembang. Tapi sampai sekarang juga tetap jadi negara berkembang," ungkapnya.
Setelah dilihat sebabnya, sumber daya manusia (SDM) di sana terlalu nyaman dengan kekayaan alam miliknya, namun lupa untuk meningkatkan kompetensi. Hasilnya, mereka justru dimanfaatkan negara-negara Asia Timur seperti Korea Selatan dan Taiwan.
Sehingga, Jokowi tak ingin Indonesia terus terjebak dalam lingkaran negara berkembang, serta mau mencontoh apa yang dilakukan Korea Selatan dan Taiwan yang bisa menyulap bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau jadi.
"Kita tidak mau seperti itu. Kita sekarang negara berkembang, tapi keinginan jadi negara maju itu harus dengan cara apa pun, harus," desak Jokowi.
"Kenapa Taiwan dan Korea Selatan bisa melompat menjadi negara maju, karena memiliki produk yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan besar. Korea memiliki yang namanya digital component yang semua membutuhkan itu. Taiwan memproduksi chip yang semua negara besar membutuhkan, dan tergantung pada mereka," tuturnya.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Bonus Demografi adalah Melimpahnya Usia Produktif, Ini Penjelasan Lengkapnya
Cara Agar Indonesia Terhindar dari Bencana Demografi: Meningkatkan Jumlah Pengusaha
Kapolri Ingatkan Bonus Demografi Bangsa Indonesia Bisa Jadi Bencana
Bappenas Soal Bonus Demografi Meningkat Pesat: Harus Dimanfaatkan
Bonus Demografi Jadi Pasar Menguntungkan BUMN
Erick Thohir Tak Ingin Indonesia Lakukan Kesalahan Seperti Amerika Latin, Soal Apa?