Pemerintah Akui Indonesia Sulit Lepas dari Pembangkit Listrik Batu Bara
Ketersediaan batu bara yang melimpah menjadikan komoditas ini sebagai penggerak perekonomian nasional.
Ketersediaan batu bara yang melimpah menjadikan komoditas ini sebagai penggerak perekonomian nasional.
- Kebijakan Bahlil Bikin Indonesia Makin Susah Tinggalkan Batu Bara, Begini Penjelasannya
- Indonesia Dapat Utang Rp7,5 Triliun dari ADB, Ternyata Dananya untuk Ini
- Pemerintah Tawarkan China Investasi Penglolaan Batubara di Indonesia, Mau Bikin Apa?
- Kunjungi Fasilitas Pengolahan Sampah Jadi Bahan Bakar Pertama di Indonesia, Jokowi: Bisa Ganti Batu Bara 60 Ton per Hari
Pemerintah Akui Indonesia Sulit Lepas dari Pembangkit Listrik Batu Bara
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Kementerian Keuangan, Boby Wahyu Hernawan, mengungkap kesulitan pemerintah untuk memensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
Boby mencatat, saat ini, pemanfaatan PLTU baru bara di Indonesia mencapai sekitar 60 persen.
"Salah satu sumber energi Indonesia tentunya coal (batu bara) tadi, tidak bisa dipungkiri dan ini coal kita adalah kurang lebih 60 persen dari sumber energi nasional," kata Boby dalam acara Media Gathering di kawasan Puncak Bogor, Jawa Barat, Kamis (30/5).
Anak buah Sri Mulyani ini menyebut tingginya pemanfaatan PLTU di Indonesia lantaran melimpahnya sumber daya batu bara di Indonesia.
Hal ini mengakibatkan batu bara masih menjadi penggerak perekonomian negara.
"Dan saat ini Indonesia berkelimpahan atas sumber daya alam itu, kemudian juga harganya sudah cukup efisien, cukup murah," kata Boby.
Selain itu, harga batu bara juga lebih murah dibandingkan dengan sumber energi ramah lingkungan. Keterjangkauan harga ini membuat batu bara masih menjadi pilihan utama pelaku industri dalam menjalankan bisnisnya.
"Suka atau tidak suka? Tapi inilah pertumbuhan ekonomi Indonesia salah satunya dari sumber energi yang cukup murah," bebernya.
Meski begitu, pemerintah terus berupaya untuk mendorong pemanfaatan energi bersih yang lebih ramah lingkungan.
Transisi energi ini merupakan upaya pemerintah dalam mendukung Visi Indonesia Emas 2045 mendatang.
"Kita juga harus sampaikan bahwa Indonesia ini ingin menjadi negara maju 2045 atau lebih cepat. Salah satunya kita harus tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi dengan punya sumber energi yang cukup murah dari coal. Tapi kita tetap berkomitmen terhadap agenda perubahan iklim," tandasnya.
Sebelumnya, pemerintah terus berupaya mempercepat transisi energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia untuk mencapai target target nol persen emisi atau net zero emission di 2060. Antara lain dengan secara bertahap melakukan pensiun dini (early retirement) terhadap PLTU batubara.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Nathan Kacaribu menyatakan, umur operasi PLTU berbasis batubara di Indonesia berakhir pada 2056 mendatang. Hal itu sesuai dengan arah kebijakan pemerintah terkait percepatan transisi EBT domestik.
"Jadi, itu adalah skenario di mana kita tidak akan membangun PLTU baru. Menurut umur yang sudah ada di pipe line, 2056 itu tidak ada PLTU batubara," katanya dalam Seminar on Strategic Issue in G20: Exit Strategy and Scarring Effect di Jakarta, Kamis (17/2).
Saat ini, lanjut Febrio, pemerintah terus berupaya melakukan pembangunan infrastruktur pembangkit listrik EBT. Tujuannya, untuk memastikan stok dan permintaan terjaga untuk menekan biaya energi bersih.