Pemerintah Fokus ke Hal Ini Demi Putus Rantai Perbudakan Nelayan
Para nelayan diiming-iming gaji besar dibandingkan fokus terhadap keterampilan melaut.
Para nelayan diiming-iming gaji besar dibandingkan fokus terhadap keterampilan melaut.
- Pemerintah Siapkan Aturan Potong Gaji Pegawai untuk Dana Pensiun Wajib, Berapa Iurannya?
- Pemerintah Matangkan Skenario Pemindahan PNS ke Ibu Kota Nusantara, Ini Fokus untuk Jangka Pendek
- Mentan Sentil Dirut Bulog: Jangan Terlalu Bersemangat Impor Daging Kerbau, tapi Lupa Serap Gabah dan Jagung Petani
- Terungkap, Ini Alasan Pemerintah Setop Impor Jagung untuk Pakan Ternak
Pemerintah Fokus ke Hal Ini Demi Putus Rantai Perbudakan Nelayan
Tingkat perbudakan di kapal ikan diduga masih tinggi.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, sedikitnya 10 orang meninggal dari beberapa kapal ikan.
"Saya belum lama ini ke Dobo. Saya bisa dapatin bahwa di Pelabuhan Dobo itu aktivitasnya sangat tinggi. Bahkan saya dapat kabar di kapal-kapal tertentu itu tidak kurang dari 10 orang meninggal. Jadi meninggal terus diturunin di situ, meninggal diturunin di situ. Bahkan kemaren waktu saya ke sana sehari setelahnya itu ada yang meninggal di situ, mengambang di situ. Kita enggak tau case-nya apa, tapi identifikasinya terjadi sesuatu," ungkap Menteri Trenggono dikutip dari Liputan6.com, Minggu (9/6).
Mendapati informasi tersebut, Menteri Trenggono langsung meminta Kapolda Maluku yang ikut dalam rombongan kunjungan kerja di Kepulauan Aru, untuk segera turun melakukan investigasi. Tindakan tegas perlu dilakukan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab jika perbudakan terhadap ABK di atas kapal perikanan benar-benar terjadi.
Selain dengan Kapolda Maluku, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Menteri Ketenagakerjaan karena indikasi perbudakan juga terjadi di kapal-kapal perikanan asing yang memperkerjakan ABK asal Indonesia.
Seperti yang terjadi di Kapal Run Zheng O3 yang telah ditangkap oleh tim pengawas KKP di perairan Arafura beberapa waktu lalu.
Di kapal berukuran 800 GT itu ditemukan belasan ABK Indonesia yang mengaku dipaksa bekerja ekstra dan belum mendapat gaji seperser pun setelah dua bulan bekerja di kapal berbendara Rusia tersebut.
Dari pengakuan ABK, pola rekruitmen didasari oleh janji-janji bergaji tinggi, bukan basis kompetensi.
"Kebetulan ada pak kapolda saya sampaikan, pak tolong diinvestigasi serius ini. Supaya pemilik kapal juga dicek, apa yang terjadi di dalam kapal juga mesti dicek gitu. Supaya lebih manusiawi lah, karena di laut kan berbeda dengan di darat.," ungkapnya.
Dia berharap ke depan tidak ada lagi kasus perbudakan di kapal-kapal perikanan.
KKP sebenarnya telah melakukan antisipasi-antisipasi salah satunya dengan mengharuskan kapal perikanan memiliki bukti perjanjian kerja laut (PKL) dengan ABK.
Berkas PKL menjadi salah satu syarat kapal perikanan mendapatkan izin melaut.
Selan itu, KKP memiliki belasan satuan pendidikan yang setiap tahunnya menghasilkan lebih dari 2000 lulusan yang punya kompetensi di bidang penangkapan, pemasaran, hingga pengolahan hasil perikanan.
SDM dengan kompetensi menurutnya salah satu cara untuk memutus rantai perbudakan di kapal perikanan.
"Untuk rekruitmen tenaga ABK memang enggah boleh asal, harus dididik dulu, kami punya satuan pendidikan dan bisa dilakukan di situ. Itu salah satu contohnya," pungkas Menteri Trenggono.
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, dalam lima hingga 10 tahun ke depan, Indonesia harus menerapkan konsep ekonomi biru dengan mengurangi jumlah penangkapan ikan dan diganti dengan budidaya.
"Pembangunan ekonomi biru khususnya di sektor perikanan Indonesia arahnya ke mana, dalam lima atau 10 tahun yang datang itu penangkapan harus menurun, tapi budidaya yang harus meningkat," ujar Trenggono dikutip dari Antara, Senin (3/6).
Trenggono menyampaikan, budidaya harus terus didorong. Para nelayan yang bisa melakukan penangkapan ikan secara tradisional diminta untuk mengembangkan cara-cara baru agar hasil tangkapan memiliki standar.
Lebih lanjut, saat nelayan sudah memiliki standar dan kualitas ikan yang baik, maka peluang untuk melakukan ekspor lebih terbuka lebar.
"Sekarang tradisional itu harus kita tinggalin, karena budidaya di sektor perikanan juga itu, kita masih sangat lemah. Selain caranya masih tradisional, kita juga enggak punya standar best practice," kata Trenggono.
Namun demikian, Trenggono menyebut, masih banyak hal yang harus dibenahi sebelum meningkatkan budidaya di Indonesia. Salah satunya adalah dari sisi pakan ikan.
Menurut Trenggono, saat ini pakan untuk ikan masih 100 persen impor. Diharapkan, ke depan Indonesia bisa memproduksi sendiri pakan untuk ikan.
Trenggono menyampaikan, industri perikanan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Ditambah lagi dengan konsep ekonomi biru yang lebih berkelanjutan.
"Ikan kita sampai hari ini masih surplus. Mudah-mudahan ke depan ini yang jadi kekuatan kita," ucapnya.