Pemutusan kontrak monorail oleh Ahok bakal rusak iklim investasi
Pemerintah khawatir bila diajukan ke arbitrase maka Jakarta sangat mungkin kalah.
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengancam memutus kerja sama pembangunan monorail dengan PT Jakarta Monorail (PT JM). Keputusan tersebut ternyata berpotensi membuat Jakarta mengganti rugi nilai kontrak.
Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Bastary Pandji Indra mengaku khawatir atas keputusan tersebut. Sebab, bila diajukan ke arbitrase maka Jakarta sangat mungkin kalah.
"Pemutusan kontrak itu, memungkinkan Jakarta kalah dan mengganti rugi," kata Bastary di Jakarta, Selasa (3/3).
Di samping itu, kata Bastari, pemutusan kontrak antara Pemprov DKI Jakarta dan PT JM diperkirakan bakal menyurutkan minat investor untuk melakukan pembangunan di ibukota bahkan Indonesia. Bila dilihat dari kasusnya, proyek monorail sebetulnya sudah disetujui oleh Gubernur DKI Jakarta sebelum Ahok.
Namun, mendadak proyek pembangunan ini batal lantaran dianggap tidak ada keseriusan dari PT JM untuk menyelesaikan pembangunan tersebut. Maka itu, dia berharap sistem birokrasi tidak mempengaruhi iklim investasi.
"Presiden (Joko Widodo) kan sekarang ingin iklim investasi semua diserahkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Tapi jaminan aman dan nyaman investor itu bagaimana," terangnya.
Seperti diketahui, PT JM mengancam akan menggugat Pemprov DKI ke pengadilan jika pemutusan kerja dilakukan. Mereka pun yakin bila persoalan ini dibawa ke hukum akan menang telak.
Direktur Utama PT JM, Sukmawati Syukur, menolak jika dikatakan pihaknya tak mau membangun monorail. Sebab yang terjadi, penghentian datang dari Pemprov DKI Jakarta addendum perjanjian kerja sama antara PT JM dan pemerintah daerah DKI Jakarta belum dilakukan.
"Jika dituding tidak bekerja, kami menolak. Sebab addendum perjanjian yang memuat persetujuan Depo dan bisnis plan belum disetujui oleh DKI, jadi pekerjaan konstruksi juga tidak bisa diteruskan," ungkap dengan nada kesal saat dihubungi, Senin (26/1).
Dalam addendum tersebut terdapat dua lampiran, bisnis plan dan lokasi Depo, yang selalu dibahas oleh Pemprov DKI Jakarta. Ahok tidak sepakat dengan rencana pembangunan Depo di Tanah Abang dan Waduk Setiabudi.
Sukmawati mengharapkan Pemprov DKI Jakarta dapat memberikan solusi untuk relokasi ini. "Dua itu yang terus diutak-atik oleh Pemerintah DKI. Tapi kalau memutuskan kontrak silakan saja. Kami tunggu suratnya. Seperti apa suratnya. Masalah pemutusan kerja sama upaya hukum itu dilakukan untuk yang teraniaya. Kalau bisa berunding lebih bagus," tutupnya.