Pengusaha Keberatan Pengesahan Undang-Undang Ibu dan Anak
Durasi cuti sebaiknya mengutamakan dialog sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha.
Durasi cuti sebaiknya mengutamakan dialog sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha.
- 10 Permasalahan Sosial yang Dihadapi oleh Anak Remaja di Masa Sekarang, Orangtua Perlu Tahu!
- Komunikasi yang Baik Menjadi Kunci bagi Parenting yang Baik dari Orangtua ke Anak
- Mengapa Sindiran ke Anak Bisa Jadi Kesalahan Parenting yang Berdampak Buruk bagi Perkembangan
- 8 Kesalahan Orangtua saat Berkomunikasi dengan Anak Remaja
Pengusaha Keberatan Pengesahan Undang-Undang Ibu dan Anak
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) merasa keberatan pengesahan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA).
Dalam undang-undang ini ibu melahirkan berhak mendapat cuti hingga 6 bulan, dengan syarat tertentu.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menilai, aturan cuti hingga 6 bulan bagi ibu melahirkan dengan syarat tertentu akan membebani dunia usaha.
"Ketentuan baru yang diatur dalam UU KIA FHKP berpotensi menambah beban baru bagi dunia usaha," kata Shinta dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (6/6).
Saat ini, lanjut Shinta, Indonesia masih menghadapi masalah rendahnya tingkat produktivitas.
Berdasarkan Human Capital Index tahun 2022, secara global Indonesia berada di peringkat 96 dari 174 negara belum lagi competitiveness index Indonesia juga masih rendah.
Indonesia juga dihadapkan pada permasalahan rendahnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Data BPS tahun 2023 menyatakan bahwa TPAK Perempuan 60,18 persen jauh lebih kecil dari pada laki-laki yang mencapai angka 86,97 persen.
Oleh karena itu, Apindo mendorong dialog sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha serta pengambilan kebijakan mengenai cuti hamil/ melahirkan yang sudah disepakati di perusahaan masing-masing agar tetap menjadi acuan bersama sepanjang belum diubah.
Hal ini diperlukan agar ketentuan baru tersebut dapat mencapai tujuan terciptanya perlindungan pekerja perempuan dan keberlangsungan dunia usaha.
"Dibutuhkan juga peran pemerintah dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dengan peningkatan ketersediaan dan kualitas pelayanan kesehatan primer melalui fasilitas puskesmas dan peningkatan pelayanan pemerintah terhadap Pelayanan poliklinik Swasta, yang didukung dengan fasilitas pelayanan lanjut rumah sakit pemerintah maupun swasta," imbuh Shinta.
Sebelumnya, tak sedikit para perempuan resah dan khawatir adanya aturan cuti tersebut. Misalnya saja Abier Putri, pegawai swasta ini khawatir UU KIA akan membuat banyak perusahaan mengubah syarat bagi pelamar kerja.
Menurutnya, perusahaan pasti akan menerapkan syarat-syarat yang bakal merugikan perempuan. Perempuan 28 tahun ini juga mengatakan bagi ibu yang telah bekerja pun bukan tak mungkin jadi masalah ke depannya.
"Adanya aturan cuti 6 bulan pasti bikin perusahaan mikir dua kali nerima perempuan yang sudah menikah. Ujung-ujungnya, syaratnya singel atau belum menikah diterapkan. Kalau setiap perusahaan kaya gitu, ya kasihan kan perempuan yang sudah menikah jadi susah dapat kerja. Jadi yang bakal dirugiin perempuan lagi," katanya melalui pesan kepada merdeka.com, Rabu (5/6).
Sementara itu, Dian Sari mengaku khawatir dan juga senang disahkan UU KIA tersebut. Dia khawatir justru perusahaan mengambil kebijakan tak terduga kepada para pegawai yang cuti melahirkan.
"Memang kan sebenarnya kalau dibaca utuh itu cuti 3 bulan kedua dengan syarat tertentu dari dokter. Kalau memang ada yang sampai 6 bulan, nanti khawatirnya pas masuk malah dipindah tugas ke divisi lain atau PHK. Tapi semoga si perusahaan-perusahaan enggak gitu ya," kata Dian.