Pengusaha Spa Gugat Kenaikan Pajak Hiburan 75 Persen, Begini Respons Sri Mulyani
Kementerian Keuangan mempersilahkan pelaku usaha spa untuk melakukan gugatan secara resmi melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
Kementerian Keuangan mempersilahkan pelaku usaha spa untuk melakukan gugatan secara resmi melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
- Pengusaha Spa Terapis Gugat Pajak Hiburan 75 Persen, Mendagri Tito: MK Nanti akan Hadapi
- Protes Pengusaha: Pemerintah Salah Kaprah Golongkan Bisnis Spa ke Kelompok Hiburan
- Anggap Aturan Pajak 40% Matikan Usaha, PHRI Bali dan Asosiasi SPA Ancam Gugat ke MK
- Pengusaha Teriak, Pajak 40% Ancam Geliat Bisnis Spa di Bali
Pengusaha Spa Gugat Kenaikan Pajak Hiburan 75 Persen, Begini Respons Sri Mulyani
Respons Sri Mulyani Terkait Gugatan Pengusaha Spa
Kementerian Keuangan menanggapi gugatan pengujian yudisial atau judicial review oleh Asosiasi Spa Terapis Indonesia (ASTI) atas Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Gugatan tersebut dilayangkan karena pelaku usaha keberatan pajak spa naik 40 persen dan maksimal 75 persen dari sebelumnya hanya 15 persen.
"Kemenkeu dan pemerintah terbuka jika ada peraturan yang tidak disetujui atau perlu uji materi," ujar Lydia dalam Media Briefing di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (16/1).
Secara terbuka, Lydia mempersilahkan pelaku usaha spa untuk melakukan gugatan secara resmi melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
Bahkan, Kemenkeu akan siap memberikan tanggapan pada saat sidang gugatan judicial review berjalan di MK.
"Silahkan pakai jalur secara hierarkis yang diperlukan untuk judicial review, Kementerian Keuangan akan memberikan tanggapan saat sidang di konstitusi," kata anak buah Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sebelumnya, pelaku usaha spa bereaksi atas pajak hiburan naik 40 persen dan maksimal 75 persen dari sebelumnya hanya 15 persen.
Ketentuan itu sendiri tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
"Kami mewakili penggugat ada 22 orang, baik di Jakarta maupun di Bali, kami sepakat untuk melakukan judicial review sehingga pada 3 Januari kita ke MK, kemudian diterima secara resmi itu 5 Januari 2024," kata Ketua Asosiasi Spa Terapis Indonesia (ASTI) Mohammad Asyhadi saat ditemui di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis, 11 Januari 2024.
Pihaknya menilai, proses penyusunan UU tersebut tidak melibatkan para pemangku kepentingan atau stakeholders.
"Itu menjadi syarat MK bisa melakukan judicial review, yang menguji kembali apakah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 45, terutama rasa keadilan," kata Didi, begitu ia akrab disapa.
Pihaknya berfokus di Pasal 55 Ayat 1 dan Pasal 58 Ayat 2.
"Pasal 55 Ayat 1 itu, kita (spa) dimasukkan dalam kategori hiburan, padahal kita tidak sama dengan hiburan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan terkait spa itu di Pasal 14 itu sendiri, spa di nomor 13," terangnya.
Soal besaran pajak, dikatakan Didi, seharusnya tidak serta merta naik menjadi 40 persen.
"Jadi, ada pajak lain misalnya PPh21, PPh23 badan, (PPh) Pasal 4 ayat (2) tentang sewa menyewa, itu saya hitung bisa 67 persen, itu cost ratio enggak masuk," jelasnya.