Penyelewengan BBM subsidi di 2013 capai 7,2 juta liter
Persentase wilayah terbesar kasus penyalahgunaan BBM subsidi adalah di Pulau Sumatera mencapai 41,82 persen.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mencatatkan, sebanyak 7.235 kilo liter (KL) atau 7,2 juta liter Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi disalahgunakan. Hal itu terjadi dalam 947 temuan kasus yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kepala BPH Migas, Andy Noorsaman Sommeng menyatakan, persentase wilayah terbesar kasus penyalahgunaan BBM subsidi adalah di Pulau Sumatera mencapai 41,82 persen.
"Adapun yang kedua ada di Kalimantan dengan jumlah persentase 39,18 persen, dan yang ketiga terbesar ada di Pulau Sulawesi dengan jumlah persentase 9,19 persen," ujar Andy di Komplek Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (24/2).
Andy mengatakan, urutan keempat ditempati Pulau Jawa dan Bali dengan persentase 7,71 persen. Sementara, urutan kelima dan keenam ditempati Pulau Maluku dan Papua dengan persentase masing-masing sebesar 1,06 persen.
Selanjutnya, Andy menerangkan, jumlah kasus tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan pada 2012 dengan volume mencapai 253.311,72 KL. Penurunan ini terjadi seiring dengan upaya BPH Migas mencegah adanya potensi penyalahgunaan di sejumlah daerah.
Lebih lanjut, Andy menjelaskan, BPH Migas telah membangun beberapa perangkat untuk mencegah adanya penyalahgunaan BBM subsidi. Hal itu dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi pengawasan.
"Kami membangun secara fisik warroom untuk memonitor transaksi seluruh badan usaha dalam menyalurkan BBM subsidi. Kami bukan polisi minyak tapi mengatur badan usaha," pungkas Andy.
Baca juga:
BPH Migas ajak PGN dan Bakrie Grup bangun transmisi gas Kalija
BPH Migas usul biaya distribusi BBM ditetapkan per wilayah
Beli BBM belum bisa secara non-tunai
Kapal nelayan di atas 30 GT boleh nikmati solar subsidi
BPH Migas melunak soal aturan pembatasan BBM subsidi nelayan
-
Dimana BPH Migas membahas isu penyaluran BBM bersubsidi? Demikian dikemukakan Anggota Komite BPH Migas Abdul Halim dalam Stakeholder Meeting mengenai Pendistribusian BBM Subsidi di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (18/9/2024).
-
Apa yang menjadi fokus pengawasan BPH Migas terkait penyaluran BBM bersubsidi? "Penyaluran BBM bersubsidi harus tepat sasaran. Ingatlah bahwa penyalahgunaan BBM bersubsidi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merugikan masyarakat banyak," tegas Halim.
-
Kenapa BPH Migas menekankan pentingnya pengawasan pada penyaluran BBM bersubsidi? Penyaluran Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) merupakan isu strategis, terutama dalam menjaga ketersediaan energi di masyarakat. Untuk memastikan penyaluran BBM bersubsidi ini tepat sasaran dan tidak disalahgunakan, BPH Migas telah mengeluarkan regulasi mengenai pedoman pembinaan hasil pengawasan kepada penyalur.
-
Bagaimana BPH Migas ingin memastikan penyaluran BBM bersubsidi tepat sasaran? "Pastikan seluruh CCTV berfungsi dengan baik dan merekam aktivitas penyaluran selama minimal 30 hari, hal ini penting sebagai upaya transparansi dan pengawasan lebih lanjut dalam penyaluran BBM. Selain itu, pastikan pula bahwa penyaluran BBM dilakukan sesuai dengan ketentuan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 yaitu hanya kepada konsumen pengguna yang berhak," terangnya.
-
Bagaimana upaya BPH Migas memastikan BBM subsidi tepat sasaran? Dalam pertemuan tersebut, Saleh Abdurrahman menyampaikan, rapat koordinasi ini merupakan lanjutan dari pertemuan sebelumnya dengan seluruh pemerintah provinsi di Kalimantan. Saleh mengharapkan agar ajang ini dimanfaatkan untuk berdiskusi hal-hal yang masih kurang jelas atau menjadi perhatian pemerintah daerah.
-
Apa saja yang dilakukan BPH Migas untuk memudahkan masyarakat memanfaatkan BBM subsidi? Di samping itu, dalam rangka mempermudah masyarakat dalam memanfaatkan BBM subsidi dan kompensasi, BPH Migas telah mengeluarkan Peraturan BPH Migas Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penerbitan Surat Rekomendasi untuk Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP), dan Peraturan BPH Migas Nomor 1 Tahun 2024 tentang Penyaluran JBT dan JBKP pada Sub Penyalur di Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar atau Terpencil.