Per Agustus 2023, Industri Kelapa Sawit Sumbang Devisa Rp326,3 Triliun ke Negara
Meski kinerja menurun, industri kelapa sawit tetap memberikan devisa ke negara.
Meski kinerja menurun, industri kelapa sawit tetap memberikan devisa ke negara.
Per Agustus 2023, Industri Kelapa Sawit Sumbang Devisa Rp326,3 Triliun ke Negara
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mencatat, hingga Agustus 2023 industri kelapa sawit telah memberikan kontribusi sekitar USD20,6 miliar atau Rp326,3 triliun terhadap devisa Indonesia.
- Pengusaha dari 48 Negara Bakal Kumpul Bahas Seluk Beluk Industri Percetakan dan Pengemasan
- Pengusaha Kecewa Kinerja Industri Sawit Menurun Tahun Ini
- Ganjar Janjikan Kemudahan dalam Pembukaan Lapangan Kerja Bagi Industri Kreatif
- Menpora Harap LPDUK Makin Kredibel dan Terpercaya Mendukung Ekosistem Industri Olahraga
Eddy menyebut, kontribusi devisa tersebut berasal dari ekspor kelapa sawit termasuk biodiesel dan oleokimia yang totalnya lebih dari 23,4 juta ton.
"Hingga Agustus 2023, produksi mencapai 36,3 juta ton dengan ekspor termasuk biodiesel dan oleokimia lebih dari 23,4 juta ton yang memberikan kontribusi sekitar Rp 20,6 miliar terhadap devisa Indonesia," kata Eddy dalam sambutannya dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2023, di BICC, The Westin Resort Nusa Dua Bali, Kamis (2/11/2023)
Merdeka.com
Meski demikian, sepanjang tahun 2023, kinerja industri kelapa sawit tidak lebih baik dibandingkan tahun lalu.
"Dari segi harga, harga pada tahun ini tidak sebaik tahun lalu. Meskipun kami memperkirakan harga akan bullish pada tahun 2024 karena beberapa faktor, salah satunya El Nino yang kami alami tahun ini akan mempengaruhi produksi tahun depan," ujarnya.
Di sisi lain, Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar mengalami stagnasi produksi dalam beberapa tahun terakhir akibat lambatnya kemajuan dalam penanaman kembali oleh petani kecil.
"El Nino tahun ini diperkirakan juga akan mempengaruhi produksi tahun depan," ujarnya.
Menurut Eddy, meskipun pemerintah akan terus menerapkan B35 dan peningkatan konsumsi pangan dan industri dalam negeri, stok minyak sawit Indonesia pasti akan rendah.
Adapun dalam beberapa bulan terakhir, GAPKI melihat penurunan harga minyak sawit global dipicu oleh melemahnya daya beli akibat perlambatan ekonomi di berbagai negara dan melimpahnya stok di negara-negara produsen.
"Menyikapi hal tersebut, pengusaha sawit berharap pemerintah Indonesia dapat mengambil langkah-langkah yang bijaksana untuk menjaga daya saing industri kelapa sawit Indonesia, dengan memperkuat produksi minyak sawit berkelanjutan dan tidak mengeluarkan peraturan yang kontraproduktif serta memperjuangkan perdagangan bebas dan adil apapun hambatan perdagangannya," pungkasnya.