Pertumbuhan Pembangunan PLTU Indonesia Disebut Tertinggi di Negara G20
Penyumbang emisi terbesar di Indonesia di tahun 2030 adalah sektor energi sebesar 58 persen. Di mana, Indonesia masih tergantung kepada bahan bakar fosil khususnya di kelistrikan.
Indonesia saat ini telah mengikuti perjanjian paris agreement yang memiliki target untuk mengurangi emisi karbon hingga 0 persen pada 2060.
Namun menurut Climate and Energy Campaigner Greenpeace Indonesia, Adila Isfandiari, hingga saat ini komitmen iklim Indonesia sudah membawa temperatur ke 4 derajat celcius, di mana target itu sangat jauh dari target global yaitu 1,5 derajat celcius.
-
Siapa yang membangun PLTU Batang? PLTU Batang merupakan proyek dengan pola Kerjasama Pemerintah Swasta skala besar pertama dengan nilai investasi lebih dari USD 4 miliar.
-
Kapan PLTA Kracak diresmikan? Sebagian besar desain gedung pembangkit tidak diubah sejak pertama diresmikan pada 1926, dan hanya diperbarui sesuai bentuk awal.
-
Bagaimana Anies-Cak Imin menuju ke KPU? Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) telah resmi mendaftarkan diri sebagai pasangan Capres-Cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Saat itu, mereka menggunakan mobil Jeep untuk menuju ke KPU RI, Jakarta.
-
Bagaimana cara PLUT-KUMKM di Kota Pasuruan membantu UMKM untuk berkembang? Selain itu, PLUT-KUMKM ini diharapkan bisa terus melakukan pelatihan secara berkesinambungan mulai dari awal pelatihan hingga pemasaran."Seperti yang saya sampaikan tadi, untuk bisa UMKM berkelas berikan pelatihan mulai dari awal pelatihan, pendampingan yang mencakup kelembagaan, sumber daya manusia, produksi hingga pemasarannya," lanjut Gus Ipul
-
Mengapa PLTU Batang dibangun? Pembangunan PLTU Batang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Jawa dan merupakan bagian dari program penyediaan listrik 35.000 MW.
-
Siapa yang memimpin langkah PLN masuk ke bursa karbon? Lebih lanjut Darmawan mengungkapkan, unit pembangkit berbahan bakar gas pertama di Indonesia, pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) Blok 3 Muara Karang akan memimpin langkah pembangkit PLN masuk ke bursa karbon.
"Karena itu emisi Indonesia mendapat nilai sangat tidak cukup, bahkan sebenarnya kita itu punya komitmen tapi komitmennya hanya segini," ucap Adila, saat webinar, Kamis (18/7).
Adila mengungkapkan untuk penyumbang emisi terbesar di Indonesia di tahun 2030 adalah sektor energi sebesar 58 persen. Di mana, Indonesia masih tergantung kepada bahan bakar fosil khususnya di kelistrikan.
"Masih banyak energi fosil, dan yang paling cepat ini energi batu bara. Pertumbuhan ini juga sejalan dengan emisi gas rumah kacanya ternyata semakin meningkat emisi dari batubara ini," ungkap adila.
Indonesia berada pada posisi pertama dengan pertumbuhan PLTU Batu bara terbesar diantara negara G20. Kenaikan persentase tersebut dari tahun 2015 hingga 2020 sebanyak 44 persen.
"Tren 10 tahun kedepan kita masih didominasi oleh batu bara hingga 2030, kalau dilihat dari 2021-2030 RUPTL ternyata listrik kita masih menggunakan bahan bakar fosil sebanyak 88 persen ketergantungan ini masih ada sampai tahun 2030 mendatang," terangnya
Bencana Indonesia
Di sisi lain, Indonesia pada tahun 2022 sudah dilanda sebanyak 2,207 bencana yang didominasi oleh bencana hidrometeorologi kurang lebih 90 persen.
Berdasarkan studi dari Bappenas indonesia berpotensi mengalami kerugian hingga mencapai Rp 544 triliun pada periode 2020 hingga 2024 yang disebabkan oleh perubahan iklim ketika suhunya naik 1 derajat celcius dan apabila tidak dilakukan intervensi.
"Indikator yang terjadi selama 8 bulan terakhir di indonesia karena cuaca ekstrem telah membuat kerugian Rp 100 triliun per tahun. ini saja sudah naik 1 derajat menimbulkan dampak yang berat apalagi ketika suhu itu naik ke 2 hingga 4 derajat," tambahnya.
Potensi kerugian tersebut diakibatkan antara lain, akibat kerusakan kapal, kenaikan muka air laut, menurunnya ketersediaan air, menurunya produksi padi dan peningkatan potensi penyakit seperti DBD.
(mdk/bim)