PKS Sebut Harga BBM Tak Sama Rata Sesuai Klaim Presiden Jokowi
Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto, mengkritik klaim sukses program Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, fakta di beberapa wilayah mengenai harga BBM satu harga secara nasional, masih berbeda-beda.
Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto, mengkritik klaim sukses program Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, fakta di beberapa wilayah mengenai harga BBM satu harga secara nasional, masih berbeda-beda. Tidak seperti yang disampaikan Presiden Jokowi pada media.
"Semakin jauh suatu wilayah dari SPBU maka semakin mahal harga jual BBM yang berlaku," ungkap Mulyanto, dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VII DPR RI dengan BPH Migas, di Gedung Nusantara 1, Jakarta, ditulis dari keterangannya pada Jumat (13/2).
-
Bagaimana BPH Migas memastikan kelancaran program BBM Satu Harga di daerah terpencil? Ia meminta kepada Badan Usaha Penugasan untuk selalu memantau operasional dan keberlanjutan dari lembaga penyalur BBM Satu Harga yang berada di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). “Apabila ada kendala, kita bisa koordinasikan dengan pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Kita ingin program BBM Satu Harga berjalan sesuai tujuan awal program ini dilaksanakan,” imbuhnya.
-
Bagaimana BPH Migas memastikan penyaluran BBM subsidi tepat sasaran? “Dalam rangka pengendalian konsumen agar tepat sasaran, diperlukan kerja sama antara BPH Migas dengan pemerintah daerah sebagai pihak yang mengetahui konsumen pengguna di wilayahnya yang berhak untuk mendapatkan JBT dan JBKP tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” paparnya.
-
Bagaimana upaya BPH Migas memastikan BBM subsidi tepat sasaran? Dalam pertemuan tersebut, Saleh Abdurrahman menyampaikan, rapat koordinasi ini merupakan lanjutan dari pertemuan sebelumnya dengan seluruh pemerintah provinsi di Kalimantan. Saleh mengharapkan agar ajang ini dimanfaatkan untuk berdiskusi hal-hal yang masih kurang jelas atau menjadi perhatian pemerintah daerah.
-
Bagaimana BPH Migas ingin memastikan penyaluran BBM bersubsidi tepat sasaran? "Pastikan seluruh CCTV berfungsi dengan baik dan merekam aktivitas penyaluran selama minimal 30 hari, hal ini penting sebagai upaya transparansi dan pengawasan lebih lanjut dalam penyaluran BBM. Selain itu, pastikan pula bahwa penyaluran BBM dilakukan sesuai dengan ketentuan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 yaitu hanya kepada konsumen pengguna yang berhak," terangnya.
-
Kenapa BPH Migas memantau pasokan BBM di Papua Barat Daya? “Kami tentu ingin mengetahui kondisi terkini dari penyediaan dan pendistribusian BBM, khususnya untuk area Papua dan Maluku dengan ragam tantangan yang dimiliki. Hingga saat ini, kondisi stok BBM di Papua Barat Daya dalam kondisi aman,” tutur Erika saat ditemui di Fuel Terminal Sorong, Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, Rabu (10/07/2024).
-
Kapan Pertamina menyesuaikan harga BBM? PT Pertamina (Persero) kembali menyesuaikan harga BBM nonsubsidi per 1 November 2023.
Oleh karena itu, Mulyanto minta Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), meningkatkan pengaturan hilir migas secara lebih terpadu, agar klaim mengenai keberhasilan penetapan harga BBM satu harga secara nasional, bukan sekedar janji kosong.
Kemudian, wakil ketua fraksi PKS DPR ini juga meminta pemerintah melalui BPH Migas, melakukan intervensi dengan berbagai pendekatan, agar kebijakan BBM satu harga dapat terwujud.
Salah satunya, dengan mendorong tumbuhnya lembaga penyalur BBM kecil, termasuk sub-penyalur dan SPBU mini. "Kasihan masyarakat miskin di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Sudah sulit dapat BBM, harganya mahal pula," tegas Mulyanto.
Perlu Penambahan Jaringan Penyalur
Kemudian, Mulyanto menambahkan, dengan tugas dan tanggung jawab sebagai pengawas 170 lembaga penyalur BBM satu harga, BPH Migas perlu menambah jumlah jaringan penyaluran, karena saat ini, jumlah jaringan penyalur dinilai masih terlalu sedikit.
"Cakupan wilayah yang harus dilayani sangat luas. Jumlah kecamatan di wilayah 3T saja ada sekitar 1.600 kecamatan. Belum lagi kecamatan di wilayah lain yang tidak termasuk 3T tapi masih sulit akses kegiatan perekonomian," tandas Mulyanto.
Reporter Magang : Nurul Fajriyah
(mdk/bim)