PLTU Dinilai Bukan Biang Kerok Tingginya Polusi di Jakarta
PLTU kerap dianggap sebagai penyebab tingginya polusi udara di Jakarta.
Ada beberapa PLTU di sekitar Jakarta, salah satunya PLTU Suralaya di Cilegon, Banten.
PLTU Dinilai Bukan Biang Kerok Tingginya Polusi di Jakarta
Kualitas udara di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Bekasi, Tangerang, dan Depok) pada Sabtu (2/9/2023) hingga pukul 11.00 WIB dilaporkan sebagai kualitas udara yang terburuk bila dibanding dengan kondisi sepanjang Agustus lalu.
Situs IQAir.com, menunjukkan indeks kualitas udara wilayah Jakarta sebesar 168 (tidak sehat) dan konsentrasi Particulate Matter (PM) 2.5 mencapai 19,3 kali nilai panduan kualitas udara tahunan dari World Health Organization (WHO).
Peneliti Lingkungan Puji Lestari menegaskan, bukan PLTU yang menjadi penyebab polusi udara Jakarta. Hal ini khususnya PLTU Suralaya yang berlokasi di Cilegon, Banten.
"Jika dilihat dari hasil penelitian, kondisi meteorologi menjadi faktor besar yang mempengarugi polusi udara di Jakarta saat ini. Pada bulan Agustus dan saat ini, emisi PLTU tidak mengarah ke Jakarta. Arah angin menuju ke barat dan barat daya. Bukan ke timur atau arah menuju Jakarta," katanya ditulis Senin (4/9/2023).
Merdeka @2023
Puji mengatakan hal tersebut setelah melakukan kunjungan ke PLTU Suralaya di Banten pada Jumat (1/9/2023). Diketahui, beberapa pembangkit PLTU Suralaya dalam posisi mati/shutdown sejak 29 Agustus 2023.
Menurut Puji, pengelolaan PLTU Suralaya sudah memenuhi aturan yang ditetapkan Pemerintah, terutama dalam mengelola emisi yang dihasilkan.
Pengelolaan PLTU yang menghasilkan listrik tidak kurang dari 3.000 MW itu sudah sangat bagus.
Saat ini, paparnya, terkait dengan ramai-ramai polusi udara di Jakarta perlu diketahui bahwa penyebab utamanya adalah sektor transportasi.
"PM 2.5 di Jakarta banyak dihasilkan oleh kendaraan bermotor, terutama kendaraan berat/heavy duty vehicle," tutur dia.
Saat ini, Puji mengatakan banyak PLTU yang sudah bagus dalam menerapkan penggunaan alat pengendali polusi udara.
Seperti halnya, pemasangan Electrostatic Precipitator (ESP) dan Low Nox Burner serta alat pemantau emisi Continuous Emission Monitoring System (CEMS). Pemasangan teknologi ESP dan CEMS sudah diterapkan seperti PLTU Suralaya.
"Jika dipasang ESP, emisi sangat sedikit sekali dan terpantau pada CEMS," kata Puji.
Reporter: Septian Deny
Sumber: Liputan6.com