Senyum hingga Pelayanan Karyawan AEON Jepang Bakal Dinilai Pakai AI
Menggunakan sistem ini, penjualan AEON Jepang meningkat sebesar 10 persen.
Jaringan supermarket Jepang AEON menggunakan sistem kecerdasan buatan (artificial intellegence, AI) untuk menilai dan menstandardisasi senyum karyawannya.
Penerapan AI ini diumumkan pada 1 Juli di 240 jejaring tokonya di Jepang.
- Demi Pertahankan Karyawan Berbakat, Perusahaan Jepang Hilangkan Batas Usia hingga Naikkan Gaji
- Bukan untuk Pakaian, Perusahaan Jepang Ciptakan Mesin Cuci Buat Manusia Dilengkapi Teknologi AI
- Jepang Makin Kritis, Kekurangan Karyawan hingga Jumlah Lansia Makin Meningkat
- Nelangsa Pekerja di Jepang, Makan Nasi Telur Pagi-Malam dan Nyalakan AC Cuma 30 Menit untuk Berhemat
Melansir South China Morning Post, sistem AI yang disebut "Mr Smile" dikembangkan oleh perusahaan teknologi Jepang InstaVR dan dikatakan mampu menilai sikap layanan asisten toko secara akurat.
Sistem ini memanfaatkan lebih dari 450 elemen termasuk ekspresi wajah, volume suara, dan nada sapaan.
Aplikasi ini juga dirancang dengan elemen permainan yang mengajak staf untuk meningkatkan sikap mereka dengan meningkatkan skor mereka.
AEON mengatakan, perusahaan saat ini tengah menjalankan uji coba sistem di delapan toko dengan sekitar 3.400 anggota staf, dan mendapati sikap pelayanan meningkat hingga 1,6 kali lipat dalam jangka waktu tiga bulan. Perusahaan itu mengatakan tujuannya adalah untuk menstandardisasi senyuman anggota staf dan memuaskan pelanggan secara maksimal.
Di satu sisi, kebijakan ini memicu kekhawatiran mengenai apakah sistem AI meningkatkan pelecehan di tempat kerja, terutama dari pelanggan menjadi masalah serius di Jepang.
Dikenal sebagai “kasu-hara”, pelecehan pelanggan datang dalam bentuk bahasa kasar dan keluhan yang berulang-ulang.
Tahun ini, hampir setengah dari 30.000 staf yang disurvei, yang bekerja di industri jasa dan sektor lainnya, melaporkan mengalami pelecehan pelanggan kepada serikat pekerja terbesar di Jepang, UA Zensen.
“Ketika pekerja industri jasa dipaksa tersenyum berdasarkan sebuah 'standar', menurut saya itu merupakan bentuk lain dari pelecehan pelanggan,” kata salah satu responden.
“Senyum seharusnya menjadi sesuatu yang indah dan tulus, dan tidak diperlakukan seperti sebuah produk,” kata yang lain.
"Orang-orang berbeda, dan mereka juga mengekspresikan kasih sayang mereka secara berbeda. Menggunakan mesin untuk 'menstandardisasi' sikap orang-orang kedengarannya dingin dan konyol," kata yang ketiga.
Strategi ini telah dibandingkan dengan strategi yang diluncurkan oleh McDonald's di Jepang, yang disebut “Smile zero yen”.
Cabang Jepang dari jaringan makanan cepat saji ini telah mencantumkan kata “senyum” pada menunya sejak tahun 1980-an, yang diberi harga “0 yen” untuk menekankan bahwa tidak ada biaya apa pun untuk menyapa pelanggan dengan senyuman.
Gagasan ini semakin dipertanyakan dalam beberapa tahun terakhir karena dianggap menambah beban bagi karyawan yang menerima upah per jam terendah di negara tersebut.
Setelah Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang menerbitkan manual instruksi terhadap pelecehan pelanggan pada tahun 2022, lebih banyak perusahaan didesak untuk mempertahankan standar layanan tanpa mengorbankan kesejahteraan staf.
Baru-baru ini, berita bahwa sebuah supermarket di prefektur Fukuoka, Jepang, di pesisir utara Pulau Kyushu Jepang, telah menerapkan konter kasir ekstra lambat, di mana pelanggan dapat menghabiskan waktu hingga 20 menit untuk membayar tanpa merasa tertekan, diterima dengan baik.
Langkah ini dimaksudkan untuk menunjukkan perhatian kepada pelanggan lanjut usia dan penyandang cacat.
Namun, meskipun jumlah pelanggan yang datang ke kasir lebih sedikit, penjualan meningkat sebesar 10 persen, menurut Asahi TV.