Skema Divestasi Saham Freeport 51 Persen Oleh Indonesia
Pengambilan saham Freeport dimulai dengan beberapa skema. Pertama, penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No. 1/2017 yang merupakan perubahan keempat PP No. 23/2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.
Pemerintah Indonesia resmi mengambilalih 51,2 persen saham PT Freeport Indonesia. Presiden Jokowi menegaskan PT Inalum sudah membayar lunas.
Divestasi 51 persen saham merupakan amanat undang-undang dan menjadi salah satu syarat jika Freeport ingin mendapatkan izin perpanjangan usaha.
-
Dimana Smelter Freeport yang akan mengolah tembaga dan emas di Indonesia? Presiden Jokowi mengatakan smelter PT Freeport Indonesia yang berlokasi di Gresik akan rampung pada Juni 2024.
-
Apa yang akan dihasilkan dari beroperasinya Smelter Freeport di Gresik? Menurut dia, beroperasinya smelter PT Freeport ini akan memberikan sejumlah keuntungan bagi Indonesia. Dengan hilirasasi ini, negara akan mendapatkan nilai tambah yang besar dari pajak maupun dividen.
-
Kapan Smelter Freeport di Gresik ditargetkan mulai beroperasi? Presiden Jokowi mengatakan smelter PT Freeport Indonesia yang berlokasi di Gresik akan rampung pada Juni 2024.
-
Di mana tepatnya penemuan mineral tersebut? Survei baru yang dilaksanakan The Nippon Foundation bekerja sama dengan Universitas Tokyo menemukan bahwa dasar laut di sekitar pulau Minami-Tori-shima menampung sekitar 610.000 metrik ton kobalt dan 740.000 metrik ton nikel.
-
Siapa yang akan direkrut untuk bekerja di Smelter Freeport di Gresik? Dia menuturkan industri pengolahan tembaga ini nantinya akan merekrut 20 ribu anak-anak muda Indonesia untuk bekerja .
-
Apa saja yang dilakukan oleh PT Kaltim Prima Coal (KPC)? PT KPC adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan dan pemasaran batubara untuk pelanggan industri baik pasar ekspor maupun domestik.
Pengambilan saham ini dimulai dengan beberapa skema. Pertama, penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No. 1/2017 yang merupakan perubahan keempat PP No. 23/2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.
Baleid ini mengatur keberadaan perusahaan tambang dalam negeri. Salah satunya, mengenai divestasi atau pelepasan saham di Indonesia.
Awalnya, divestasi saham ini sudah ada dalam poin perpanjangan Kontrak Karya Tahun 1991. Dalam KK tersebut, Freeport harus divestasikan sahamnya hingga 51 persen melalui dua tahapan yaitu pemberian 9,36 persen di 10 tahun pertama dan dua persen di setiap tahun sejak 2001.
Freeport sudah menjalankan divestasi tahap pertama dengan menjual 9,36 persen sahamnya kepada PT Indocopper milik perusahaan swasta nasional Bakrie Brothers. Namun, kepemilikan saham ini beralih, setelah pada 1997 Indocopper dibeli oleh PT Nusamba Mineral Industri milik Bob Hasan.
Belakangan, saham yang dimiliki Indocopper ini dibeli kembali oleh Freeport McMoran. Setelah itu, tak ada lagi kabar divestasi saham Freeport hingga keluar PP Nomor 24 Tahun 2012. Di mana, dalam aturan tersebut perusahaan tambang asing diwajibkan divestasi sahamnya hingga 51 persen ke Indonesia.
Negosiasi alot, hingga akhirnya pemerintah ngotot mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) melalui PP No.1/2017 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. Pengubahan status tersebut juga berimbas pada pelarangan ekspor konsentrat sejak 12 Januari 2017.
Dalam IUPK ini, porsi tawar pemerintah lebih besar. Sebab, pemerintah memberikan izin tambang ke perusahaan asing. Sedangkan KK, posisi pemerintah setara dengan perusahaan tersebut.
Namun, Freeport tak sepakat. Alasannya jelas merugikan raksasa tambang tersebut. Apalagi, Freeport tak bisa ekspor konsentrat sebelum membangun pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter.
Polemik terus bergulir antara Pemerintah dengan PT Freeport Indonesia. Penyebabnya, Freeport McMoRan Inc selaku induk usaha Freeport belum mau menyepakati perubahan dari Kontrak Karya ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Di mana Freeport tidak ingin melakukan divestasi 51 persen sahamnya ke pihak Indonesia. Untuk itu, pemerintah menyiapkan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) selaku holding BUMN tambang untuk membeli divestasi saham Freeport.
Perusahaan holding ini terdiri dari 4 perusahaan BUMN yaitu PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT Timah (Persero) Tbk (TINS), PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ATNM) dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA).
Direktur Utama Inalum pada masa itu Winardi Sunoto, mengatakan pihaknya siap jika harus membeli saham divestasi Freeport. "Kita siap terus. Ya, pertama dari sisi operasional kita dalam negeri punya banyak pengalaman. Underground, Aneka Tambang punya banyak pengalaman. Proses pengolahan, hidrometalurgi kita punya pengalaman," ujarnya.
Selain itu, Inalum juga menyatakan siap secara Sumber Daya Manusia (SDM). Sebab, selama ini SDM yang bekerja di Inalum sudah sangat berpengalaman dan siap secara keuangan.
Selain pembentukan holding BUMN, untuk memuluskan rencana pemerintah merebut 51 persen saham Freeport, maka pemerintah pusat juga memberikan kepemilikan saham kepada pemerintah daerah Papua sebesar 10 persen.
Dalam kepemilikan saham ini akan dibentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai kepanjangan tangan Pemda memegang 10 persen saham Freeport Indonesia.
Setelah serangkaian skema tersebut, Head of Agreement (HoA) antara pemerintah dengan Freeport McMoran dan Rio Tinto terkait divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) kepada Inalum mencapai titik final. Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) atau Inalum, Budi Gunadi Sadikin.
"Pertama, detail agreement Inalum dengan Rio Tinto dan Freeport. Ini agreement-nya harus terjadi, sekitar 56 agreement. Kita juga harus selesaikan masuknya Pemkab dan Pemda, itu harus ada agreement juga," jelasnya beberapa waktu lalu.
Jika proses itu rampung, lanjutnya, maka tahapan awal bisa dikatakan selesai. Namun begitu, dia juga mencermati masih ada tahapan selanjutnya yang harus dilalui lantaran kondisi divestasi saham ini tidak dapat berjalan sendiri.
"Ini harus dibarengi dengan isu lain, semisal kebijakan perubahan status perusahaan pertambangan dari Kontrak Karya (KK) jadi IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus). Lalu ada peraturan jaminan investasi, smelter juga harus selesai, lalu masalah lingkungan," paparnya.
"Divestasi ini baru bisa selesai kalau empat itu juga harus selesai," BGS menambahkan.
Keempat kesepakatan yang antara lain penyelesaian KK jadi IUPK, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) selama 5 tahun, stabilitas investasi, dan juga isu soal lingkungan tersebut harus benar-benar terselesaikan.
"Kita harus menyelesaikan satu set agreement ini. Sebanyak empat hal ini selesainya harus barengan," tandasnya.
Saat ini, Presiden Jokowi menegaskan bahwa saham PT Freeport Indonesia sudah dikuasai Indonesia sebesar 51,2 persen dan resmi beralih ke PT Inalum.
"Saya baru saja menerima laporan dari seluruh menteri yang terkait dari dirut PT Inalum dan dari CEO dari dirut PT freeport. Disampaikan bahwa saham PT Freeport sudah 51,2 persen sudah beralih ke PT Inalum dan sudah lunas dibayar," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (21/12)
Menurut Jokowi, hari ini juga merupakan momen yang bersejarah, setelah PT Freeport berorasi di indonesia sejak 1973 dan kepemilikan mayoritas ini digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
"Bahwa nantinya income pendapatan baik pajak, non-pajak, royalti lebih baik. Dan inilah kita tunggu. Mendapat laporan terkait lingkungan yang berkaitan dengan smelter telah terselesaikan dan sudah disepakati. Artinya semuanya sudah komplit dan tinggal bekerja saja."
Jokowi menegaskan, masyarakat di Papua juga akan mendapatkan 10 persen dari saham Freeport yang ada. "Dan tentu saja papua dapat pajak daerahnya."
Baca juga:
Kronologi Lengkap Perjanjian Pengambilalihan Saham Freeport 51 Persen
Divestasi Saham Freeport, Jokowi Sebut Masalah Lingkungan Sudah Selesai
Sejarah Freeport Indonesia Hingga Jadi Rebutan Negara Maju
Jokowi: 51,2 Persen Saham Freeport Resmi Dikuasai RI, Ini Jadi Momen Bersejarah
Inalum Selesaikan Pembayaran Saham Freeport