Sri Mulyani: Indonesia Butuh USD 5,7 Miliar per Tahun untuk Transisi Energi
Sri Mulyani menegaskan, pembiayaan transisi energi tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah dan membutuhkan partisipasi sektor swasta. Selama ini, pemerintah telah menggunakan seluruh instrumen fiskal untuk mendanai proyek hijau berkelanjutan.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan Indonesia membutuhkan USD 5,7 miliar per tahun untuk mendanai transisi energi.
"Itu adalah kebutuhan dana yang sangat besar," ucap Sri Mulyani dalam diskusi The Role of Green Finance in Delivering Southeast Asia’s Sustainability Goals secara daring di Jakarta, Kamis (30/9).
-
Sri Mulyani bertemu Presiden Jokowi, apa tujuan pertemuannya? Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani diagendakan menemui Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Merdeka Jakarta, Jumat (2/2) siang. Sri Mulyani akan melaporkan hal-hal terkait anggaran pendapatan belanja negara (APBN) tahun 2024.
-
Di mana Sri Mulyani dilahirkan? Sri Mulyani lahir di Tanjung Karang, Lampung, 26 Agustus 1962.
-
Apa yang dilakukan Kemenkumham untuk meningkatkan perekonomian Indonesia? Menurut Yasonna, dengan diselenggarakannya Temu Bisnis Tahap VI, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan perekonomian Indonesia.
-
Apa yang dilakukan Sri Mulyani setelah bertemu dengan Jokowi? Namun, Sri Mulyani enggan bicara banyak setelah rapat bersama Jokowi. Dia menolak memberikan pernyataan dan enggan tanya jawab dengan awak media. Sembari menjawab singkat, ia cuma menunjukkan gestur minta maaf dengan tangannya.
-
Apa yang Sri Mulyani tunjukkan kepada cucunya? Sri Mulyani juga memperlihatkan pekerjaannya kepada cucu yang lebih besar.
-
Apa yang menurut Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, merupakan kekuatan Indonesia? Keberagaman yang dimiliki Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam segala bentuknya, adalah sebuah kekuatan yang harus dirangkul.
Sri Mulyani menegaskan, pembiayaan transisi energi tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah dan membutuhkan partisipasi sektor swasta. Selama ini, pemerintah telah menggunakan seluruh instrumen fiskal untuk mendanai proyek hijau berkelanjutan.
Salah satunya, kata Sri Mulyani, yaitu melalui penerbitan obligasi hijau global yang dikombinasikan dengan prinsip syariah yang sudah cukup aman.
"Indonesia merupakan salah satu dari negara emerging market yang berhasil menerbitkan obligasi hijau global ini," katanya.
Dengan demikian, Menkeu menjelaskan setidaknya terdapat dua cara untuk memastikan akan adanya partisipasi sektor swasta.
Pertama, melalui pemapanan pasar karbon yang masih sangat baru di Indonesia dan saat ini sedang didiskusikan pemerintah dengan berbagai pihak, terutama mengenai pasar dan harga karbon sebagai instrumen transformasi kepada penggunaan emisi karbon yang lebih rendah, khususnya energi.
"Langkah ini akan sangat dibutuhkan agar kami bisa memasuki rezim perdagangan karbon, jadi pasar harus dikenalkan," ucap Sri Mulyani.
Selanjutnya
Kemudian yang kedua, lanjut dia, yakni melalui pengenalan performance based payment atau klasifikasi beban pungutan pajak yang akan dikenai kepada perusahaan, dengan bergantung banyaknya emisi yang dihasilkan dalam satu masa produksi.
"Dalam hal ini, kami sebenarnya baru saja berdiskusi dengan parlemen semalam, dan parlemen juga memberikan dukungan yang sangat kuat, dengan syarat kami memberikan peta jalan yang jelas menuju energi karbondioksida yang lebih rendah," ungkap Sri Mulyani.
(mdk/idr)