Survei: UMKM Kesulitan Bayar Utang dan Sewa Tempat Selama Pandemi Covid-19
Survei ini dilakukan kepada 1.100 UMKM yang tersebar di 15 provinsi di Indonesia, yang mana 60 persen di antaranya berasal dari Pulau Jawa, dan 40 persen berada di luar pulau Jawa. Survei ini dilakukan pada bulan Agustus tahun 2020.
Hasil Survei UNDP Indonesia mencatat bahwa UMKM di Indonesia mengalami kesulitan dari sisi keuangan selama masa pandemi covid-19. Salah satunya terlihat dari kesulitan dalam membayar biaya sewa tempat usaha.
"Ada tiga dampak keuangan utama yang di yang dirasakan oleh para UMKM, yang pertama mereka kesulitan untuk membayar utang, kemudian membayar biaya tetap seperti sewa tempat, dan yang terakhir kesulitan pembayaran gaji karyawan," kata Ekonom UNDP Indonesia Rima Prama Artha, dalam Jakpost UpClose #27: Covid-19's impact on Indonesian MSMEs, Kamis (21/1).
-
Di mana UMKM di Bontang terdampak oleh pandemi Covid-19? Wabah Covid-19 pada awal tahun 2020 memberikan dampak besar terhadap sektor perkonomian Indonesia, termasuk pada UMKM Kota Bontang.
-
Apa yang dimaksud dengan UMKM? Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor penting yang turut mendukung perekonomian suatu negara.
-
Kenapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
-
Apa yang dilakukan Pemkot Bontang untuk mengembangkan UMKM setelah pandemi Covid-19? Upaya untuk membangkitkan kembali pasar UMKM dilakukan oleh pemerintah. Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan Kota Bontang salah satu instansi pemerintah yang dapat memberikan konsep secara teori maupun praktis untuk pengembangan UMKM.
-
Apa itu UMKM? UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis usaha kecil yang dijalankan oleh individu atau kelompok dengan modal terbatas, tetapi memiliki peran penting dalam perekonomian suatu negara.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
Survei ini dilakukan kepada 1.100 UMKM yang tersebar di 15 provinsi di Indonesia, yang mana 60 persen di antaranya berasal dari Pulau Jawa, dan 40 persen berada di luar pulau Jawa. Survei ini dilakukan pada bulan Agustus tahun 2020.
Rima menjelaskan, dari sisi jenis kelamin pemilik usaha terdapat perbedaan terkait masalah keuangan. Bagi pemilik UMKM perempuan, mayoritas kesulitan utamanya adalah pembayaran utang, sementara untuk pemilik usaha laki-laki ini lebih kesulitan membayar biaya tetap rental sewa tempat.
Menurutnya, mayoritas ini sebenarnya merasakan dampak yang negatif dari sisi omzet penjualan, laba, aset, dan juga penurunan jumlah karyawan. Penurunan jumlah karyawan ini terjadi untuk semua tipe jenis usaha kecuali kelompok mikro, sebab usaha mikro jumlah karyawannya tidak terlalu banyak.
"Jadi di sini bisa dilihat paling besar 88 persen itu merasakan adanya penurunan profit, sementara untuk penurunan tenaga kerja ini paling dirasakan oleh usaha menengah dan besar 79 persen yang menyatakan bahwa mereka harus mengurangi jumlah karyawannya," jelasnya.
Kesulitan Permintaan
Selain dampak kesulitan dari sisi keuangan, UMKM juga merasakan dampak yang signifikan dari sisi penawaran dan permintaan. Dari sisi penawaran ada 2 hal utama, yakni pertama sebanyak 47 persen dari UMKM ini menyatakan mereka mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan baku produksi.
Kemudian 75 persen dari UMKM juga merasakan adanya kenaikan dan harga harga bahan baku sehingga sulit mereka berproduksi. Kedua, dari sisi permintaan, 90 persen dari UMKM menyatakan permintaan dari produk mereka sangat menurun akibat pandemi covid-19.
"UMKM juga merasa kesulitan untuk menentukan harga karena fluktuasi dari bahan baku. yang terakhir mereka juga menyebutkan terutama di awal pandemi ada PSBB ketat yang membuat para UMKM kesulitan untuk mendistribusikan barang dagangannya," ujarnya.
Untuk mengatasi beberapa masalah tersebut, para pelaku UMKM melakukan adaptasi dengan cara bertransformasi dari offline menjadi online. Sehingga jumlah UMKM yang berpindah menjadi online meningkat, dari sebelumnya 28 persen menjadi 44 persen.
"Akan tetapi transisi ini belum setinggi yang kita harapkan karena mereka masih mengalami kendala juga untuk mengoperasikan online," pungkasnya.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)