Tahan Defisit di 3 Persen, Pemerintah Kembali Terapkan Disiplin Fiskal
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pada tahun 2023 Pemerintah kembali menerapkan disiplin fiskal terhadap APBN, dengan cara menekan agar defisit tidak lebih 3 persen dari GDP.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pada tahun 2023 Pemerintah kembali menerapkan disiplin fiskal terhadap APBN, dengan cara menekan agar defisit tidak lebih 3 persen dari GDP.
Dia menjelaskan, kondisi ketidakpastian itu cenderung muncul pada sisi harga-harga yang meningkat, terutama karena disrupsi dari sisi supply karena adanya potensi peningkatan krisis pangan energi dan bahkan krisis utang di berbagai negara.
-
Kapan Alun-alun Puspa Wangi Indramayu diresmikan? Sebelumnya alun-alun ini diresmikan pada Jumat (9/2) lalu, setelah direnovasi sejak 19 Mei 2021.
-
Siapa Aipda Purnomo? Purnomo tercatat sebagai anggota kepolisian Polres Lamongan.
-
Kapan Dewi Khotijah dibunuh? Saat ia sedang salat, para punggawa kerajaan menyerangnya dengan tombak dan keris.
-
Kapan Adi Suryanto meninggal? Kabar duka datang dari salah satu instansi pemerintah, Lembaga Administrasi Negara (LAN). Kepala LAN, Prof Dr. Adi Suryanto, meninggal dunia di Yogyakarta pada Jumat (15/12).
-
Kapan Ipda Febryanti Mulyadi lulus dari Akpol? Perjuangannya berbuah manis saat ia lulus dari Akpol pada tahun 2021.
-
Kenapa elektabilitas Prabowo-Gibran meningkat? Peneliti Litbang Kompas, Bambang Setiawan menjelaskan, meroketnya elektabilitas Prabowo-Gibran lantaran pergerakan akar rumput pasangan nomor urut 2 itu sangat masif.
Hal tersebut sesuai dengan task force yang dibuat PBB, di mana mereka mengidentifikasi suasana dan situasi tantangan Global ini akan berpotensi kepada tiga area krisis, yaitu pangan, energi dan utang.
"Dalam situasi ketidakpastian dan dikaitkan dengan kondisi atau peranan dari instrumen APBN fiskal. Di tahun 2023 kembali untuk menerapkan disiplin fiskal atau prudent fiscal policy dengan membuat maksimum defisit tidak lebih dari 3 persen dari GDP," kata Sri Mulyani dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia dengan tema Normalisasi Kebijakan Pemulihan Ekonomi Indonesia pada Sesi Fiskal dan Pembangunan Daerah, Rabu (7/9).
Menurutnya, jika dilihat lebih detail, ketidakpastian ini memang cenderung meningkatkan harga dan meningkatkan suku bunga serta capital outflow. Karena adanya pengetatan likuiditas yang seharusnya dikurangi namun ternyata menimbulkan gejolak yang bisa berimbas ke ekonomi.
"Karena kalau kita masih sangat besar kemudian terlihat di market harus melakukan financing apalagi financing-nya sampai desperate maka kita pasti akan terkena Hit dengan cost of fund yang sangat tinggi," ujarnya.
Indonesia juga akan dilihat oleh dunia dari sisi ratingnya. Di mana Indonesia dianggap rentan dari sisi pembiayaan. Hal itu terlihat di berbagai negara saat ini sedang menghadapi kondisi resiko bergulir (revolving risk) dari sisi manajemen utang.
"Justru kita sedang mengelola sebuah resiko baru sudah pandemi, yaitu dari tadinya risiko kesehatan, sekarang menjadi resiko financial, dan geopolitik yang menimbulkan imbas sangat besar terhadap energi dan pangan, dan kemudian berujung pada inflasi," pungkasnya.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Pemerintah Patok Defisit Anggaran 2023 Rp 598,2 T, Aman?
Utang Pemerintah Meningkat, Pembayaran Bunga Kuras Cadangan Devisa
Target Defisit 3 Persen di 2023 Jadi Tantangan Bagi Pemerintah
Revisi Turun, Menkeu Sebut Defisit APBN 2022 Diproyeksi 3,9 Persen
Banggar Sepakati Defisit APBN di 2023 Hanya 2,85 Persen dari PDB
Alternatif Cara Tahan Kenaikan Harga Pertalite dkk Tanpa Tambah Utang