KIP Kritik Tapera, Sebut Pemerintah Tidak Transparan Pengelolaan Dana
Muncul pertanyaan proses pemerintah menyusun kebijakan mengenai simpanan Tapera hingga menimbulkan gaduh.
Muncul pertanyaan proses pemerintah menyusun kebijakan mengenai simpanan Tapera hingga menimbulkan gaduh.
KIP Kritik Tapera, Sebut Pemerintah Tidak Transparan Pengelolaan Dana
Komisi Informasi (KI) Pusat buka suara terkait terbitnya kebijakan baru pemerintah yang mewajibkan pekerja mengikutsertakan sebagai peserta iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera).
Komisioner KI Pusat, Rospita Vici Paulyn menyayangkan pemerintah tidak melakukan sosialisasi secara masif terlebih dahulu kepada publik. Ia menyebut seharusnya ada sosialisasi terkait dasar atau pertimbangan, sehingga diambilnya kebijakan tersebut.
"Jadi seharusnya ada beberapa point yang disosialisasikan dengan jelas yaitu terkait peraturan, kebijakan keputusan dan proses-proses yang harus disampaikan kepada publik," kata Vici dalam acara pers briefing, Jakarta, Rabu (5/6).
Vici menuturkan kebijakan Tapera memiliki beberapa polemik yang menjadi topik perbincangan masyarakat, pertama soal pengelolaan dana dan keterbukaan informasi.
Ia menjelaskan dalam transparansi pengelolaan dana belum ada kejelasan bagaimana dana program tersebut akan dikelola dan diinvestasikan sehingga menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan penyalahgunaan atau ketidaksesuaian dengan kepentingan publik.
Kemudian, apa jaminan pemerintah terhadap pengelolaan dana Tapera, mengingat banyak kasus-kasus yang merugikan publik yang sampai sekarang masih menyisakan banyak persoalan sehingga kebijakan ini muncul kekhawatiran dan berpotensi menimbulkan persoalan baru.
Misalnya saja, kasus BPJS Kesejatan dalam tiga tahun kerugiannya diperkirakan Rp20 trilun. Lalu dugaan korupsi dalam pengelolaan dana investasi di bidang eks PT Jamsostek mencapai Rp43 triliun.
"Bahkan yang terbaru ini ada kasus korupsi berupa investasi fiktif yang dilakukan oleh PT Taspen Persero yang diselidiki KPK di mana kerugian negara dalam kasus ini senilai Rp1 triliun," jelas Vici.
Polemik lainnya adalah keterbukaan informasi. Ia bilang kurangnya keterbukaan informasi tentang manfaat persyaratan dan kinerja program tapera dapat menyulitkan pemahaman masyarakat tentang bagaimana program tersebut berfungsi dan siapa yang berhak mendapat manfaat dari program tersebut.
Selanjutnya ketidaksertaan akses. Vici menyebut ada kekhawatiran bahwa program seperti Tapera mungkin tidak sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan semua lapisan masyarakat terutama mereka yang berada di golongan ekonomi menengah ke bawah yang mungkin kesulitan memenuhi persyaratan untuk berpartisipasi.
"Pertanyaannya adalah Apa sih urgensi tapera itu harus dilakukan untuk seluruh masyarakat Indonesia, padahal kalau melihat fakta masyarakat kita tidak terlalu meributkan itu," terang Vici.
"Seharusnya ketika pemerintah membuat suatu kebijakan dia melibatkan publik dulu mendapatkan aspirasi dari masyarakat benar tidak tapera ini sudah menjadi kebutuhan," sambung Vici.
Tak hanya itu, kata Vici pertanyaan juga muncul tentang seberapa adil distribusi manfaat dari program tapera apakah program tersebut memberikan manfaat yang sama kepada semua peserta ataukah terdapat kesetaraan dalam manfaat yang diberikan.
"Apakah ketika pemerintah membuat kebijakan ini sudah melewati beberapa tahapan sama seperti kami yang membuat peraturan Komisi Informasi saja kami melakukan uji kompetisi untuk melihat ya, kunci akses kemudian melibatkan akademisi masyarakat untuk melihat poin-poin penting yang harus dibahas dalam suatu kebijakan atau keputusan," tutup Vici.