Simpanan Tapera Bisa Timbulkan Masalah Baru, Ini Buktinya
KIP menyayangkan pemerintah tidak melakukan sosialisasi Tapera secara masif terlebih dahulu kepada publik.
KIP menyayangkan pemerintah tidak melakukan sosialisasi Tapera secara masif terlebih dahulu kepada publik.
Simpanan Tapera Bisa Timbulkan Masalah Baru, Ini Buktinya
Kebijakan simpanan tabungan perumahan rakyat (Tapera) dianggap memicu masalah baru.
Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP), Rospita Vici Paulyn juga menyoroti cara pemerintah yang meneken aturan Tapera tanpa ada sosialisasi kepada masyarakat.
Vici menyampaikan, skema simpanan Tapera cukup memberatkan bagi pekerja ataupun pemberi kerja.
Sebab, iuran yang dibebankan adalah sebesar 2,5 persen ditanggung pekerja dan 0,5 persen ditanggung pemberi kerja.
Vici mencontohkan rata-rata gaji pekerja di Indonesia Rp3 juta per bulan. Dari gaji Rp 3 juta per bulan yakni sebesar 2,5 persen untuk Tapera, adalah Rp75 ribu per bulan yang harus dikeluarkan oleh para pekerja.
"Kemudian dari pemberi kerja 0,5 persen adalah sebesar Rp15 ribu, sehingga iuran yang mereka akan bayarkan perbulannya Rp90 ribu per bulan," kata Vici dalam press briefing, Jakarta, Rabu (5/6).
Padahal, kata Vici mereka pun harus mengeluarkan pembiayaan untuk iuran BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan juga memberi manfaat subsidi dan memiliki pilihan untuk kredit pemilikan rumah (KPR).
"Tentu Tapera ini akan membuat ada tumpang tindih iuran, padahal bisa memilih salah satunya. Apakah perusahaannya mau? Ad tambahan beban pengeluaran jika jumlah karyawannya 1.000 orang lebih?," jelas Vici.
Dengan total iuran Rp90 ribu per bulan. Maka tabungan per tahunnya sebesar Rp1.080 juta. Kemudian 20 tahun ke depan Rp21,6 juta.
Vici pun mempertanyakan dengan tabungan yang hanya Rp21,6 juta ini jenis dan ukuran rumah seperti apa yang akan didapatkan oleh masing-masing pekerja tersebut.
"Jenis, ukuran dan harga rumah yang akan didapatkan apakah masih sama? Meski ditambah keuntungan? Apakah dana yang terkumpul sudah dihitung dan cukup untuk membeli rumah bagi para peserta?," tegasnya.
Sebagai informasi, Vici menyayangkan pemerintah tidak melakukan sosialisasi secara masif terlebih dahulu kepada publik.
Ia menyebut seharusnya ada sosialisasi terkait dasar atau pertimbangan, sehingga diambilnya kebijakan tersebut.
"Jadi seharusnya ada beberapa point yang disosialisasikan dengan jelas yaitu terkait peraturan, kebijakan keputusan dan proses-proses yang harus disampaikan kepada publik," ujar Vici.