Tarif KRL Direncanakan Naik, Dampaknya Bisa Begini
Penumpang KRL Jabodetabek tidak terpengaruh terhadap kenaikan tarif terutama pada kelompok masyarakat mampu.
Penumpang KRL Jabodetabek tidak terpengaruh terhadap kenaikan tarif terutama pada kelompok masyarakat mampu.
- Subsidi Tarif KRL Jabodetabek Berbasis NIK, YLKI: Kebijakan Absud, Potensi Chaos!
- Kemenhub Pastikan Tak Ada Perubahan Tarif KRL dalam Waktu Dekat
- Siap-Siap Tarif KRL Jabodetabek Diusulkan Naik, Saat Ini Masih Dibahas Pemerintah
- Tarif KRL Jabodetabek Bakal Naik, Dirut KAI Commuter: Tunggu Tanggal Mainnya
Tarif KRL Direncanakan Naik, Dampaknya Bisa Begini
Tarif Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek direncanakan naik.
Sejak tahun 2016, tarif KRL belum pernah mengalami penyesuaian kembali.
Direktur Operasi dan Pemasaran KCI, Broer Rizal mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif KRL Jabodetabek.
Menyikapi hal tersebut, Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno menilai wacana penyesuaian tarif KRL Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi akan dapat meningkatkan layanan bus perintis di seluruh wilayah Indonesia.
Alasannya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menganggarkan public service obligation (PSO) untuk Perkeretaapain sebesar Rp3,5 triliun. Sebanyak Rp1,6 triliun (0,48 persen) diberikan untuk PSO KRL Jabodetabek. Sementara
"Jika ada penyesuaian tarif KRL Jabodetabek, maka anggaran PSO Perkeretaapian dapat dialihkan untuk menambah anggaran bus perintis yang dioperasikan di seantero Nusantara supaya tidak ada ketimpangan anggaran,"
ujar Djoko dalam keterangan tertulis kepada merdeka.com, Minggu (5/5).
Jika dibandingkan dengan anggaran bus perintis di tahun yang sama terhadap 36 provinsi di Indonesia, hanya diberikan Rp 177 miliar, 11 persen dari PSO KRL Jabodetabek, sungguh tidak berimbang.
"Kepentingan layanan transportasi umum daerah 3 T (Terdepan, Tertinggal dan Terluar) se Indonesia kalah jauh ketimbang warga Jabodetabek,"
terang dia.
Berdasarkan penelitian Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik Trisakti menyimpulkan pemberian PSO KRL Jabodetabek tidak tepat sasaran karena sekitar 60 persen pengguna adalah kelompok mampu.
Apalagi mayoritas penggguna KRL merupakan pekerja yang memiliki penghasilan Rp3 juta- Rp7 juta per bulan sebanyak 63,78 persen.
Menurut Djoko, volume penumpang KRL Jabodetabek tidak terpengaruh terhadap penyesuaian/kenaikan tarif terutama pada kelompok masyarakat mampu.
Karakteristik penumpang didominasi oleh kelompok berpenghasilan tinggi dan jenis perjalanan komuter yang bersifat inelastis.
"Nilai elastisitas terhadap tarif KRL Jabodetabek tergantung pada karakter perjalanan, karakter penumpang, karakter dan layanan kota, dan besaran dan arah perubahan tarif,"
ucap Djoko.
Dia melanjutkan, solusi agar masyarakat lemah tidak terbebani dengan kenaikan tarif Transjakarta dan KRL Jabodetabek, Pemprov DKI dan PT KCI bisa menerapkan cara yang diberlakukan Pemprov Jawa Tengah (Trans Jateng) dan Pemkot Semarang (Trans Semarang) dalam memberikan subsidi penumpang bus.