Triwulan III-2015, Rupiah melemah 5,35 persen ke level Rp 13.873
Pelemahan Rupiah dipicu sentimen negatif dari Amerika Serikat dan China.
Bank Indonesia (BI) mencatat pelemahan rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika (USD) sebesar 5,35 persen ke level Rp 13.873 pada triwulan III-2015. Pelemahan ini dipicu sentimen negatif faktor eksternal yaitu rencana kenaikan suku bunga bank sentral Amerika atau The Fed serta pelemahan ekonomi China.
"Ke depan, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya," ujar Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo di Jakarta, Selasa (17/11).
-
Bagaimana Pejuang Rupiah bisa menghadapi tantangan ekonomi? "Tidak masalah jika kamu bekerja sampai punggungmu retak selama itu sepadan! Kerja keras terbayar dan selalu meninggalkan kesan abadi."
-
Bagaimana redenominasi rupiah dilakukan di Indonesia? Nantinya, penyederhanaan rupiah dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp 1.000 menjadi Rp 1.
-
Apa manfaat utama dari Redenominasi Rupiah untuk mata uang Indonesia? Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menyatakan manfaat utama dari redenominasi rupiah adalah untuk mempertahankan harkat dan martabat rupiah di antara mata uang negara lain.
-
Mengapa nilai tukar rupiah menjadi sangat tinggi terhadap dolar di era Soeharto? Sebab, inflasi Indonesia yang terbilang masih cukup tinggi tidak sebanding dengan mitra dagangnya. Akhirnya nilai tukar rupiah menjadi sangat tinggi terhadap dolar dan tidak ada negara yang mau bermitra dengan Indonesia.
-
Mengapa Redenominasi Rupiah sangat penting untuk Indonesia? Rupiah (IDR) termasuk dalam golongan mata uang dengan daya beli terendah. Hal ini semakin menunjukan urgensi pelaksanaan redenominasi rupiah di Indonesia.
-
Apa yang membuat Pejuang Rupiah istimewa? "Makin keras kamu bekerja untuk sesuatu, makin besar perasaanmu ketika kamu mencapainya."
Menurut Agus, pemulihan ekonomi global hingga kini masih belum merata. Di Amerika Serikat, pertumbuhan ekonomi masih moderat terindikasi dari ekspansi manufaktur dan ekspor mereka yang masih lemah.
"Namun, sektor tenaga kerja Amerika Serikat menunjukkan perbaikan, tercermin dari tingkat pengangguran yang menurun, serta pertumbuhan gaji dan data non-farm payroll yang meningkat. Perkembangan tersebut semakin meningkatkan ekspektasi kenaikan Fed Fund Rate (suku bunga acuan) pada bulan Desember 2015," katanya.
Selain itu, sentimen negatif pergerakan Rupiah juga datang dari ekonomi Eropa dan Jepang yang masih melemah. Kondisi ini membuka peluang pelonggaran kebijakan moneter di negara tersebut.
Selain itu, perekonomian China juga masih mengalami perlambatan, antara lain terindikasi oleh kontraksi PMI (Purchasing Manager Index) manufaktur seiring penurunan permintaan ekspor. Ini juga membuka peluang dilakukannya pelonggaran kebijakan moneter.
Pemerintah China juga melakukan langkah-langkah reformasi pasar keuangan dan internasionalisasi renmimbi.
(mdk/idr)