Viral Struk Makanan Kena PPN 12 Persen, Begini Klarifikasi Ditjen Pajak
Pengunggah menyebutkan bahwa dia telah dikenakan PPN 12 persen untuk makanan yang dibelinya.
Baru-baru ini, media sosial dihebohkan dengan unggahan gambar struk pembelian makanan yang mencantumkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen.
Dalam keterangan unggahannya, pengunggah menyebutkan bahwa dia telah dikenakan PPN 12 persen untuk makanan yang dibelinya, meskipun tarif tersebut biasanya hanya berlaku untuk barang mewah.
- Viral Momen Polisi Makan Olahan Daging Kurban Bareng Para Tahanan, Tuai Pujian
- Viral Momen Polisi Disuapi Makanan oleh Ibunya, Aksinya Curi Perhatian
- Viral Sopir Truk Belum Makan dan Kelaparan, Aksi Polisi Beri Makanan Ini Tuai Pujian
- Viral Momen Pria Asal Jawa Kondangan Ala Batak, Kaget dengan Makanan yang Disajikan
"Mau makan dikit-dikit saja mahal banget pajaknya," tulisnya.
Menangapi hal itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui akun instagram resminya @ditjenpajakri menegaskan bahwa makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
"Makan di restoran tidak kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN)," tulis @ditjenpajakri, dikutip Rabu (8/1).
DJP menjelaskan pajak di restoran merupakan pajak daerah yang dikelola langsung oleh pemerintah daerah setempat. Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomer 1/200 tentang HKPD dan dikenakan pada layanan makanan / minuman di restoran dan katering.
Sementara makanan dan minuman yang disajikan oleh restoran dan penyedia jasa katering merupakan objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Tarif PBJT paling tinggi sebesar 10 persen.
PPN 12 Persen Sumbang Rp3,5 Triliun ke Negara
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperkirakan implementasi kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen untuk barang mewah akan menyumbang penerimaan negara sebanyak Rp1,5 triliun hingga Rp3,5 triliun.
"Kalau hitung-hitungan kami dengan Pak Febrio kemarin ya range-nya sekitar Rp1,5 triliun sampai Rp3 triliunan. Itu hitung-hitungan tambahan PPN dari barang-barang yang tadi mewah tadi 1 persen untuk barang-barang yang mewah tadi. Misalnya PPN-nya kita perhitungan sebesar Rp1,5 triliun sampai dengan Rp3,5 triliun," kata Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo dalam konferensi pers APBN KiTa, Senin (6/1).
Untuk mencapai perkiraan tersebut, Suryo menyebut pihaknya akan melakukan perluasan basis pekerjaan yang mencakup intensifikasi dan esktensifikasi pada penerimaan negara tahun ini.
"Bagaimana kami lakukan? Ya kami akan melakukan perluasan modus operandi kerja. Saya pasti mencari potensi dengan cara memperluas basis pekerjaan kan gitu tuh. Kami pun juga melakukan join untuk paling tidak membuat mencari sumber-sumber baru tadi yang belum ke-cover selama ini atau mungkin kurang kami cover dalam langkah extensifikasi yang kami lakukan," terang dia.
Penerimaan Negara 2024
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan pajak tahun 2024 mencapai Rp1.932,4 triliun atau tumbuh 3,5 persen secara tahunan (year on year/yoy).
"Penerimaan pajak tahun 2024 mencapai Rp1.932,4 triliun," kata Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, dalam konferensi pers APBN KiTa, Jakarta, Senin (6/1).
Adapun total penerimaan pajak berasal dari pajak penghasilan (PPh) non migas Rp997,6 triliun atau 0,5 persen secara tahunan. Dia menjelaskan PPh Nonmigas tumbuh positif, terutama ditopang oleh PPh 21 dan orang pribadi (OP) yang didorong oleh terjaganya gaji dan upah, tambahan lapangan kerja baru dan peningkatan aktivitas di sektor perdagangan.
Kendati begitu, untuk PPh migas tercatat Rp65,1 triliun atau kontraksi -5,3 persen yoy.
"Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tercatat Rp828,5 triliun atau tumbuh 8,6 persen secara tahunan," terang Anggito.