Tsania Marwa Tidak Akan Melaporkan Sang Suami Atalarik Syach: Saya Relakan Air Mata Selama 7,5 Tahun Sudah Cukup
Tsania Marwa tak akan polisikan Atalarik Syach meski MK kabulkan pasal 330 KUHP untuk jerat orang tua bukan pemegang hak asuh yang ambil paksa anak.
Meskipun Mahkamah Konstitusi telah menyetujui pasal 330 KUHP yang memungkinkan pemidanaan terhadap orang tua yang bukan pemegang hak asuh yang secara paksa mengambil anak, Tsania Marwa dengan tegas menyatakan tidak akan melaporkan mantan suaminya ke polisi.
Ia memilih untuk menerima keadaan meskipun Atalarik Syach yang kalah dalam Peninjauan Kembali tetap bersikukuh tidak menyerahkan kedua anak mereka kepada Tsania. Menurut Tsania Marwa, air mata yang telah ditumpahkan selama 7,5 tahun sudah cukup.
"Jika air mata dan penderitaan yang saya alami selama 7 tahun 6 bulan ini membawa hikmah yang sebesar ini, saya akan ikhlas. Semoga hasil ini dapat menjadi bantuan bagi ribuan ibu yang mengalami hal serupa. Ini adalah segalanya. Allahuakbar," tulisnya.
Dalam sebuah unggahan berjudul "Indonesia Berbunga" di akun Instagram terverifikasinya pada 27 September 2024, Tsania Marwa menjelaskan alasan lain mengapa ia tidak ingin melaporkan mantan suaminya, yang berkaitan dengan pola pikir anak-anak yang sudah "dibentuk."
Tidak Akan Melaporkan Mantan Suami
"Apakah saya akan mengajukan laporan terhadap ayah dari anak-anak saya? Jawabannya adalah TIDAK. Mengapa demikian? Karena sudah terlambat! Selama tujuh tahun dan enam bulan, kedua anak saya terpisah dari saya, dan tentu saja hal itu memberikan dampak pada cara berpikir anak yang sudah 'dibentuk,'" jelas Tsania Marwa.
Hampir delapan tahun terpisah dari anak-anak membuat bintang film Dalam Migrab Cinta tidak lagi merasakan kesedihan. Usahanya di Mahkamah Konstitusi bukanlah untuk memenjarakan mantan suaminya yang melanggar putusan hukum.
Tsania Marwa Merasa Bahagia
Ia hanya berkeinginan untuk mendukung para ibu di luar sana dalam memperjuangkan keadilan setelah perpisahan dalam rumah tangga. Melihat para ibu yang memiliki hak asuh namun terpisah dari anak-anak mereka kini mendapatkan perlindungan hukum, Tsania Marwa merasa bahagia.
"Apakah saya merasa sedih? Tidak. Mengapa? Karena pasal ini masih sangat mungkin diterapkan bagi mereka yang baru saja terpisah dari anak-anaknya, dan saya sangat BAHAGIA akhirnya ada kepastian hukum yang jelas bagi pemegang hak asuh anak inkrah," jelas Tsania Marwa.
Hal yang Paling Utama adalah Memiliki Kesadaran
Menurut Tsania Marwa, kesehatan mental anak-anak yang menjadi korban perceraian lebih utama dibandingkan dengan kepentingan orang tua. Hal yang paling krusial setelah perceraian adalah kebahagiaan anak dan menanamkan rasa kesadaran diri dalam diri mereka.
"Yang paling penting adalah menyadari kapan saatnya untuk mundur dan mengalah demi kepentingan anak (bukan demi ego pribadi). Sejak awal, saya telah menyatakan bahwa tujuan saya mengawal kasus ini di MK adalah untuk membantu para ibu yang mengalami situasi serupa, karena saya memahami betul rasa sakit yang mereka alami," tutupnya.