Apakah Diperlukan Membawa Barang Saat Melamar dalam Islam? Simak Penjelasan Ustadz Khalid Basalamah
Proses lamaran melibatkan kehadiran keluarga dari kedua belah pihak. Umumnya, keluarga pria akan membawa barang sebagai simbolik.

Bagi seorang muslim, pernikahan bukan sekadar mengikat janji suci antara pria dan wanita. Menikah tidak hanya bertujuan untuk menghalalkan hubungan, tetapi juga merupakan sebuah ibadah. Pernikahan adalah bentuk ibadah yang berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, diharapkan agar ikatan tersebut dapat terjaga hingga maut memisahkan.
Selama menjalani kehidupan pernikahan, pasangan suami istri diharapkan saling mengingatkan untuk selalu berada dalam ketaatan kepada-Nya. Sebelum memasuki tahap pernikahan, terdapat beberapa proses yang perlu dilalui, salah satunya adalah lamaran.
-
Apa yang dimaksud dengan melamar dalam Islam? Perempuan dapat memberikan sinyal atau kode kepada laki-laki yang diinginkannya sebagai suami, meskipun tidak secara langsung.
-
Kenapa melamar wanita islam perlu dilakukan dengan tata cara yang baik? Melamar wanita dalam Islam perlu dilakukan dengan tata cara yang baik. Lamaran adalah kegiatan yang perlu dilakukan bagi laki-laki dan wanita yang hendak menikah.
-
Bagaimana cara melamar wanita islam? Dalam Islam, melamar sering disebut juga dengan khitbah, di mana seorang laki-laki datang ke keluarga perempuan untuk menyatakan tujuan pinangan.
-
Apa yang diminta dalam doa lamaran? Dalam doa lamaran, pasangan memohon kepada Allah SWT untuk mendapatkan ridha-Nya, kesuksesan dalam menjalani hubungan pernikahan, serta memohon agar segala urusan mereka diberkahi dan dimudahkan.
-
Kenapa doa lamaran penting? Dengan membaca doa lamaran, pasangan juga menyadari bahwa keberhasilan dalam pernikahan tidak hanya bergantung pada usaha manusia semata, tetapi juga memerlukan pertolongan dan ridha dari Allah SWT.
-
Apa saja perlengkapan yang harus dibawa? Pertama-tama, pastikan perlengkapan mendakimu sudah lengkap! Sepatu hiking yang nyaman, jaket tahan air, tenda, dan sleeping bag yang cozy akan jadi sahabat terbaikmu di gunung. Jangan lupa, bawa tas carrier yang ukurannya pas dan nggak terlalu berat, tapi cukup buat bawa semua kebutuhan penting.
Dalam konteks Islam, lamaran juga dikenal dengan istilah khitbah. Khitbah adalah proses formal di mana seorang pria menyatakan niatnya untuk menikahi seorang wanita kepada keluarganya. Jika lamaran tersebut diterima, maka wanita yang dilamar akan berstatus makhtubah. Proses lamaran biasanya melibatkan kedua keluarga, di mana keluarga pihak laki-laki membawa barang bawaan.
Namun, pertanyaan yang muncul adalah apakah membawa barang bawaan dalam lamaran dianjurkan dalam Islam? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita simak penjelasan dari Ustadz Khalid Basalamah, yang akan memberikan wawasan baru bagi Anda mengenai lamaran dalam Islam, dilansir Merdeka.com dari berbagai sumber, Kamis(30/1/2025).
Ustadz Khalid Menjelaskan Mengenai Proses Lamaran dalam Islam

Ustadz Khalid Basalamah menjelaskan bahwa setiap proses menuju pernikahan pasti melibatkan tahapan lamaran. Dalam pandangan Islam, makna lamaran tidak sama dengan tren yang ada saat ini, yang sering melibatkan membawa barang dan menentukan waktu akad nikah. "Lamaran ini begini. Kalau Anda mengatakan 'Saya mau menikahi wanita ini'. Terus orang tuanya mengatakan, 'Baiklah'. Itu sudah lamaran namanya," ujar Ustadz Khalid, seperti yang dikutip dari YouTube Khalid Basalamah Official pada Rabu (29/1/2025).
Lebih lanjut, Ustadz Khalid menegaskan bahwa lamaran dalam konteks Islam seharusnya lebih sederhana. "Berarti pasti ada lamarannya, gak mungkin tidak, kecuali kalau Anda maknakan lamaran yang berbeda. Misalnya, lamaran harus ada bawa-bawaan, kemudian janjian kapan akad nikahnya, nah itu mungkin yang Anda maksudkan," jelasnya saat menjawab pertanyaan dari jamaahnya.
Ia menekankan bahwa lamaran sudah dianggap sah ketika seorang laki-laki menyatakan keinginannya untuk menikahi perempuan kepada orang tua perempuan tersebut. "Lamaran itu lebih sederhana dalam Islam. Sudah dianggap lamar kalau Anda mengatakan saya mau menikahi anak Anda. 'Kira-kira gimana pendapatnya?' 'Oh iya saya setuju'. Sudah lamaran namanya," tambahnya.
Ustadz Khalid juga memberikan contoh konkret mengenai hal tersebut. "Contoh ditanya anak perempuanya, 'Oh ya saya setuju'. Itu sudah lamaran namanya. Gak ada masalah (jika tidak bawa barang bawaan). Lamaran itu terjadi walaupun hanya hitungan menit beberapa menit, setuju, lalu kemudian menikah," tuturnya. Dengan demikian, ia menegaskan pentingnya pemahaman yang benar tentang lamaran dalam konteks pernikahan menurut ajaran Islam.
Tradisi Membawa Barang Bawaan saat Acara Lamaran

Mantan Ketua Pengurus Cabang (PC) Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) Kabupaten Jombang, Ustadz Moh. Makmun, menjelaskan tentang kebiasaan membawa barang saat acara lamaran atau khitbah di NU Online Jombang. Ia menyatakan bahwa sudah menjadi hal yang umum di masyarakat bahwa ketika seseorang ingin melamar, baik dirinya maupun keluarganya akan mengunjungi pihak yang dilamar sambil membawa berbagai barang.
Barang-barang tersebut bisa berupa makanan, pakaian, perlengkapan kecantikan, perhiasan, dan bahkan kebutuhan pokok. Menurutnya, barang yang dibawa saat lamaran harus disesuaikan dengan adat dan tradisi masing-masing daerah. Barang-barang tersebut biasanya diberikan sebagai simbol keseriusan dari pihak pelamar dan juga untuk mempererat hubungan antara kedua belah pihak.
Ustadz Moh. Makmun menegaskan bahwa tidak ada ketentuan khusus dalam Islam mengenai membawa barang saat lamaran. Ia menulis, "barang bawaan tersebut ditujukan untuk menghangatkan pihak pelamar dan yang dilamar." Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah barang bawaan tersebut bisa diminta kembali?
Mengutip pendapat Ibn Hajar al-Haitami berdasarkan Imam Rofi`i, jika pihak perempuan yang membatalkan pertunangan, maka pihak lelaki berhak meminta kembali barang-barang tersebut. Namun, jika pihak lelaki yang membatalkan, maka ia tidak bisa meminta kembali barang-barang yang telah diberikan.
Menurut Ibnu Abidin, barang yang dibawa saat khitbah memiliki status seperti hibah, sehingga pelamar bisa meminta kembali barang tersebut kecuali jika barang tersebut sudah rusak, digunakan, atau terjadi akad nikah.
Jika barang yang diberikan masih ada, pelamar berhak untuk mengambilnya. Namun, jika barang tersebut sudah rusak atau berubah bentuk, seperti kain yang dijadikan baju, makanan yang telah dimakan, atau perhiasan yang hilang, pelamar tidak berhak meminta ganti.
Dengan kata lain, jika barang bawaan masih dalam kondisi utuh, pelamar boleh memintanya kembali. Imam Hanafi berpendapat bahwa jika pihak yang dilamar berkhianat, pelamar berhak meminta kembali barang yang masih utuh, tetapi tidak untuk barang yang telah habis atau rusak. Ini hanya berlaku untuk barang hadiah, bukan untuk sandang-pangan (nafaqah).
Imam Nawawi berpendapat bahwa barang bawaan saat khitbah termasuk dalam kategori hadiah. Barang tersebut diberikan dengan harapan agar pihak yang dilamar mau menikah. Jika lamaran batal, maka barang yang telah diberikan harus dikembalikan, baik dalam kondisi utuh atau harus diganti jika sudah rusak.
Dalam pandangan Madzhab Syafiiyah, pelamar diperbolehkan untuk mengambil kembali barang pemberian, karena barang tersebut diberikan dengan maksud untuk menikahi.
Jika barang tersebut sudah rusak, pelamar harus menggantinya. Menurut Madzhab Hanabilah, jika pihak pelamar yang menarik diri, maka ia tidak berhak meminta kembali barang tersebut, meskipun masih ada.
Namun, jika pihak yang dilamar yang mundur, maka pelamar bisa meminta barang tersebut kembali, baik dalam kondisi utuh atau sudah rusak, dan jika hilang atau dikonsumsi, maka wajib menguangkan.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa pihak yang membatalkan lamaran tidak berhak meminta kembali pemberian, baik barangnya masih ada maupun tidak. Pihak yang tidak menggagalkan pinangan berhak menerima kembali barang tersebut jika masih ada, atau menerima qimah jika barang pemberiannya sudah tidak ada.
Dalam pandangan Madzhab Hanafiyah, barang pemberian saat khitbah dianggap sebagai hadiah dan hibah. Oleh karena itu, pelamar diperbolehkan meminta kembali barang tersebut, kecuali jika barang tersebut telah rusak, hilang, atau berubah bentuk.
Beberapa pandangan ini menunjukkan bahwa meminta kembali barang bawaan saat khitbah sangat tergantung pada situasi dan kondisi yang ada, serta sebaiknya dibicarakan antara pihak pelamar dan yang dilamar.
Wallahu a'lam.