Ilmuwan Ungkap Virus Purba Punya Peran Besar dalam Evolusi Manusia, Nenek Moyang Kita Jadi Bisa Berkembang
Penemuan ini menunjukkan virus mungkin memainkan peran lebih besar dalam evolusi kita daripada yang kita sadari.
Penemuan ini menunjukkan virus mungkin memainkan peran lebih besar dalam evolusi kita daripada yang kita sadari.
-
Mengapa ilmuwan meneliti virus purba? Penelitian itu memberi gambaran singkat tentang bagaimana virus beradaptasi dengan perubahan iklim selama ribuan tahun.
-
Di mana para ilmuwan menemukan virus purba? Pada 2015 tim peneliti internasional menjelajah ke Gletser Guliya yang terpencil di Dataran Tinggi Tibet di Himalaya untuk mengumpulkan inti es sepanjang ratusan meter.
-
Data genetik apa yang ditemukan dari manusia purba? Sejauh ini, ini adalah informasi genetik tertua yang pernah ditemukan dari hominid mana pun. Para peneliti mengekstraksi data genetik dari fosil gigi milik spesies manusia purba yang hidup lebih dari 2 juta tahun lalu di Afrika Selatan.
-
Bagaimana cara peneliti menemukan virus tertua pada fosil Neanderthal? Dalam sekuens mentah tersebut, mereka mencari sisa-sisa genom atau keseluruhan informasi genetik suatu organisme dari tiga jenis virus DNA: adenovirus, herpesvirus, dan papillomavirus.
-
Siapa yang menemukan virus tertua pada fosil Neanderthal? Penelitian ini dilakukan ilmuwan Universitas Federal São Paulo yang ingin mencari tahu apakah virus ini berperan dalam kepunahan Neanderthal, dengan melakukan penyisiran data pengurutan DNA mentah dari temuan dua kerangka manusia Neanderthal yang ditemukan di gua Chagyrskaya, Rusia.
-
Mengapa penelitian ini penting untuk memahami manusia purba? Temuan ini membantu menentukan 'keadaan yang tepat di mana beberapa fosil manusia modern paling awal yang ditemukan di Asia Tenggara tersimpan jauh di dalam' gua tersebut.
Ilmuwan Ungkap Virus Purba Punya Peran Besar dalam Evolusi Manusia, Nenek Moyang Kita Jadi Bisa Berkembang
Para ilmuwan menemukan sisa-sisa genom yang ditinggalkan virus raksasa purba di dalam DNA organisme bersel tunggal yang nenek moyangnya sama dengan organisme kompleks seperti kita.
Menurut laporan Science Alert, penemuan ini menunjukkan virus mungkin memainkan peran lebih besar dalam evolusi kita daripada yang kita sadari, menyumbangkan gen yang mungkin memberi sel-sel seperti nenek moyang simbiosis eukariota Amoebidium keunggulan dalam kelangsungan hidup.
Penelitian ini dilakukan tim ilmuwan dari Universitas Queen Mary London yang dipimpin ahli biologi evolusioner Alex de Mendoza Soler.
"Ini seperti menemukan kuda Troya bersembunyi di dalam DNA Amoebidium," jelas Mendoza Soler.
"Penyisipan virus ini berpotensi membahayakan, namun Amoebidium tampaknya mengendalikannya dengan membungkamnya secara kimiawi."
Serangan virus ini seharusnya berakibat fatal bagi Amoebidium, namun mikroba tampaknya telah menemukan cara untuk mengatasinya dengan membungkam gen asing ini dengan memodifikasi salah satu dari empat huruf dalam alfabet DNA menggunakan mekanisme yang disebut 5-metilsitosin (5mC).
Basa sitosin, atau 'C', dimodifikasi oleh enzim yang disebut DNMT1, yang ditemukan di semua organisme bersel banyak. Para peneliti ingin menemukan akar enzim pra-hewan, yang mengarahkan mereka ke protista bernama Amoebidium appalachense, yang pertama kali ditemukan bersembunyi di kerangka luar serangga air tawar.
Peneliti menemukan, organisme bersel tunggal ini tidak hanya menghasilkan DNMT1, mereka juga menggunakannya untuk menyimpan materi genetik dalam jumlah yang mengejutkan dari virus raksasa yang telah hilang dari sejarah.
“Temuan ini menantang pemahaman kita tentang hubungan antara virus dan inangnya,” kata de Mendoza Soler.
“Penyisipan virus mungkin berperan dalam evolusi organisme kompleks dengan menyediakan gen baru bagi mereka. Dan hal ini dimungkinkan melalui penjinakan kimiawi DNA penyusup ini,” kata de Mendoza Soler.
Dan karena A. appalachense adalah kerabat hewan, temuan ini dapat membantu kita lebih memahami fenomena serupa yang terjadi di dalam tubuh kita.
Manusia dan mamalia lain juga memiliki sisa-sisa virus purba yang terjalin dalam DNA mereka. Disebut sebagai retrovirus endogen, mereka diyakini sebagai sisa-sisa virus yang tidak berhasil membunuh kita.
Penelitian ini dipublikasikan di Science Advances.