Mengapa Iran Tidak Juga Melancarkan Serangan Balasan ke Israel? Begini Analisis Pakar
Iran berjanji akan membalas kematian pemimpin Hamas Ismail Haniyeh yang dibunuh di Teheran akhir bulan lalu.
Di kalangan diplomat Arab belakangan ini ada sebuah sindiran bernada sarkastis yang mengatakan, tidak ada negara di Timur Tengah yang paling menginginkan terjadinya gencatan senjata di Gaza selain dari Iran.
"Iran sangat menginginkan jalan keluar," kata seorang diplomat Arab dari Teluk kepada Middle East Eye yang tidak ingin diketahui identitasnya.
Para pejabat AS dan Arab meyakini jika gencatan senjata tercapai, ketegangan regional akan menurun, memberi Iran dan sekutunya ruang untuk mundur dari janji mereka membalas dua pembunuhan Israel yang membuat kawasan dalam situasi makin panas.
Hizbullah dan Iran sama-sama berjanji untuk membalas pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran dan komandan militer senior Hizbullah Fuad Shukr di Beirut.
Namun dengan perundingan gencatan senjata yang gagal dan lebih dari tiga pekan telah berlalu sejak pembunuhan itu, sejumlah kalangan meragukan apakah Iran benar akan membalas.
Tidak dalam waktu dekat
“Bahasa yang diucapkan Iran menunjukkan Iran berusaha menghindari hal ini,” kata Mohanad Hage Ali, wakil direktur penelitian di Carnegie Center di Beirut, kepada MEE.
Hingga saat ini, Iran belum menunjukkan tindakan yang sesuai dengan omongan keras mereka. Dan ada tanda-tanda mereka mungkin tidak akan melakukannya dalam waktu dekat.
Pada Rabu lalu juru bicara Korps Garda Revolusi Islam Ali Mohammad Naeini mengatakan “waktu ada di pihak kita, dan masa tunggu untuk pembalasan ini mungkin akan diperpanjang”.
Ia juga mengisyaratkan Iran sedang mencari cara baru untuk membalas, dengan mengatakan: “Tanggapan Iran tidak akan sama seperti operasi sebelumnya. Kualitas balasan, skenario, dan alat tidak selalu sama.”
Penundaan ini berbeda dengan sikap Iran pada putaran eskalasi sebelumnya.
Ketika Amerika Serikat membunuh Komandan Garda Revolusi Islam Qassem Soleimani pada tahun 2020, Iran membalas dalam waktu lima hari, dengan menembakkan rudal ke pangkalan militer Ain al-Assad milik AS di Irak.
Dari buruk hingga sangat buruk
Serangan langsung Iran yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel pada bulan April terjadi 12 hari setelah konsulatnya di Damaskus Suriah dibom.
Jika Iran tidak merespons, hal itu dapat berdampak pada Timur Tengah sampai bertahun-tahun mendatang.
Bagi para petinggi Iran di AS dan Israel, keragu-raguan Teheran telah ditafsirkan sebagai konfirmasi bahwa Iran dan sekutunya lebih lemah daripada yang diyakini sebelum 7 Oktober ketika perang di Gaza pecah setelah serangan Hamas di Israel selatan.
Pada April lalu, Iran mencoba menyeimbangkan antara kekuatan pertahanan dan menghindari perang habis-habisan dengan Israel.
Iran menunjukkan keinginannya untuk menyerang Israel secara langsung - yang pertama sejak Republik Islam itu berdiri pada 1979 - tetapi mengabarkan serangan itu kepada mitra-mitra Arab AS, saat Washington mengerahkan aset militer ke Timur Tengah.
Setelah menunjukkan kartunya pada April, para pengamat mengatakan kini sulit untuk menemukan formula yang tepat untuk serangan balasan yang baru.
"Penundaan itu menegaskan kembali kenyataan bahwa pilihan Iran untuk pembalasan berkisar dari buruk hingga sangat buruk," kata Ali Vaez, seorang pakar Iran di International Crisis Group, kepada MEE.
"Bagi Iran, tindakan simbolis berisiko dan jelas tidak membuahkan hasil, sementara tindakan substantif kemungkinan akan mengundang serangan balik Israel yang lebih dahsyat, atau mungkin serangan balik AS."