Setelah Rezim Bashar Al-Assad Jatuh, Netanyahu Sebut Dataran Tinggi Golan Selamanya Jadi Bagian Israel
Netanyahu menyatakan penguasaan Israel terhadap Dataran Tinggi Golan merupakan jaminan bagi keamanan dan kedaulatan negara tersebut.
Pada Senin (9/12), Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan Dataran Tinggi Golan, yang telah dikuasai oleh Israel selama hampir enam dekade, akan tetap menjadi bagian dari Israel "selama-lamanya". Dalam sebuah konferensi pers yang diadakan di Yerusalem, Netanyahu mengucapkan terima kasih kepada presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, atas pengakuannya terhadap aneksasi Israel terhadap wilayah tersebut pada tahun 1981 selama masa pemerintahannya yang pertama, dan menegaskan bahwa "Golan akan menjadi bagian dari Negara Israel selamanya".
Israel menguasai sebagian besar Dataran Tinggi Golan dari Suriah pada Perang Enam Hari di tahun 1967 dan telah mempertahankannya sejak saat itu, meskipun Suriah berupaya merebut kembali wilayah tersebut dalam Perang Arab-Israel 1973. Sejak munculnya pemberontakan yang menggulingkan Presiden Bashar al-Assad, Israel telah melancarkan serangkaian serangan udara ke Suriah, termasuk serangan terhadap tiga pangkalan udara utama militer pada Senin. Pejabat Israel mengungkapkan serangan udara tersebut akan terus dilaksanakan selama beberapa hari ke depan untuk mencegah senjata berat milik Assad jatuh ke tangan musuh.
Di akhir pekan, setelah penggulingan Assad, Netanyahu menginstruksikan pasukan Israel untuk memasuki zona penyangga yang diawasi oleh PBB dan melampaui batas zona tersebut. Tindakan ini menuai kecaman dari PBB dan negara-negara tetangga Israel. Seorang juru bicara PBB pada Senin menyebut tindakan Israel sebagai "pelanggaran" terhadap perjanjian pelepasan tahun 1974 antara Israel dan Suriah. Arab Saudi juga menyatakan penguasaan Israel atas zona penyangga di Dataran Tinggi Golan akan "merusak peluang Suriah untuk memulihkan keamanan".
Meskipun demikian, Israel menginformasikan kepada Dewan Keamanan PBB mereka tidak terlibat dalam konflik Suriah dan hanya mengambil "langkah terbatas dan sementara" untuk melindungi keamanan mereka. Netanyahu juga menyatakan pada Minggu (8/12), keruntuhan pemerintahan Assad dan mundurnya pasukan Suriah dari pos-pos mereka telah membatalkan perjanjian 1974.
Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, pada Senin menekankan bahwa perebutan zona penyangga tersebut adalah "langkah terbatas dan sementara yang kami ambil demi alasan keamanan".