Dua Negara Ini Paling Diuntungkan dengan Tumbangnya Rezim Assad di Suriah
Kelompok pemberontak Suriah akhirnya berhasil menggulingkan rezim Bashar al-Assad setelah upaya dilakukan sejak 2011.
Sejak dimulainya gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel pada 27 November, kelompok pemberontak Suriah di Idlib menyerang Provinsi Aleppo dan berhasil menguasai wilayah itu kemudian berlanjut ke provinsi-provinsi lain di Suriah hingga ke Ibu Kota Damaskus hampir tanpa perlawanan berarti dari militer Suriah.
Puncaknya, Presiden Bashar al-Assad akhirnya melarikan diri ke Moskow, Rusia dan rezimnya pun tumbang oleh pemberontak.
"Yang terjadi saat ini adalah kelanjutan dari agenda penggulingan rezim Bashar al-Assad yang sebenarnya sudah dimulai sejak 2011," kata pengamat Timur Tengah dari Universitas Padjajaran Dina Sulaeman kepada merdeka.com, Senin (9/12).
Seiring dengan gelombang Musim Semi Arab yang menggulingkan beberapa rezim Arab di Timur Tengah, seperti Libya dan Mesir, si Suriah juga kemudian terjadi aksi-aksi demo pada 2011.
Kedok sumbangan kemanusiaan dari Indonesia
Namun setelah aksi demo mereda, kata Dina, muncul gerakan “jihad” (dengan tujuan mendirikan khilafah di Suriah) pada pertengahan 2012. Sejak itu puluhan ribu “jihadis” dari lebih 100 negara (termasuk Indonesia) datang ke Suriah untuk “berjihad” melawan Assad.
Pada 2017 para "jihadis" yang terpecah dalam banyak faksi seperti Al-Qaidah cabang Suriah alias Hay’at Tahrir Al Syam (HTS) atau sebelumnya bernama Jabhat Al-Nusra, Free Syrian Army (FSA) yang dibentuk di Turki, dan ISIS dinyatakan kalah setelah daerah-daerah yang mereka kuasai diambil alih oleh militer Suriah yang dibantu Rusia, Iran, Hizbullah, dan milisi Irak.
Para "jihadis" pemberontak ini dievakuasi ke Provinsi Idlib yang berbatasan dengan Turki.
"Mereka menguasai Idlib hingga hari ini, dan terus meningkatkan kapabilitas militernya, dengan bantuan Turki, AS, dan donasi dari berbagai penjuru dunia, termasuk lembaga-lembaga donasi dari Indonesia banyak yang bergerak menggalang donasi yang dikirim ke Idlib dengan kedok sumbangan kemanusiaan," jelas Dina.
Setelah tujuh tahun memperkuat diri, HTS dan faksi "jihad" lainnya kembali melanjutkan agenda mereka menggulingkan Assad sampai berhasil.
"Pertanyaan pentingnya: siapa yang mendanai HTS, siapa yang menyuplai senjata, siapa yang paling diuntungkan oleh gerakan HTS? Jawabannya: AS dan Israel," ungkap Dina.
"Suriah adalah jalur suplai logistik Iran untuk pejuang kemerdekaan Palestina dan untuk Hizbullah. Assad tumbang, otomatis Gaza dan Hizbullah terisolasi. Dan wilayah Suriah memang diinginkan Israel dalam agenda Greater Israel-nya."
AS dan Israel adalah satu paket, kata Dina, sesuai doktrin kebijakan luar negeri AS: "keamanan Israel adalah keamanan AS".