Makanan Khas Lebaran yang Kini Langka, Ini Resep untuk Nostalgia Rasa yang Hampir Hilang
Jelajahi kuliner Lebaran tradisional yang semakin langka, dari Sayur Babanci hingga Kue Clorot, dan temukan alasan di balik kelangkaannya.

Lebaran identik dengan beragam hidangan istimewa. Namun, tahukah Anda bahwa beberapa makanan tradisional Lebaran kini semakin sulit ditemukan? Artikel ini akan mengupas beberapa makanan tersebut, mulai dari sayur yang kaya rempah hingga kue-kue unik dengan proses pembuatan yang rumit. Mari kita telusuri alasan di balik kelangkaannya dan mengenang kembali cita rasa masa lalu.
Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia kaya akan tradisi kuliner. Namun, modernisasi dan pergeseran selera telah mengancam kelestarian beberapa makanan tradisional Lebaran. Faktor-faktor seperti sulitnya mendapatkan bahan baku, proses pembuatan yang rumit, dan kurangnya minat generasi muda untuk melestarikan resep-resep warisan leluhur menjadi penyebab utama kelangkaan ini.
Berikut ini beberapa makanan tradisional Lebaran yang semakin langka dan alasan di balik kelangkaannya. Hilangnya makanan-makanan ini bukan hanya kehilangan cita rasa, tetapi juga kehilangan bagian penting dari warisan budaya kuliner Indonesia.
1. Sayur Babanci: Perpaduan Budaya Betawi dan Tionghoa

Sayur Babanci, perpaduan unik budaya Betawi dan Tionghoa, menggunakan 21 jenis rempah dan bumbu. Kelangkaannya disebabkan oleh kesulitan memperoleh rempah-rempah langka tersebut. Selain itu, kurangnya minat generasi muda untuk mempelajari resep tradisional ini juga menjadi faktor penting.
Proses pembuatannya yang rumit dan membutuhkan waktu yang cukup lama juga menjadi tantangan tersendiri. Generasi muda lebih memilih makanan yang lebih praktis dan cepat saji.
Sayur Babanci merupakan bukti nyata betapa kaya dan beragamnya kuliner Indonesia. Upaya pelestarian resep dan bahan baku menjadi kunci agar hidangan ini tidak hilang ditelan zaman.
Sayur Babanci Khas Betawi
Bahan-bahan:
500 gram daging sapi, rebus dengan sekitar satu liter air
50 gram kelapa parut, sangrai, lalu haluskan
200 ml air santan sedang (1 bungkus santan instan 65 ml + air)
300 ml air kelapa
Bumbu rempah (sangrai, haluskan):
1/2 sdt lada putih
1/2 sdt ketumbar
1/2 sdt jintan
1/2 sdt biji kedaung
1/2 sdt botor
Bumbu halus:
5 buah cabai merah keriting
5 butir bawang merah
3 siung bawang putih
2 butir kemiri sangrai
1 ruas jempol kunyit
1 ruas jempol jahe
1 ruas jempol bangle
Bumbu lain:
1 batang serai, memarkan
3 lembar daun salam
Secukupnya garam dan gula merah
Pelengkap:
Ketupat
Bawang goreng
Emping
Cara Membuat Sayur Babanci Khas Betawi:
1. Rebus daging sampai empuk. Potong-potong sesuai selera. Pakai kaldunya sekitar 500 ml.
2. Sangrai kelapa parut, lalu haluskan. Siapkan daging kelapa muda, air kelapa, dan santan instan.
3. Siapkan bumbu rempah: pisahkan/kupas dan buang kulit keras kedaung. Sangrai, lalu haluskan. Sisihkan.
4. Siapkan bumbu halus: akar rimpang yang digunakan ada kunyit, jahe, dan bangle, buang kulitnya, lalu haluskan bersama duo bawang, kemiri, dan cabai merah keriting.
5. Panaskan minyak goreng. Tumis bumbu halus bersama serai dan daun salam sampai matang.
6. Tuang ke dalam kuah kaldu.
7. Tambahkan bumbu rempah yang sudah dihaluskan. Tambahkan juga garam dan gula.
8. Masukkan potongan daging. Rebus hingga bumbu meresap. Masukkan santan, daging kelapa muda, dan kelapa parut sangrai yang sudah dihaluskan.
9. Aduk-aduk dan masak dengan api sedang cenderung kecil agar santan tidak pecah. Koreksi rasa. Angkat dan sajikan bersama pelengkap.
2. Geseng Bangsong: Cita Rasa Unik dari Banyuwangi

Geseng Bangsong, hidangan khas Dusun Wijenan Kidul, Banyuwangi, hanya ditemukan di daerah tersebut. Kelangkaannya disebabkan oleh popularitasnya yang terbatas pada wilayah kecil dan sulitnya akses.
Makanan ini menjadi bukti kekayaan kuliner lokal yang perlu dilindungi dan dipromosikan. Upaya pelestarian kuliner lokal sangat penting untuk menjaga keberagaman budaya Indonesia.
Popularitasnya yang terbatas pada daerah tertentu membuat makanan ini jarang diketahui oleh masyarakat luas. Hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk melestarikannya.
3. Kue Satu/Satru: Kue Tradisional dari Tepung Kacang Hijau

Kue Satu atau Satru, terbuat dari tepung kacang hijau yang dipadatkan, semakin langka karena pergeseran preferensi masyarakat ke makanan yang lebih praktis dan instan.
Proses pembuatannya yang sederhana justru menjadi bumerang. Kemudahan mendapatkan kue kering modern membuat masyarakat lebih memilih pilihan yang lebih praktis.
Kue Satu/Satru merupakan contoh bagaimana perubahan gaya hidup memengaruhi kelestarian makanan tradisional. Upaya edukasi dan promosi penting untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap makanan tradisional.
Bahan :
500 gr kacang hijau
100 gr gula halus
2 lembar daun pandan
50-70 ml santan encer hangat (bisa pakai air hangat biasa, dituang bertahap y)
1/4 sdt vanili bubuk
1/4 sdt garam
Cara membuat:
1. Cuci kacang hijau lalu tiriskan hingga kering. Sangrai dengan daun pandan hingga kering, jangan ditinggal supaya tidak gosong.
2. Haluskan dengan blender lalu saring. Lakukan 3-4 kali sehingga didapatkan tepung kacang hijau yang halus.
3. Masukkan gula,garam dan vanili, campur lalu tuang santan hangat hingga adonan bisa dikepal dan dibentuk.
4. Di sini aku pakai cetakan berbentuk bintang. Kepalkan adonan lalu masukkan dalam cetakan, jangan terlalu banyak dan jangan ditekan kencang2, karena hasilnya nanti keras.
5. Lakukan hingga adonan habis. Panaskan oven di suhu 150 derajat Celcius. Panggang selama 15-20 menit api bawah. Keluarkan dari oven, tunggu dingin baru taruh di toples.
4. Sambai Oen Peugaga: Kelezatan Aceh yang Kompleks

Sambai Oen Peugaga, makanan khas Aceh dengan 44 bahan utama, hanya tersedia selama Ramadhan dan Lebaran. Kelangkaannya disebabkan oleh banyaknya bahan baku yang dibutuhkan dan proses pembuatan yang rumit.
Proses pembuatannya yang panjang dan kompleks membutuhkan keahlian khusus. Hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk melestarikannya.
Makanan ini merupakan representasi dari kekayaan kuliner Aceh yang perlu dilindungi dan diwariskan kepada generasi mendatang. Upaya pelestarian resep dan bahan baku menjadi kunci kelangsungannya.
Bahan-bahan Sambal:
Oen Peugaga atau (Ciliantro) segengam (satu bungkusan)
Kelapa yang sudah diparut setengah batok
Kacang tanah yang sudah digoreng kurang lebih satu gengam
Cabe hijau yang diiris sesuai selera
Udang kecil yang digoreng satu gengam
Daun jeruk 4-5 lembar
Bawang merah yang diris tipis
Batang rheu (sereh) juga diiris tipis
Satu buah jeruk nipis
Asam sunti (belimbing wuluh yang sudah hitam)
Garam secukupnya
Cara membuatnya:
1. Oen peugaga dipotong kecil-kecil
2. Bawang, asam sunti, garam, cabe hijau, daun jeruk dan sereh dicampur semua jadi dalam satu adonan lalu diulek
3. Tambahkan udang yang sudah digoreng, kacang, kelapa parut lalu ulek kembali dalam adonan
4. Selesai dan siap untuk disajikan
5. Kue Cucur: Proses yang Membutuhkan Waktu dan Ketelatenan

Meskipun pembuatan Kue Cucur tidak terlalu sulit, prosesnya membutuhkan waktu dan ketelatenan. Pergeseran ke makanan instan menjadi penyebab kelangkaannya.
Kue Cucur menjadi contoh bagaimana makanan sederhana pun bisa terancam punah karena perubahan gaya hidup. Upaya pelestarian resep dan promosi penting untuk menjaga keberadaannya.
Makanan ini merupakan bagian dari memori kuliner banyak orang, terutama di daerah Temanggung dan beberapa daerah di Jawa. Upaya pelestariannya penting untuk menjaga warisan kuliner tersebut.
Bahan-Bahan:
125 gr tepung terigu
100 gr tepung beras
130 gr gula merah
50 gr gula pasir
Secukupnya garam
300 ml air
1 bh daun pandan
Cara Membuat:
1. Rebus gula merah, gula pasir, garam dan daun pandan. Masak hingga gula larut. Biarkan hangat.
2. Campur tepung terigu dan tepung beras, lalu tuang larutan gula secara bertahap. Mixer dengan kecepatan rendah selama 5 menit.
3. Diamkan adonan selama 5 jam.
4. Panaskan minyak goreng sebanyak 4 sdm, setelah panas tuang sebanyak 1 sendok sayur, masak satu persatu hingga bersarang dengan api kecil.
5. Angkat, tiriskan dan siap disajikan.
Selain makanan-makanan di atas, masih banyak makanan tradisional Lebaran lainnya yang semakin langka, seperti Sagon, Unthuk Cacing, Grubi, Kue Rangi, Lepet, Kue Clorot, Kue Caketra, Kue Sapik, Kue Keukarah/Karah, dan Kue Koya. Kelangkaannya disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari kesulitan mendapatkan bahan baku hingga pergeseran selera masyarakat.
Kelangkaan makanan tradisional Lebaran ini merupakan tantangan bagi kita untuk melestarikan warisan budaya kuliner Indonesia. Upaya pelestarian resep, edukasi kepada generasi muda, dan promosi makanan tradisional sangat penting untuk menjaga keberagaman dan kekayaan kuliner Nusantara.