Profil
Hassan al-Banna
Menghafal al-quran dari kecil membuat Sheikh Hasan Ahmed Abdel Rahman Muhammed al-Banna atau biasa dikenal dengan sebutan Hasan al-Banna memiliki sikap santun dan hormat pada siapa saja orang yang ditemuinya. Pada usia dua belas tahun ia berhasil menghafal separuh dari isi al-quran dan dua tahun berikutnya menuntaskan seluruhnya.
Lahir di Mahmoudiyah, Beheira, Mesir, 14 Oktober 1906, Hasan al-Banna dikenal sebagai pemuka agama yang alim dan tawadhu. Berlatar belakang bahwa kemunduran umat islam disebabkan oleh kebodohan umat itu sendiri terhadap agamanya, Hasan kerap kali berdakwah dengan metode yang tak biasa yakni metode mendekati orang yang tengah bersantai duduk di warung kopi atau warung-warung sejenis. Metode ini terbukti ampuh dan banyak menarik perhatian dari elemen bawah. Tak hanya dengan metode pendekatan elemen bawah masyarakat melalui warung kopi, Hasan juga kerap kali menyebarkan ajaran-ajaran agama islam melalui ceramah-ceramah dan publikasi yang biasa ia adakan di desa-desa atau kota-kota. Dakwahnya banyak disambut oleh masyarakat Mesir dari berbagai kalangan. Kecintaan pada agama membuat Hasan berkeinginan untuk menuntun masyarakat Mesir kebanyakan pada kebaikan-kebaikan sesuai ajaran islam.
Mengajarkan agama islam sama halnya membentuk massa dalam dunia politik saat pergulatan politik ramai di Mesir. Saat itu, Mesir ramai oleh pendudukan Inggris, Hasan yang mempunyai jamaah membentuk massa dan menamainya dengan sebutan "Ikhwanul Muslimin" di mana massa yang dibentuk Hasan tersebut jumlahnya mencapai lebih dari ratusan ribu dengan ribuan simpatisan. Peperangan terjadi antara yahudi dan Mesir, pihak yahudi kala itu mengaku bahwa mereka takut pada sejumlah kelompok yang disebut dengan pasukan sukarela, Ikhwanul Muslimin, yang terus merangsek maju untuk melawan pendudukan yahudi dan Inggris. Di sinilah, yang disebut harta membutakan segalanya. Amerika Serikat dan yahudi mengancam akan mengebom dan memporak-porandakan Mesir, pemerintah Mesir memilih untuk menarik ribuan pasukan ikhwanul muslimin dan melucuti senjatanya. Tak hanya itu, pemerintah Mesir juga menjebloskan sejumlah anggota ikhwanul muslimin dalam penjara-penjara, termasuk menjebloskan Hasan yang termasuk dalam daftar nama orang yang patut diperhatikan gerak-geriknya.
Pada tahun 1948-1949, terjadi perang di Palestina di mana Ikhwanul Muslimin turut serta dalam peperangan. Dalam peperangan tersebut, aktivis organisasi banyak ditangkap dan dibunuh, hal ini menimbulkan serangan balik yang dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin yakni dengan membunuh Perdana Menteri Mesir saat itu, Mahmoud sebuah-Nukrashi Pasha. Pembunuhan yang sebelumnya dikecam betul oleh Hasan ini nyatanya malah mengenai dirinya. Hasan tertembak oleh penembak bayaran bersama saudara iparnya, Abdul Karim Mansur, di mana saat itu ia tidak mendapatkan pertolongan dari pihak rumah sakit atas perintah pemerintah sampai Hasan meninggal. Hasan meninggal pada 12 Februari 1949.
Semasa hidupnya, Hasan dikenal sebagai pemikir islam sekaligus aktivis dan penulis yang merombak tatanan masyarakat yang ada sebelumnya di mana pemerintah Mesir membiarkan pihak asing untuk bercokol dan bermewah-mewah. Hal tersebut amatlah kontras dengan apa yang dialami oleh warga Mesir di mana kemiskinan banyak terjadi di mana-mana. Ia pun akhirnya membentuk sebuah perubahan di mana ia membangun gerakan massa yang dapat menunjukkan struktur pemerintahan yang canggih dan bertanggungjawab dalam memajukan perekonomian warga.
Riset dan Analisa: Atiqoh Hasan