Profil
Ilyas Yacoub
Mungkin tak banyak masyarakat Indonesia yang mengenal nama Ilyas Yacoub. Tapi tidak jika masyarakat Indonesia disempitkan hingga ke wilayah Sumatra Barat. Di daerah ini, nama tersebut bisa disebut mendarah daging dengan nafas kehidupan masyarakat Sumbar sebagai salah seorang pahlawan kebanggaan mereka. Sayangnya, tidak banyak lembaran sejarah yang menyisakan tinta untuk mencatat masa kecil pahlawan besar ini kecuali kuatnya latar belakang pendidikan agama yang diterima dari Syeikh Abdurrahman, kakek sekaligus salah satu tokoh pendidikan Islam di wilayah Sumatra.
Setelah menamatkan pendidikan pada Gouvernements Inlandsche School, Yacoub bekerja sebagai juru tulis selama 1917 – 1919 pada pertambangan batu bara milik Belanda di kawasan Ombilin, Sawahlunto, Sijunjung. Dua tahun bekerja dengan pemerintah kolonial sudah cukup mematri dan memicu semangat kebangsaan Ilyas Yacoub yang menjadi saksi hidup kesewenang-wenangan pejabat perusahaan asing terhadap buruh pribumi.
Kobaran semangat yang sama membuat Yacoub memutuskan berhenti bekerja dan seterusnya memperdalam ilmu agama di Mesir. Pada masa inilah ia banyak berkenalan dengan dunia organisasi politik seperti Hizb al-Wathan dan Perkumpulan Mahasiswa Indonesia dan Malaysia (PMIM). Aktivitas politik Yacoub semakin meningkat ketika ia dilantik sebagai wakil ketua organisasi sosial politik, Jam’iyat al-Khairiyah, dan ketua organisasi politik, Difa` al-Wathan. Tentu saja, Yacoub sangat menyadari peran media sebagai salah satu pelantang paling efektif dalam dunia politik. Dan ketajaman gagasan serta kelihaian kritik terhadap prilaku dan kebijakan pemerintah kolonial pada masa itu tak urung membuat gerah para pejabat sipil maupun militer Belanda.
Bersama salah seorang karibnya, Mukhtar Luthfi, Ilyas Yacoub mendirikan partai Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) pada 1930. Bak pintu yang terbuka lebar, aktivitas Yacoub dalam dunia politik makin merisaukan pemerintah Hindia Belanda, terlebih melalui kerja sama partainya dengan PERTINDO yang dibidani langsung dari tangan Ir. Soekarno, Presiden pertama Indonesia. Puncak kegalauan pemerintah Belanda makin tak terbendung dan serta merta menghentikan segala bentuk perjuangan Ilyas Yacoub yang memerdekakan banyak wilayah di Indonesia melalui hukuman pengasingan ke Digul, Irian Jaya.
Pasca Proklamasi, Yacoub diangkat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Tengah (DPRST) dan koordinator partai politik se-Sumatera Tengah. Meski sosok dan perjuangannya telah menjadi panutan tetap bagi rakyat Sumatra, Ilyas Yacoub memilih menolak pencalonan dirinya sebagai Gubernur Sumatera Tengah kala itu, dan memilih menjadi sekedar Ilyas Yacoub yang membumi bersama rakyat Sumatra hingga bumi memeluk jasad pahlawan besar Indonesia ini pada 2 Agustus 1958 dengan penuh hormat. Ilyas Yacoub dimakamkan di Masjid Raya Kapencong, Pesisir Selatan, Sumatra Barat dan namanya diabadikan untuk menyebut nama sebuah Taman Makam Pahlawan di wilayah yang sama.
Riset dan analisis: Swasti P. M. - Mochamad Nasrul Chotib