Kisah Auw Tjoei Lan, "Kartini" Asal Majalengka yang Jarang Diketahui
Dahulu, Auw Tjoei Lan menjadi pahlawan bagi kalangan perempuan dan anak-anak keturunan Tionghoa yang diperjual belikan sebagai budak.
Dahulu, Auw Tjoei Lan menjadi pahlawan bagi kalangan perempuan dan anak-anak keturunan Tionghoa yang diperjual belikan sebagai budak.
Kisah Auw Tjoei Lan, "Kartini" Asal Majalengka yang Jarang Diketahui
Kartini menjadi sosok yang menginspirasi bagi banyak perempuan. Gerakannya membawa banyak perubahan sehingga mereka tak lagi dicap sebagai kelompok yang lemah, seperti yang dipraktikkan oleh Auw Tjoei Lan.
Belum banyak yang mengetahui bahwa perempuan kelahiran Majalengka 1889 silam itu menjadi “Kartini” Jawa Barat lainnya.
Dahulu, putri ketiga dari seorang kapitan kaya raya bernama Auw Seng Hoe itu menjadi pahlawan bagi kalangan perempuan dan anak-anak keturunan Tionghoa yang diperjual belikan sebagai budak.
-
Siapakah Kartini? Raden Ajeng Kartini, atau yang lebih dikenal dengan nama Kartini, lahir pada 21 April 1879 di Desa Mayong, Jepara, Jawa Tengah. Dia merupakan seorang pahlawan nasional Indonesia yang dikenal karena perjuangannya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan pendidikan.
-
Apa jasa Raden Ajeng Kartini bagi Indonesia? Raden Ayu Adipati Kartini Djojoadhiningrat merupakan tokoh emansipasi perempuan di Indonesia. Namanya cukup populer, bahkan ada hari khusus yang diperingati tiap tahun untuk mengenang jasanya. Semasa hidupnya, ia banyak menulis soal pemikiran-pemikirannya terkait budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan.
-
Siapa yang Kartini perjuangkan? Bukan laki-laki yang hendak kami lawan, melainkan pendapat kolot dan adat usang.
-
Siapa yang diperingati di Hari Kartini? Semasa hidup, Kartini merupakan sosok pejuang wanita yang teguh memegang prinsipnya pada kebebasan wanita untuk mendapat haknya.
-
Bagaimana Kartini berjuang? Surat-surat tersebut mengungkapkan cita-citanya untuk memajukan kaum wanita, harapan-harapannya, serta perjalanan hidupnya yang penuh perjuangan.
-
Apa yang di perjuangkan Kartini? Melalui surat-suratnya yang terkenal, Kartini menyuarakan aspirasinya untuk memberikan kesempatan pendidikan yang setara bagi perempuan, serta memperjuangkan hak-hak perempuan untuk mengembangkan diri di luar peran tradisional sebagai ibu rumah tangga.
Ia kemudian menyelamatkan mereka dan ditempatkan di tempat tinggalnya, serta rumah khusus yang disiapkan. Perempuan dan anak-anak kemudian dirawat sampai dewasa, dan dikenalkan dengan ilmu pengetahuan.
Tindakannya bukan tanpa risiko. Dirinya, banyak mendapat ancaman fisik karena dianggap menghalangi bisnis yang tumbuh subur di akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20 itu.
Namun semangatnya memperjuangkan hak perempuan tak gentar, sehingga mimpinya memerdekakan perempuan bisa pelan-pelan tercapai. Berikut kisahnya.
Hidup dalam Keluarga Murah Hati
Mimpinya memutus mata rantai perdagangan perempuan muncul berkat didikan keluarganya.
(Foto: Chinese Indonesian Heritage Center
Sejak kecil, ia selalu diajarkan untuk berbuat baik dan membantu kalangan lemah seperti yatim piatu, tunawisma hingga orang dengan gangguan jiwa.
Saat remaja, ia juga terbiasa membantu di panti sosial milik sang ayah. Tugas yang selalu diberikan adalah, memastikan kualitas makanan agar tidak ada tulang maupun duri dalam makanan serta harus diberikan lauk pauk bergizi seperti daging, sayur serta ikan.
Berkat didikan murah hatinya ini, tumbuh keresahan akan maraknya penyelundupan kaum perempuan dan anak-anak dari Tiongkok untuk dijadikan budak di Batavia.
Melawan Perdagangan Perempuan dan Anak
Di usia 17 tahun, Auw Tjoei Lan menikah dengan anak dari seorang mayor di Batavia, yang bernama Lie Tjian Tjoen pada 1906. Sejak itu, dirinya lebih dikenal dengan panggilan Nyonya Lie Tjian Tjoe dan pindah bermukim di ibu kota Hindia Belanda itu.
Di masa itu, memang tengah marak kasus perdagangan perempuan dan anak karena terhimpit ekonomi. Namun sayang, anak-anak dan perempuan banyak yang dipekerjakan sebagai budak dan pelacur.
Dari sini lah, ia mulai terlibat aktif di dalam Yayasan Ati Soetji yang fokus mengatasi perdagangan perempuan dan anak hingga kahir hayatnya.
Berkeliling Pelabuhan dan Pasar-Pasar untuk Mencari Budak Perempuan
Mengutip Buku Ny Lie Tjian Tjoen – Mendahului Sang Waktu, salah satu kesehariannya saat aktif di yayasan tersebut adalah mencari budak-budak perempuan yang teraniaya dan membutuhkan pertolongan.
Dirinya biasa blusukan ke pasar-pasar tradisinal sampai kawasan pelabuhan, termasuk pada malam hari.
Perempuan-perempuan itu kemudian diselamatkan dan ditempatkan di yayasan agar terhindar dari aktivitas perbudakan yang kejam.
Merawat Bayi Terlantar
Ia kemudian aktif merawat bayi-bayi yang terlantar. Pada masa itu, banyak ditemukan bayi-bayi yang dibuang oleh orang tuanya di kebun, semak-semak, hingga di rumah-rumah warga, salah satunya akibat maraknya perbudakan.
Pernah juga ia menemukan seorang bayi yang baru lahir diletakkan di teras rumahnya. Beberapa kali pula, seorang perawat membawa bayi yang baru lahir ke rumahnya dan meminta bantuannya untuk merawat anak tersebut.
Dalam konferensi Liga Bangsa-Bangsa (sebelum ada PBB), ia sempat membuat makalah tentang tujuannya merehabilitasi dan mengubah nasib perempuan korban perdagangan ini. Ia juga mengusulkan pentingnya pembentukan polisi perempuan.
(Foto: hatisuci.or.id)
Mendirikan Panti Asuhannya Sendiri
Banyaknya kasus tersebut, dirinya lantas mendirikan panti asuhan yang bernama Ati Soetji atau Po Liang Kiok pada 1913.
(Foto: Tionghoa Indonesia)
Sejak didirikan, banyak perempuan dan anak-anak yang terselamatkan dari kegiatan perbudakan.
Perempuan dan anak-anak dirawat dengan layak, sesuai mimpinya yang ingin mengangkat derajat kaum perempuan. Ini juga selaras dengan cita-cita keluarganya di Majalengka yakni memerdekakan kaum terpinggirkan.
Dalam buku Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia, Auw Tjoei Lan turut membesarkan panti asuhan bersama sang suami. Suaminya, Lie Tjian Tjoen, turut membantu di posisi bendahara serta keuangan agar perputaran fasilitas selalu dalam keadaan baik.
Dapat Penghargaan dari Pemerintah Belanda
Pada tahun 1937, Auw Tjoei Lan menerima tanda penghormatan dari Pemerintah Belanda berupa Bintang Ridder In De Orde Van Oranje Nassau.
Auw Tjoei Lan adalah perempuan Tionghoa pertama yang menerima penghargaan setinggi itu dari Pemerintah Belanda.
Penghargaan ini diberikan karena dedikasinya dalam membela nasib perempuan korban perdagangan dan sumbangsihnya yang besar untuk anak-anak yatim piatu.
Hingga sekarang, Yayasan Hati Suci masih berdiri di Jalan Hati Suci, Kebon Sirih, Jakarta. Bahkan, yayasan ini telah berkembang menjadi Sekolah Hati Suci yang memberikan banyak pendidikan kepada masyarakat.