Dipandang Sebelah Mata karena Janda, Ini Kisah Nyai Gan Djie Kapitan Tionghoa yang Sukses Pimpin Perdagangan Batavia
Namun nyatanya, sosok Kapitan bernama Nyai Gan Djie yang dipandang sebelah mata itu justru membantu perkembangan ekonomi di Batavia.
Di zaman dulu, pemerintah Belanda banyak membuat permukiman untuk warga berdasarkan etnis suku dari mana dia berasal. Di Kota Batavia misalnya, etnis Tionghoa menjadi komunitas yang menjalankan roda kehidupan sosialnya secara dominan.
Agar bisa bersinergis dengan kepemimpinan kolonial, dibentuklah sosok serupa pemimpin etnis yang biasanya dikenal sebagai Kapitan. Warga Tionghoa akan tunduk dan patuh atas perintah dari pemimpinnya itu.
-
Siapa Nyi Mas Gamparan? Sosok Nyi Mas Gamparan merupakan panglima perang perempuan dari Keraton Surosowan yang menolak mentah-mentah kedatangan penjajah ke Banten.
-
Bagaimana Nyi Mas Gamparan melawan Belanda? Ia banyak melakukan penyerangan dari balik hutan, dan bersembunyi di pedalaman Banten.
-
Kenapa Nyi Mas Gamparan melawan Belanda? Ia tak ingin warga Banten diremehkan oleh bangsa asing, terlebih kesewenang-wenangan Belanda yang menyiksa masyarakat Banten.
-
Dimana Kapal Batavia kandas? Namun, karena kesalahan navigasi atau sejumlah sumber mengatakan bahwa adanya kesengajaan, kapal ini menabrak karang di dekat pulau-pulau Houtman Abrolhos pada tanggal 4 Juni 1629.
-
Siapa pendiri Kampung Kapitan? Pendirinya adalah Lioang Taow Ming, seorang yang memiliki pengaruh besar terhadap komunitas Tionghoa di Palembang.
-
Kenapa Nyai Ageng Pinatih diangkat menjadi Syahbandar? Pengangkatannya sebagai syahbandar dikarenakan Nyai Ageng Pinatih menguasai berbagai bahasa dan ilmu perdagangan, serta memiliki relasi yang luas.
Namun ada suatu masa, di mana kepemimpinan kapitan tidak dihargai. Bukan karena kinerjanya yang tidak bagus, melainkan karena sosoknya yang merupakan perempuan.
Sayangnya, warga Tionghoa saat itu juga banyak yang menganut paham patriarki sehingga mereka akan menolak dengan keras ketika kekuasaan kapitan dipegang bukan oleh laki-laki. Nyatanya, sosok Kapitan bernama Nyai Gan Djie yang sempat dipandang sebelah mata itu justru membatu perkembangan ekonomi di Batavia. Begini kisahnya.
Kepemimpinannya Bermula saat Sang Suami Wafat
Merujuk catatan “Chineesche Officieren Te Batavia Onder De Compagnie” dalam laman jstor.org disebutkan bahwa kepemimpinan Nyai Gan Djie bermula ketika sang suami Gan Djie Ko wafat.
Gan Djie Ko yang oleh komunitasnya dikenal dengan nama Siqua ini sebelumnya menjabat sebagai kapitan selama beberapa periode. Setelah Siqua wafat pada 1666, terjadi kekosongan kepemimpinan karena Gubernur Jenderal yang berkuasa saat itu Joan Maetsuycker kurang menghargai adanya komunitas Tionghoa.
Namun di masa kekosongan itu, sang istri lah yang menggantikannya selama 12 tahun dan dipandang sebelah mata.
Dikucilkan Karena Janda dan Jadi Selir di Bali
Ada banyak alasan mengapa Nyai Gan Dji dikucilkan oleh warga Tionghoa, salah satu di antaranya karena ia merupakan perempuan. Di mata komunitasnya, perempuan hanya boleh beraktivitas di ranah domestik.
Perempuan dianggap lemah dan tidak memiliki daya untuk memimpin. Perempuan akan dipandang terhormat ketika ia mampu membina rumah dengan baik, mulai dari memasak, mengurus anak hingga melayani suami.
Selain itu, Nyai Gan Djie merupakan seorang janda dan selir dari Bali sehingga harga dirinya semakin dianggap rendah hingga masa kepemimpinannya tidak dihargai. Namun, rupanya, ia bisa membuktikan bahwa kepemimpinannya bisa membantu pertumbuhan ekonomi di wilayah Batavia.
Majukan Perdagangan di Batavia
Merujuk tulisan Mona Lohanda berjudul “The Kapitan Cina Of Batavia 1837 – 1942” walau kurang dihargai, nyatanya Nyai Gan Djie mampu membuktikan bahwa perempuan bisa setara dan menjadi seorang pemimpin.
Selama dirinya memimpin terjadi perubahan-perubahan yang cukup terasa, seperti mudahnya urusan kematian, memperoleh tempat tinggal, bantuan kesehatan sampai keringanan pungutan pajak.
Bahkan dalam catatan Onghokham di bukunya yang berjudul “Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa” dikatakan bahwa Nyai Gan Djie mampu mengerjakan pekerjaan laki-laki, termasuk menguasai perdagangan di Batavia yang kala itu tengah berkembang pesat.
Dipandang Kurang Baik dalam Kepercayaan Tionghoa
Mona menambahkan alasan lain mengapa kepemimpinan Nyai Gan Djie tidak disukai, karena ia dianggap membolak balikkan Yin and Yang yang menjadi simbol religiusitas masyarakat Tionghoa.
Kemudian, latar belakangnya yang merupakan seorang budak di Bali, lalu dijadikan selir oleh Gan Djie Ko membuat Nyai Gan Djie tidak pernah didengar. Walau begitu, secara kendali kepemimpinan dia tegas dan bijaksana.
Nyai Gan Djie menjadi salah satu bukti bahwa perempuan bisa menjadi sosok yang setara dengan laki-laki. Ia juga berhasil menjalankan tugas sebagai kapitan, dan mematahkan pandangan patriarki bahwa perempuan terutama dari kalangan budak adalah pribadi yang lemah.