Kisah Ibu Asuh Sunan Giri, Menguasai Berbagai Bahasa dan Pandai Berdagang hingga Jadi Crazy Rich Gresik
Ia jadi perempuan pertama di Nusantara yang memungut bea cukai dan mengawasi pedagang asing pada zaman kesultanan.
Ia jadi perempuan pertama di Nusantara yang memungut bea cukai dan mengawasi pedagang asing pada zaman kesultanan
Kisah Ibu Asuh Sunan Giri, Menguasai Berbagai Bahasa dan Pandai Berdagang hingga Jadi Crazy Rich Gresik
Saat masih bayi, Sunan Giri ditemukan awak kapal tersangkut salah satu kapal milik Nyai Ageng Pinatih yang tengah berlayar ke Pulau Bali. Sunan Giri bayi kemudian diasuh oleh Nyai Pinatih dan diberi nama Jaka Samudra.
-
Siapa Sunan Gresik? Tokoh Utama Sunan Gresik memiliki nama asli Maulana Malik Ibrahim. Ia merupakan salah satu dari sembilan wali (Walisongo) yang berperan besar menyebarkan agama Islam di Jawa.
-
Kenapa Sunan Gresik berdakwah lewat dagang? Ia pertama berdakwah melalui perdagangan, supaya masyarakat tidak kaget dengan ajaran Islam.
-
Dimana nenek Niah berjualan? Ia berjualan rujak yang berlokasi di Jalan KH. Mansyur Nomor 70 Surabaya, sekitar wisata religi Sunan Ampel.
-
Bagaimana Prajogo Pangestu jadi kaya? Sumber kekayaan dari Prajogo Pangestu berasal dari PT Barito Pacific Timber (BRPT), PT Chandra Asri Petrochemical (TPIA), PT Pertindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN).
-
Kenapa Arini Subianto jadi orang terkaya? Sumber utama kekayaan Arini berasal dari berbagai investasi yang dikelola melalui Persada Capital Investama, perusahaan yang dimiliki keluarganya.
-
Siapa ulama keturunan Sunan Giri di Sidoarjo? Ulama itu adalah Pangeran Lebo bin Sunan Prapen bin Sunan Dalem bin Sunan Giri alias Sayyid Muhammad Ali Muzayyid.
Terusir dari Kerajaan
Nyai Ageng Pinatih merupakan istri dari Patih Semboja, berasal dari Kerajaan Blambangan yang bercorak Hindu. Pasangan suami istri ini diusir dari kerajaannya oleh Prabu Menak Sembuyu (Menak Jinggo), karena Patih Semboja mendukung ajaran Islam yang didakwahkan Syekh Maulana Ishaq. Selanjutnya, Patih Semboja menemui Raja Majapahit dan diizinkan mengabdi sebagai pejabat tinggi di kerajaan ini. Raja Majapahit Brawijaya memberi Nyai Ageng Pinatih sebidang tanah di Gresik. Pasutri ini menetap di Gresik sejak tahun 1412.
Nyai Ageng Pinatih yang dipercaya berasal dari Champa ini bermukim di Gresik Wetan, yakni sekitar 200 meter dari Desa Gapura. Mengutip Liputan6, Raja Majapahit memberi hak Nyai Ageng Pinatih untuk bermukim sebagai saudagar di Gresik.
Perempuan yang dikenal dengan banyak nama julukan ini memiliki barang dagangan dan kapal dalam jumlah besar. Usaha dan relasinya tersebar luas di Pulau Jawa. Ia kemudian diangkat menjadi syahbandar di Pelabuhan Gresik, mengingat semakin banyak kapal yang lalu-lalang di wilayah perairan ini.
Versi Lain
Selain kisah terusirnya Nyai Ageng Pinatih dan sang suami dari Kerajaan Blambangan, ada versi lain. Mengutip situs fin.unusia.ac.id, Nyai Ageng Pinatih justru sengaja dikirim dari Banyuwangi ke Gresik untuk misi keagamaan.
Mengawali misinya, Nyai Ageng Pinatih menemui saudara perempuannya, permaisuri penguasa Majapahit kala itu, Raja Brawijaya.
Guna memuluskan misi keagamaan , Raja Brawijaya menghadiahkan sebidang lahan di tanah Gresik. Akhirnya, pada tahun 1412 Masehi, Nyai Ageng Pinatih memutuskan menetap dan menggarap tanah tersebut. Ia kemudian menyadari bahwa untuk memaksimalkan hadiah itu, tidak hanya perlu bekal ilmu agama, tetapi juga ilmu dagang atau ilmu ekonomi.
Nyai Ageng Pinatih nyantri ke beberapa ulama tersohor, yakni Syaikh Maulana Malik Ibrahim dan Raden Rahmatullah alias Sunan Ampel di Surabaya. Selain belajar ilmu agama, Nyai Ageng Pinatih juga belajar ilmu dagang dan ekonomi pada kedua tokoh tersebut.
Berkat ilmu agama yang dipelajari dari kedua gurunya, Nyai Ageng Pinatih mampu menyebarkan Islam kepada warga Gresik. Dalam menjalankan misi menyebarkan Islam, Nyai Ageng Pinatih memandang perlu adanya peningkatan ekonomi sebagai bekal dan sarana dakwah.
Syahbandar
Raja Majapahit Brawijaya V mengangkat Nyai Ageng Pinatih sebagai syahbandar pada tahun 1458. Pengangkatannya sebagai syahbandar dikarenakan Nyai Ageng Pinatih menguasai berbagai bahasa dan ilmu perdagangan, serta memiliki relasi yang luas. Sebagai syahbandar, ia bertugas mengatur operasional pelabuhan.
Sejak Nyai Ageng Pinatih jadi syahbandar, pusat Pelabuhan Gresik berpindah dari Desa Bandaran ke Desa Kelingan (sekarang Kebungson atau Pakelingan). Pelabuhan Gresik mencapai masa kejayaan selama ibu asuh Sunan Giri ini menjabat sebagai syahbandar.
Nyai Ageng Pinatih jadi perempuan pertama di Nusantara yang memungut bea cukai dan mengawasi pedagang asing pada zaman kesultanan. Ia menjabat sebagai syahbandar Gresik hingga tahun 1477.
Akhir Hayat
Mengutip buku Grisse Tempo Doeloe, pada tahun 1477 itu Nyai Ageng Pinatih tidak lagi aktif sebagai syahbandar karena sakit parah hingga tutup usia. Ia kemudian dimakamkan di daerah Kebungson, sekitar 300 meter di sebelah utara Alun-Alun Kota Gresik.
Hingga kini, makamnya sering jadi tujuan para peziarah. Sementara itu, nama Nyai Ageng Pinatih dijadikan sebagai nama Rumah Sakit Islam di Kabupaten Gresik.
Pertemuan dengan Sunan Giri
Pada tahun 1443, Sunan Giri yang masih bayi ditemukan terombang-ambing di laut oleh kapal yang tengah berlayar ke Pulau Bali. Awak kapal yang menemukan bayi ini tersangkut di salah satu bagian kapal yang ditumpangi akhirnya menyerahkan bayi tersebut kepada Nyai Ageng Pinatih, sang pemilik kapal. Bayi itu kemudian diberi nama Jaka Samudra.
Setelah cukup umur, Jaka Samudra dikirim ke Ampeldenta untuk berguru kepada Sunan Ampel. Menurut Babad Tanah Jawi, sesuai pesan Maulana Ishak, Sunan Ampel mengganti nama Jaka Samudra menjadi Raden Paku.