Lintasi 3 Provinsi, Ini Fakta Kali Angke Sungai yang Melegenda di Jakarta
Ini fakta-fakta seputar Kali Angke yang bersejarah di Jakarta.
Ini fakta-fakta seputar Kali Angke yang bersejarah di Jakarta
Lintasi 3 Provinsi, Ini Fakta Kali Angke Sungai yang Melegenda di Jakarta
Kali Angke jadi sungai sungai lain yang identik dengan Jakarta. Sungai ini menjadi penyeimbang sirkulasi air, sekaligus pencegah banjir sejak masa silam.
Di balik kehadirannya, Kali Angke memiliki sejumlah fakta yang menarik untuk disimak.
Terlebih, sungai ini amat bersejarah bagi perkembangan Jakarta dari beragam aspek sosial.
-
Kenapa Air Terjun Kedung Kayang terkenal? Keindahan air terjun ini bak berada di negeri dongeng. Di belakang air terjun ini, ada pemandangan Gunung Merapi yang menjulang.
-
Apa yang menarik dari Kali Talang? Selain memiliki suasana yang asri dan sejuk dengan rimbunnya pepohonan dan udara segar pegunungan, Kali Talang merupakan salah satu tempat terbaik untuk menikmati pemandangan puncak Gunung Merapi, terutama jika cuaca sedang cerah.
-
Apa yang unik dari Air Terjun Kedung Kayang? Nama 'Kedung Kayang' konon diketahui warga secara turun-temurun. Nama tersebut berasal dari pemberian nama tiga empu atau tokoh sakti di Wonolelo saat itu yaitu Empu Panggung, Empu Putut, dan Empu Khalik. Konon para empu itu kerap bertemu di lokasi air terjun baik di atas maupun di bawah.
-
Apa yang dikenal dari Kota Bagansiapiapi? Kota Bagansiapiapi cukup dikenal sebagai daerah penghasil ikan maupun tempat galangan kapal.
-
Kenapa Geosite Kali Ngalang penting? Geosite Kali Ngalang merupakan perselingan lapisan batuan yang disusun oleh batu pasir, batu pasir gampingan, dan serpihan sedimen laut dangkal yang terbentuk dari 20 juta tahun yang lalu.
-
Apa yang menarik dari Sungai Kalipait? Air yang mengalir di Sungai Kalipait sangat jernih sehingga dasar sungai terlihat jelas.
Dahulu sungai ini sempat jadi lokasi kelam bagi etnis Tionghoa, sampai jadi penghias wajah Batavia. Sampai sekarang, fungsi irigasi ini masih vital bagi tata ruang ibu kota.
Yuk simak cerita di balik Kali Angke yang melegenda di Jakarta.
Lintasi Tiga Provinsi di Pulau Jawa
Mengutip laman Pemprov DKI Jakarta, Kali Angke diketahui memiliki panjang hingga 9.125 KM. Hulunya berada di wilayah Cikeumeuh, Kota Bogor, Jawa Barat dan bermuara di laut Jakarta.
Sungai ini membentang mulai dari wilayah Bogor, Jawa Barat, sebagian Provinsi Banten sampai berhilir di Jakarta Utara.
Di Banten, Kali Angke melewati dua wilayah, yakni Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.
Sayangnya, Kali Angke masih kerap tak kuat menahan luapan air sehingga sering menyebabkan banjir.
Jadi Penghias Batavia
Walau tak luput dari bencana banjir, namun Kali Angke bisa dikatakan sebagai penghias wajah ibu kota.
Ini terlihat dari banyaknya flora yang tumbuh di Kali Angke seperti rengas yang biasa digunakan untuk furniture, pandan kapur, bambu tali, putat, pulai, kecapi dan waru.
Di beberapa titik, Kali Angke juga tampak tertata rapi dan masih hijau. Sehingga mampu menyerap volume air dan menahan lajunya sebagai pencegah banjir.
Punya Banyak Arti Nama
Umumnya nama sungai memiliki satu arti, namun hal berbeda bisa ditemui di Kali Angke. Arti nama Angke rupanya punya beragam nama.
Menurut Budayawan Betawi, Ridwan Saidi, Angke yang dimaksud berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya sungai yang dalam.
Lalu ada juga yang mengatakan jika Angke berasal dari Tubagus Angke yang merupakan pangeran Jayakarta ke-2.
Tak sedikit sejarah yang mencatat penamaan Angke yang berasal dari pembantaian etnis Tionghoa oleh pasukan VOC akibat persaingan kongsi dagang.
Jadi Tempat Genosida Etnis Tionghoa
Merujuk laman Kelurahan Angke, sungai ini rupanya identik dengan kasus pembantaian terbesar etnis Tionghoa oleh pasukan VOC. Ketika itu VOC mulai banyak mengalami kerugian karena perang dan kalah saing dengan Inggris yang memegang pasar rempah Asia.
Mereka mengumpulkan golongan etnis Tionghoa yang memiliki usaha dan mulai diserang perlahan.
Mulanya warga Tionghoa dipersulit izin menetap di Batavia, kemudian di tengah kondisi terdesak mereka semakin dipersulit untuk menjalan usaha dan beraktivitas.
Kejadian ini juga diperkuat lewat peraturan Gubernur VOC pada 1740, Valckeneir, yang akhirnya membantai para warga Tionghoa karena memprotes kebijakan sulitnya izin tinggal.
Banyak dari jenazah warga Tionghoa yang dibuang ke Kali Angke hingga menyebabkan kali itu dipenuhi darah.
Berdasarkan catatan sejarah, sedikitnya 7.000 etnis Tionghoa dibantai oleh VOC.