Kisah Orang Inggris jadi Crazy Rich Berkat Tembakau Bojonegoro, Tinggalkan Warisan Megah Ini
Pasca konfrontasi Indonesia-Malaysia, seluruh gudang tembakau miliknya diambil alih pemerintah RI.
Pasca konfrontasi Indonesia-Malaysia, seluruh gudang tembakau miliknya diambil alih pemerintah RI.
Kisah Orang Inggris jadi Crazy Rich Berkat Tembakau Bojonegoro, Tinggalkan Warisan Megah Ini
Kompleks bangunan lawas di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kabupaten Bojonegoro sering mencuri perhatian para pengguna jalan. Bangunan-bangunan megah yang berdiri di lahan seluas sekitar satu hektare itu sarat nilai sejarah, ada kisah menarik di baliknya.
-
Siapa Crazy Rich Tulungagung yang sukses berbisnis rokok? Salah seorang crazy rich kelahiran Tulungagung ini punya kisah hidup yang inspiratif. Kesuksesannya menjadi pebisnis rokok tidak datang tiba-tiba. Ia pernah menjadi pembantu saat usianya masih belia.
-
Mengapa tembakau di Jawa Tengah berkembang pesat? Kondisi itu membuat pertanian tembakau di Jateng berkembang secara signifikan. Setiap daerah di Jateng bahkan punya karakteristik tembakau yang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya.
-
Siapa yang mempelopori usaha tembakau di Jember? Tokoh yang mempelopori usaha tembakau di Jember adalah George Birnie.
-
Siapa yang memperkenalkan tembakau di Temanggung? Berdasarkan cerita tutur masyarakat, tradisi ini dimulai oleh seorang tokoh setempat bernama Ki Ageng Makukuhan.'Suatu ketika Ki Ageng Makukuhan ini sakit. Dalam sakit itu ia mendapat wahyu untuk memetik daun yang ditanam dari hasil butiran benih itu. Setelah itu dipetik dan digunakan untuk pengobatan beliau,' kata Budayawan Temanggung, Sutopo.
-
Bagaimana tembakau masuk ke Nusantara? Para penjajah bangsa Eropa membawa benih tembakau pada wilayah yang dijajahnya. Salah satunya adalah kawasan Nusantara. Diduga benih tembakau pertama kali dibawa ke Nusantara oleh bangsa Portugis.
-
Apa manfaat tembakau bagi orang Jawa? Masyarakat di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah, percaya bahwa tembakau sudah ada di sana jauh sebelum kedatangan Portugis. Saat itu masyarakat memanfaatkan tembakau sebagai tanaman obat-obatan.
Mewah
Memasuki kompleks bangunan lawas yang kini bernama UD. Supianto, kita disuguhi tiga bangunan yang didirikan pada era kolonial Belanda. Luas keseluruhan bangunan ini sekitar 3.000 meter persegi. Ketiga bangunan lawas yang terdiri dari dua gudang tembakau dan satu rumah (kini jadi mess karyawan) tersebut sudah digunakan sejak tahun 1950-an, artinya pembangunannya sudah dilakukan sebelum tahun tersebut. Selain itu, ada satu bangunan yang kini bernama Gudang C baru dibangun sekitar tahun 1980-an akhir.
“Dulu bangunan yang di sini (Gudang C) udah jelek banget, tidak layak. Jadi kami bongkar, kami bangun seperti sekarang,” ungkap Rudy Julius, pemilik UD. Supianto, saat ditemui merdeka.com pada Minggu (28/1/2023).
Bangunan Gudang A dan B tetap berdiri megah meski usianya sudah lebih dari 70 tahun. Ciri khas kedua bangunan tersebut yakni memiliki lebih dari sepuluh tiang di dalamnya dan seluruhnya berupa kayu jati utuh, seluruh kerangkanya juga kayu jati. Selain itu, atapnya menggunakan genteng dan memfungsikan daun lontar sebagai plafon. Konstruksi bangunan ini menyebabkan udara di dalamnya tetap sejuk meskipun panas matahari sedang terik-teriknya.
Kondisi bagian dalam Gudang A dan B yang berusia lebih dari 70 tahun.
Sementara itu, bangunan dengan konstruksi rumah di bagian barat kompleks UD. Supianto kini difungsikan sebagai mess karyawan. Di situlah, beberapa karyawan perempuan bertugas memasak untuk makan seluruh karyawan yang jumlahnya sekitar 20 orang. Menurut penuturan Musrikah, salah satu karyawan yang paling lama bekerja di UD. Supianto, mess tersebut juga jadi tempat menginap beberapa karyawan.“Belum pernah direnovasi besar-besaran, paling kalau ada bocor diurus,” terang Rudy mendeskripsikan daya tahan bangunan era kolonial Belanda tersebut.
Selain bangunan megah dan kokoh, era Machlim Watson juga mewariskan mesin press tembakau merek Carl Schlieper. Hingga kini, mesin tersebut masih berfungsi dengan baik.
Tembakau Bojonegoro
Pada tahun 1920-an, tembakau sudah ditanam di Bojonegoro. Bahkan, kualitas tembakau Bojonegoro menarik PT British American Tobbaco (BAT) Indonesia. Mengutip situs gangkecil.com, pada tahun 1928 penananam tembakau di Bojonegoro diperluas. Tahun 1930 areal tembakau di Bojonegoro mencapai 200 hektare, 10 tahun kemudian mencapai 5.000 hektare. Mengutip AVATARA, Jurnal Pendidikan Sejarah UNESA (2018), pada tahun 1954 jumlah lahan pertanian tembakau di Bojonegoro mencapai 12.365 hektare.
Sang Crazy Rich
Potensi tembakau Bojonegoro membuat Machlim Watson, warga negara Inggris tertarik datang dan berbisnis komoditas berjuluk emas hijau itu di Bojonegoro. Pada tahun 1950-an, Machlim Watson memiliki dua gudang tembakau di Kabupaten Bojonegoro. Satu di Jalan Jaksa Agung Suprapto (kini UD. Supianto), satu lagi di Jalan KH. Mansyur, Ledok Wetan (kini Gedung Serbaguna).
Selanjutnya, konfrontasi Indonesia-Malaysia yang berlangsung pada tahun 1963-1966, membuat perusahaan-perusahaan milik orang Inggris di Indonesia diambil alih oleh pemerintah RI, termasuk seluruh gudang tembakau milik Machlim Watson.
“Machlim Watson out (keluar dari Indonesia), pemerintah ambil alih gudang-gudang tembakau miliknya. Bojonegoro ada dua, sini (kini UD. Supianto) dan Ledok (kini Gedung Serbaguna), Rengel (Tuban), Temanggung, Semarang, Jember, Surabaya. Bentuk (bangunan) sama semua, seluruh tiangnya kayu jati,” ungkap Rudy Julius, pria kelahiran Medan yang menekuni bisnis tembakau sejak tahun 1980-an.
Gudang Tembakau di Bojonegoro
Beralih Kepemilikan
Pasca diambil alih pemerintah Indonesia, pengelolaan gudang-gudang tembakau yang tersebar di beberapa daerah ini diserahkan kepada Departemen Pertanian (Deptan). Departemen ini kemudian membentuk PD. Dwikora sebagai induk usaha gudang-gudang tembakau ini. Gudang-gudang ini kemudian disewakan kepada masyarakat khususnya perusahaan tembakau.
Sejak saat itu hingga sekarang, kompleks gudang tembakau ini jadi tempat Julius meraup cuan dari bisnis tembakau. Perusahaan yang diberi nama UD. Supianto ini bergerak sebagai supplier dan pengekspor tembakau.
Perusahaan milik Rudy membeli tembakau kering dari petani untuk kemudian diperlakukan sedemikian rupa jadi tembakau yang siap digunakan oleh pabrik rokok.
“Kami sortir tembakau sesuai kualitasnya, mulai kelas satu hingga kelas lima. Ada pabrik yang minta dilepas gagangnya, ada yang minta dikeringkan lagi. Semua tergantung permintaan pabrik,” ungkap Rudy.
Pelaksanaannya, pihak UD. Supianto mengirim tembakau ke rumah para pekerja borongan tersebut, selanjutnya saat pekerjaan sudah selesai, pihak UD. Supianto menjemput hasil pekerjaan mereka.