Jatuh Bangun Slamet Sarojo, Polisi yang Nekad Banting Setir jadi Pengusaha Kayu
Dari bisnis kayunya, Slamet disebut telah menyetor pajak sebesar Rp1 miliar kepada negara.

Dari bisnis kayunya, Slamet disebut telah menyetor pajak sebesar Rp1 miliar kepada negara.

Jatuh Bangun Slamet Sarojo, Polisi yang Nekad Banting Setir jadi Pengusaha Kayu
Jatuh Bangun Slamet Sarojo, Polisi yang Nekad Banting Setir jadi Pengusaha Kayu
Menjalani hidup dengan mengandalkan gaji sebagai seorang polisi, tidak membuat Slamet Sarojo mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Dia kemudian berhenti dari pekerjaannya sebagai polisi untuk banting setir menjadi pengusaha.
Nama Slamet Sarojo memang tidak cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia.
Slamet merupakan pria kelahiran Solo, Jawa Tengah, 32 November 1930
Dia lahir di tengah keluarga yang bekerja sebagai mantri kehutanan.
Dalam catatan arsip 'Apa dan Siapa Slamet Sarojo' dia sempat Menjabat sebagai Sersan dalam Tentara Pelajar Brigade 17 pada masa revolusi kemerdekaan.
Setelah revolusi, dia bersama rekannya bernama Anton Sudjarwo masuk ke Akademi Kepolisian di Sukabumi, Jawa Barat.

Namun pada pertengahan 1950-an Slamet memutuskan keluar dari kepolisian untuk berbisnis dan dapat hidup lebih layak.
"Berdagang itu tidak sulit," kata Slamet Sarojo.
Jejak Slamet merintis usaha tidak diikuti rekannya Anton. Dia tetap berkecimpung di dunia polisi hingga kemudian Anton Sudjarwo menjadi Kepala Staf Kapolri periode 1982-1986.

Perjalanan bisnis Slamet diawali menjadi agen rokok kretek tuton Tapen di Semarang.
Pemilik pabrik rokok itu adalah Liem Giat Thiem.
Thiem merasa berutang Budi pada Slamet karena pada tahun 1949, berhasil menangkap perampok pabrik rokok miliknya.
Hingga kemudian persahabatan Slamet dan Thiem menentukan karirnya dalam dunia bisnis.
Slamet kembali memperluas pengalamannya. Dia sempat terlibat dalam politik. Koran Angkatan Bersenjata terbitan 4 juli 1966 menyebut Slamet bersama John Lumingkewas dan Menteri Achmadi sebagai kelompok pendukung Soekarno yang menentang Orde Baru.
Dalam majalah itu juga disebutkan, Slamet menjabat sebagai Presiden Direktur PD Kalimas yang menyerahkan uang Rp200 juta Kepada Hartini, istri Soekarno, untuk mengongkosi gerakan Partai Komunis Indonesia.

Namun, dalam buku berjudul Revolusi Belum Selesai, Soekarno menyebut itu fitnah terhadap Hartini.
"Belakangan ada satu pernyataan dari perusahaan dagang Kalimas bahwa ia tidak punya seorang presdir bernama Slamet Sarojo,"
kata Soekarno.
Slamet kemudian dipenjara sebentar di awal orde baru. Setelah dibebaskan, dia kembali ke dunia bisnis.Bisnis Slamet kemudian merambah ke sektor kayu. Pada tahun 1971, dia mendirikan PT Dwi Masjaya Utama dengan modal Rp10 miliar untuk mengelola kayu dari hutan Kalimantan Tengah.
Slamet kemudian mendirikan PT Bahana Utama Lines, sebuah perusahaan yang menjadi pengangkut kayu gelondongan dan kargo umum.
Dari bisnis kayunya, Slamet disebut telah menyetor pajak sebesar Rp1 miliar kepada negara.
Bisnis Slamet terus berkembang ke berbagai sektor.
Dia pun menaungi segala lini bisnisnya itu di bawah payung Dwima Group.