Kampung di Pelosok Jateng Ini Ternyata Kurang Penduduk Laki-Laki, Ini Fakta di Baliknya
Kampung itu sering diterjang banjir dengan ketinggian hingga 1,8-2 meter.

Kampung itu sering diterjang banjir dengan ketinggian hingga 1,8-2 meter.

Kampung di Pelosok Jateng Ini Ternyata Kurang Penduduk Laki-Laki, Ini Fakta di Baliknya
Pada sebuah daerah terpencil di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, ada sebuah kampung yang sangat unik. Hampir semua penduduknya adalah perempuan. Kampung itu sempat viral beberapa waktu lalu karena sulit ditemui laki-laki di sana.


Kampung itu berada di pelosok hutan jati. Tepatnya berada di Dusun Tonjong, Desa Deras, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan.
Melalui sebuah video yang diunggah pada Rabu (8/5), tim kanal YouTube Jejak Tempoe Doeloe berkesempatan mengunjungi dusun terpencil itu. Masih banyak ditemukan rumah tua di desa terpencil itu.
Di sana Jejak Tempo Doeloe bertemu Ibu Partini. Dia adalah kader PKK di Dusun Tonjong.
Partini mengatakan, Dusun Tonjong merupakan daerah rawan banjir.
Kondisi rumah-rumah di desa itu kurang baik. Saat musim hujan, kampung itu selalu diterjang banjir dengan tingginya mencapai 1,8-2 meter.
Bu Wiwin, salah seorang warga Dusun Tonjong, mengatakan bahwa desa itu hampir sulit dijumpai warga yang laki-laki karena mereka kebanyakan merantau. Suami Bu Wiwin sendiri merantau ke luar kota dan bekerja pada sebuah proyek di sana.
“Pulangnya nggak mesti. Kadang dua minggu sekali, kadang sebulan sekali,” kata Bu Wiwin.

Bu Wiwin mengatakan, sehari-hari mereka melakukan aktivitas seperti memasak, mengantar anak sekolah, dan mencari rumput buat pakan ternak.
Dusun Tonjong sendiri letaknya persis di tepian Sungai Tuntang. Kalau Sungai itu meluap, otomatis Dusun Tonjong akan tenggelam.
Dalam kesempatan itu, kanal YouTube Jejak Tempo Doeloe menelusuri ke arah Dusun Tonjong bagian utara di mana di sana masih bisa dijumpai kaum pria.
Damsiri, warga asli Tonjong, mengatakan bahwa akses jalan menuju Dusun Tonjong terbilang sulit. Aksesnya masih berupa jalan bebatuan. Ironisnya, dusun itu masih jarang mendapat perhatian dari pemerintah.

Sementara rumahnya berbentuk semi panggung. Tujuannya apabila banjir telah surut, mereka lebih mudah membersihkan bagian dalam rumah.
“Banjir di sini hampir setiap tahun. Bahkan untuk tahun ini, sejak awal tahun 2024, sudah terjadi empat kali banjir di sini,” kata Damsiri.
Sebagai salah seorang laki-laki di dusun itu, Damsiri termasuk yang tidak merantau. Ia bercerita waktu masih lajang ia sering merantau ke berbagai daerah hingga Kalimantan Timur. Setelah berkeluarga, gantian istrinya yang merantau ke luar negeri sebagai TKW.
“Saya sebenarnya kalau keluar dari desa Tonjong, saya iri. Iri melihat pembangunan di sana-sana, terutama infrastruktur. Sangat jauh lebih maju dibandingkan di sini,” kata Damsiri.