Kisah Kampung Mati Simonet Pekalongan, Ditinggalkan Penduduknya Karena Banjir Rob
Dulu Dusun Simonet merupakan kampung yang ramai. Tapi kini tak ada satupun warga yanga bermukim di sana.
Dulu Dusun Simonet merupakan kampung yang ramai. Tapi kini tak ada satupun warga yanga bermukim di sana.
Kisah Kampung Mati Simonet Pekalongan, Ditinggalkan Penduduknya Karena Banjir Rob
Dusun Simonet berada di di Desa Semud, Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan. Kini Dusun Simonet menjadi sebuah kampung mati.
-
Kenapa warga meninggalkan Kampung Mati? Para warga meninggalkan kampung itu sejak terjadi peristiwa longsor. Ditakutkan peristiwa serupa akan terjadi kembali.
-
Kenapa penduduk kampung mati petir meninggalkan kampung tersebut? Saat itu habis maghrib anak saya mainan marmut tiba-tiba didatangi sosok orang memakai blangkon. Orang itu kakinya tidak menapak di tanah. Orang itu mengajak anak saya keliling-keliling. Tiba-tiba saja dia terbang dan berubah wujud menjadi Mak Lampir,' kata Pak Priyono.
-
Kenapa kampung mati lebak ditinggal? Kabarnya, kampung ini ditinggalkan warga karena akan dijadikan sebagai bendungan. Proses pengosongan sudah berlangsung cukup lama, hingga kawasan tersebut berubah menjadi hutan.
-
Kenapa Kampung Mati Wonotopo ditinggalkan? Kampung itu kini hanya menyisakan bangunan terbengkalai karena sudah ditinggal pemiliknya.
-
Kenapa Kampung Semonet tenggelam? Ancaman tenggelamnya desa-desa yang berada di pesisir utara Pulau Jawa bukan omong kosong belaka. Buktinya, sudah ada beberapa desa yang tenggelam karena sebab tersebut. Salah satunya terlihat di Kampung Semonet, Kabupaten Pekalongan.
-
Apa yang menyebabkan kampung itu disebut 'Kampung Mati Petir'? 'Petir' sendiri merupakan akronim bahasa Jawa yaitu 'mpun repet kuatir' (sudah petang jadi khawatir).
Hal itulah yang tampak dalam penelusuran kanal YouTube Kulo Nuhun pada Januari 2023. Tampak dalam penelusuran itu, beberapa rumah sudah tergenang air laut.
Di dalam rumah, tampak berbagai perabotan dibiarkan tak terurus. Jaringan listriknya tampak sudah diputus. Sepi, sunyi, yang terdengar hanya suara deburan ombak dan desingan angin laut.
Akses jalan menuju bagian dari perkampungan itu juga tampak sudah terputus. Pohon-pohon tumbang. Jalan-jalan kampung penuh genangan air.
Setahun sebelumnya, kampung Simonet memang sudah tergenang air laut. Tapi masih ada beberapa warga yang mendiami rumah mereka.
Mengutip YouTube Kulo Nuhun, Dusun Simonet luasnya 21 hektare. Tapi pada Maret 2022, luas kampung itu tersisa 30 persen saja. Sementara dari sekitar 260 jiwa yang menghuni kampung tersebut, tersisa sekitar 80 jiwa saja.
Siti Nurjanah, salah seorang warga setempat mengatakan, dulu Dusun Simonet merupakan kampung yang ramai. Tempatnya sering disinggahi wisatawan baik yang ingin menikmati suasana pantai maupun memancing. Konser dangdut pun sering diadakan di sana.
“Dulu mobil bisa masuk sini. Sekarang mau jalan saja susah, harus nyemplung sana sini,” kata Siti Nurjanah dikutip kanal YouTube Kulo Nuhun.
Ia mengatakan kondisi kampung itu mulai memburuk sejak tahun 2019. Sejak saat itu kondisinya makin parah. Makin banyak rumah warga terendam. Makin banyak pula warga yang pindah.
Dulu mayoritas warga di Dusun Simonet berprofesi sebagai nelayan. Untuk ibu-ibunya banyak yang mengelola kebun bunga melati. Tapi karena desa itu makin terendam, kebanyakan nelayan kemudian jadi pengangguran. Kebun bunga melati yang dikelola kaum ibu-ibu juga ikut terendam.
“Biasanya banjir rob itu datangnya musiman. Kalau musim angin timuran baru banjir rob. Sekarang apapun cuacanya, mau itu pagi, siang, malam banjir rob datang terus,” kata Siti.
Siti mengatakan, banjir rob pertama terjadi sekitar tahun 2019. Saat itu ketinggian air mencapai satu meter. Bencana itu membuat warga harus mengungsi.
Saat itu warga bertahan di pengungsian sampai satu bulan lamanya. Saat itu bupati datang menjelaskan rencana untuk relokasi penduduk di daerah Pekuncen yang berada di kota.
“Tapi banyak penduduk yang keberatan kalau harus mengungsi ke kota. Soalnya jaraknya jauh dari sini. Jadi masyarakat berangkat kerjanya susah. Tidak semudah itu nelayan ditempatkan di kota. Tidak semua orang punya motor, tidak semua orang bisa naik motor. Apalagi untuk orang yang single parent kayak aku. Harus ngurus anak segala,” ungkap Siti.
Siti mengatakan sebenarnya masyarakt di Dusun Simonet sudah lelah dengan kondisi kampung mereka yang tak menentu. Namun mereka juga berharap agar relokasi desa mereka tak jauh dari tempat itu.
“Tidak semua orang bisa berubah dengan cepat. Hidup itu butuh proses, dan proses itu memang harus dari bawah. Tapi kalau proses itu berlangsung cepat bisa jadi beban,” pungkas Siti dikutip dari kanal YouTube Kulo Nuhun.